Tersebutlah seorang pemuda bermata sipit yang merantau ke tanah Jawa hanya berbekal keberanian. Pada masa itu pulau Jawa masih dalam pendudukan Hindia Belanda. Di kota Surabaya pemuda yang dikenal tekun dan mudah bergaul itu bekerja serabutan kepada siapa saja yang membutuhkan tenaganya. Dari kuli panggul pelabuhan hingga mengantar pesanan barang ke rumah rumah para petinggi VOC.
Dari Surabaya dia kemudian hijrah ke kota Kudus yang merupakan sentra industri rokok kretek. Di salah satu perusahaan rokok terkenal pada masa itu dia bekerja sebagai kuli angkut tembakau dan cengkeh bersama kakak kandungnya yang sudah lebih dahulu bekerja.
Upah hasil pekerjaan fisik tersebut, dia kumpulkan untuk membeli sepasang bebek untuk dipelihara. Dari sepasang bebek yang menghasilkan telur, sebagian dia tetaskan dan selebihnya dijual ke pasar. Pada masa itu telur bebek yang diolah menjadi telur asin enjadi salah satu makanan mewah para bangsawan dan opsir Belanda. Diapun berfikir kreatif untuk mengolah sendiri telur bebeknya menjadi telur asin. Dengan keberanian dan kejeliannya melihat potensi pasar, dia menawarkan langsung produksi telur asinnya kepada para orang-orang kaya.
Hati berganti Minggu hingga bukan dan tahun jumlah ternak bebeknya bertambah banyak. Usaha telur asinnya pun semakin berkembang. Pekarangan rumah dipenuhi bebek bebek peliharaan. Salah seorang tetangga dia gaji untuk menggiring bebek keluar kandang menuju ke sawah, selokan, parit tempat dimana bebek menemukan makanan alaminya. Sore hari sepulang kerja di pabrik, dia sendiri menggiringnya pulang, menghitung jumlahnya jangan sampai berkurang se-ekorpun. Malam harinya dia memproses telur bebek menjadi telur asin di dekat kandang bebek belakang rumahnya.
Sambil berangkat kerja pemuda itu setiap pagi bersepeda keluar masuk rumah mewah membawa sekeranjang telur asin dengan harga lebih murah karena tidak melalui agen atau pasar. Langganannya setiap hari bertsmbah. Tak jarang dia mendapat pesanan daging bebek untuk acara pesta orang orang kaya. Bisnis bebek dan telurnya berkembang pesat, hingga akhirnya dia dipercaya oleh salah seorang pelanggannya untuk mengelola peternakan babi di kota Semarang. Bebek dan babi tak jauh berbeda perihal penyediaan makanannya. Sisa makanan apapun dilahap habis. Dengan ketekunan dan kerja kerasnya pemuda itu sukses mengembangkan ternak babi dan dipercaya menjadi suplier daging babi dan bebek untuk pasar dan rumah makan seluruh kota. Beberapa peternak kecil bebek dan babi dia kumpulkan agar mau bergabung dengan kelompok yang didirikannya. Semua hasil ternak dia yang menampung dan menyalurkannya.
Waktu berlalu, usaha pengepul daging babi dan bebek sudah sampai tahap ekspor. Pada saat itu Indonesia yang sudah merdeka dan dipimpin oleh Presiden Soekarno mengalami masa transisi. Salah satu pejabat militer menjadi sahabat dekatnya. Mereka layaknya bersaudara karena sang pejabat itu secara tidak langsung adalah adik angkatnya.
Atas support pemuda pengusaha bebek dan babi itu, perjalanan karir sang pejabat militer tersebut meroket dengan cepat dan di tahun 1966 jadilah dia orang nomer satu di negeri ini mengantikan Soekarno. Pemuda tekun itupun kecipratan sukses di ladang bisnisnya. Dia sudah tidak repot mengurusi usaha ternak lagi karena dipercaya menjadi ketua organisasi ekspor impor hasil ternak, pertanian dan aneka pangan lainnya. Relasinya dari pengusaha, orang kaya, pejabat hingga para pemimpin negeri ini. Dia terkenal royal memberi upeti dan fasilitas kepada para pejabat negeri atas rekomendasi Presiden sekaligus sahabatnya
Kelihaiannya menawarkan gagasan dan loby loby bisnis para pejabat negara semakin menambah kesuksesannya. Usaha peternakannya telah berubah, dari berternak bebek dan babi hingga kemudian berternak “babe babe” alias para pejabat. Dengan kejelian bisnisnya pula dia mendirikan sebuah Bank untuk melayani kebutuhan para babe babe yang dia tahu serba mata duitan itu. Sementara sang adik angkat semakin membesar pengaruhnya di negeri ini juga butuh ide bisnis untuk memperpanjang kekuasaannya. Maka dibentuklah sebuah perusahaan yang memproduksi kebutuhan hidup sehari hari. Dari kecap, sabun, gula, terigu, garam hingga pasar swalayannya. Tidak lupa dia juga membuat perusahaan pengepul tembakau, cengkeh sebagai bagian dari nostalgia masa susah dulu. Semua petani diwajibkan menjual tembakau dan cengkeh kepadanya. Dan para perusahaan rokok mutlak tak bisa membeli bahan baku kecuali darinya.
Satu lagi ide bisnisnya yang paling briliant adalah mengalihkan makanan pokok sebagian masyarakat dari beras menjadi mie instant. Baginya proses memasak beras terlalu lama. Mie instant yang murah dengan berbagai varian rasa adalah isi perut masyarakat perkotaan yang semakin sibuk berpacu dengan waktu.
Pemuda sipit pekerja keras itu sudah bukan lagi kuli panggul, penjual telur asin, peternak bebek babi dan babe-babe. Dialah Liem Sioe Liong alis Sudono Salim pemilik BCA, Indofood, Bogasari, Indo Semen, El Shinta media grup dan ribuan warung waralaba bertajuk Indomaret.
Dialah salah satu manusia yang lahir besar di tempat yang salah namun menemukan kesuksesannya di saat yang tepat. Saat bebek, babi dan babe berkumpul dalam satu peternakan.