Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati mengatakan, kalau dilihat dariscope-nya, sekarang ini insentif perpajakan yang diberikan kepada dunia usaha mencakup Tax Holiday yang diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 35 Tahun 2018 yang akan diperluas dari sisi sektornya, dan kemudian KBLI-nya, kelompok bidang usahanya yang akan mendapatkan Tax Holiday.
“Kita juga menggunakan Tax Allowance, memberikan insentif untuk usaha kecil menengah dan juga pembebasan PPN (Pajak Pertambahan Nilai), serta insentif perpajakan di sektor pertambangan, serta biaya masuk yang ditanggung oleh pemerintah,” kata Menkeu usai rapat terbatas di Istana Kepresidenan Bogor, Jawa Barat, Rabu (21/11) siang.
Selain itu, lanjut Menkeu, pemerintah juga memberikan insentif berdasarkan kawasan seperti Kawasan Ekonomi Khusus, Kawasan Industri, dan Free Trade Zone, dan tempat penimbunan barang.
Berbagai insentif ini, lanjut Menkeu, sekarang diminta oleh Bapak Presiden untuk dievaluasi secara sangat ketat dari sisi efektifitasnya.
Ia menunjuk contoh seperti tax holiday dalam waktu 6 bulan, mulai dari April hingga hari ini, sudah ada Rp162 triliun penanaman modal baru yang mendapatkan tax holiday untuk 9 perusahaan yang akan mempekerjakan lebih dari 8.000 tenaga kerja di Indonesia, dimana dari 9 itu, 8 adalah penanaman modal baru sama sekali dan yang 1 adalah perluasan.
“Kita akan terus diminta oleh Bapak Presiden untuk menyederhanakan prosesnya dan juga mengevaluasi dari sisi kebutuhan efektivitas dari tax holiday ini untuk betul-betul meningkatkan investasi,”ujar Sri Mulyani.
Yang kedua mengenai untuk usaha kecil dan menengah, menurut Menkeu, dengan penurunan tarif dari 1% menjadi 0,5% maka jumlah pembayaran pajak di usaha kecil menengah sekarang ini meningkat karena tarifnya menjadi kecil yakni 0,5% final.
Menurut Menkeu, jumlah pembayar pajak baru mencapai lebih dari 232.000 dari 1,5 juta pembayar pajak usaha kecil dan menengah. Sedangkan jumlah pajak yang dikumpulkan sekarang mencapai lebih dari Rp5 triliun.
PPN 0%
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengemukakan, untuk berbagai kebijakan sektor perpajakan di dalam menunjang sektor kegiatan investasi dan ekspor, saat ini pihak sedang memfinalkan berbagai macam kebijakan yang sekarang ini sedang di dalam proses.
“Yang sedang akan dikeluarkan, yang pertama rancangan Peraturan Menteri Keuangan yang kami akan segera luncurkan di dalam rangka menunjang kegiatan ekonomi dan investasi, pertama adalah untuk fasilitas pajak tidak langsung untuk bidang Hulu Migas dan pengalihan Participating Interest dan Uplift. Itu sedang kita selesaikan bersama-sama dengan Kementerian ESDM,” jelas Menkeu.
Selain itu, pemerintah juga menambah jumlah kegiatan ekspor jasa yang bisa mendapatkan fasilitas dari sisi perpajakan insentif dalam bentuk PPN tarif 0%, yaitu 7 (tujuh) jenis jasa baru yang sekarang mendapatkan untuk PPN tarif 0%, yaitu yang selama ini hanya jasa makro.
“Sekarang ini kita masukkan jasa teknologi dan informasi, jasa untuk penelitian dan pengembangan, jasa hukum, jasa akuntansi pembukuan (jasa audit), jasa perdagangan, jasa interkoneksi, jasa sewa alat angkut dan jasa pengurusan alat transportasi (freight forward),” terang Sri Mulyani seraya menambahkan, saat ini sedang dilakukan finalisasi untuk PMK (Peraturan Menteri Keuangan)-nya sehingga kita dapat memiliki fasilitas yang sama dengan negara-negara ASEAN yang lain.
Sementara dalam rangka untuk devisa hasil ekspor yang sudah disampaikan oleh Menko Perekonomian dan Gubernur Bank Indonesia, Kementerian Keuangan juga menyelesaikan polcy agar mereka yang akan meletakkan depositonya di dalam negeri dari hasil ekspor terutama yang berasal dari sumber daya alam; apabila mereka tinggal 1 bulan, mendapatkan PPh depositonya menjadi hanya 10% dari yang tadinya di atas 15%; untuk yang 3 bulan, PPh final depositonya adalah 7,5%; untuk yang tinggal devisanya dalam waktu lebih dari 6 bulan akan 0%.
“Apabila mereka mengkonversikan ke rupiah akan diberikan insentif lebih besar, yaitu apabila devisa hasil ekspor yang diletakkan dalam deposito rupiah (dalam waktu 1 bulan), maka PPh-nya menjadi hanya 7,5%; apabila 3 bulan dalam bentuk rupiah, makanya PPh-nya hanya 5%; dan apabila 6 bulan ke atas, (PPh) mereka 0%,” sambung Sri Mulyani.
Untuk PMK mengenai Penggunaan Nilai Buku dalam rangka Penggabungan, Peleburan, dan Pemekaran Usaha, menurut Menkeu, pihaknya juga akan segera selesaikan di dalam rangka untuk meningkatkan kapasitas dari perusahaan-perusahaan untuk melakukan merger akuisisi maupun pembentukan holding.
Sedangkan terkait dengan properti, menurut Menkeu, saat ini sedang diselesaikan PMK terutama untuk rumah, apartemen yang selama ini dapatkan kendala karena ada PPnBM yang sangat tinggi dengan menaikkan threshold (batas bawah)-nya dari yang tadinya Rp20 miliar menjadi Rp30 miliar, dan menurunkan PPh pasal 22-nya untuk pembelian hunian tersebut dari 5% menjadi 1%.
“Dengan demikian kita berharap sektor konstruksi akan menjadi meningkat dari segi kegiatan usahanya,” ucap Sri Mulyani.
Untuk bea keluar minerba (mineral dan batu bara), menurut Menkeu, juga akan diselesaikan terutama menyangkut kewajiban untuk membangun pemurnian (smelter).
Adapun untuk beberapa peraturan yang lain, Kementerian Keuangan masih akan terus melakukan koordinasi terutama untuk perpajakan dan PNBP (Penerimaan Negara Bukan Pajak) batubara. “Ini untuk mengatur berbagai macam perusahaan yang bekerja di industri batubara generasi pertama. Ini sedang akan diselesaikan bersama-sama dengan Menteri ESDM dari revisi PP 23 Tahun 2010,” kata Sri Mulyani seraya menambahkan, pemerintah juga akan melakukan perubahan di dalam Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 2015 di dalam rangka untuk PPN impor kendaraan angkutan terutama untuk sewa pesawat dari luar negeri.
“Ini agar Indonesia, dibandingkan negara-negara ASEAN yang lain, bisa sama dari segi rezim PPN, terutama di bidang angkutan udara dalam bentuk sewa pesawat dari luar negeri,” ujar Menkeu.
(GUN/DNA/RAH/OJI/ES)