Indovoices.com – Program Sumba Iconic Island (SII) bercita-cita menjadi contoh bagi daerah-daerah lainnya dalam pengembangan energi bersih dan modern di Indonesia. Semua stakeholders Program SII diharapkan dapat mengakselerasi pencapaian target Program SII, berkolaborasi memecahkan permasalahan-permasalahan serta merevitalisasi inisiatif-inisiatif yang belum terselesaikan.
Hal ini disampaikan Direktur Jenderal Energi Baru, Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian
ESDM, Rida Mulyana saat membuka Rapat Pleno ke-13 Program Pengembangan Pulau Sumba sebagai Pulau Ikonis Energi Terbarukan (SII) di Kuta, Bali, (25/10). Rangkaian Rapat Pleno ke-13 Program SII sendiri akan berlangsung pada 24-26 Oktober 2018.
“SII dapat menjadi contoh bagi pengembangan akses energi yang berkeadilan melalui pengembangan EBT dan kolaborasi multi-stakeholders dalam pengembangan akses energi,” tegas Rida.
Ia menjelaskan, program SII merupakan program yang diinisiasi sejak 2010 oleh Kementerian ESDM, Kementerian PPN/Bappenas dan Hivos. Pada 2015, Pulau Sumba ditetapkan sebagai Pulau Ikonis Energi Terbarukan melalui Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 3051 K/30/MEM/2015 tanggal 1 Juni 2015.
“Beberapa badan usaha saat ini tengah menyiapkan sejumlah proyek energi terbarukan di Pulau Sumba, seperti misalnya PT Hywind dengan PLTB 3 MW di Kadunggul, Sumba Timur,” lanjut Rida.
Selain program pengembangan energi listrik berbasis EBT, Program SII juga mencakup kegiatan pengembangan non-listrik, seperti Program Biogas Rumah (BIRU) dan pompa air bertenaga surya. Sebagai contoh, Program BIRU
telah berhasil mengkonversikan bahan bakar untuk memasak yang tadinya memakai tungku kayu bakar menjadi kompor biogas yang memanfaatkan pengolahan kotoran ternak. Selain untuk kompor, sisa pengolahan kotoran ternak berupa cairan bio-slurry dimanfaatkan sebagai pupuk yang menyuburkan tanaman pertanian.
Secara umum program ini bertujuan untuk menyediakan akses energi yang dapat diandalkan di Pulau Sumba melalui pengembangan energi terbarukan, yang melibatkan beragam stakeholders baik di level pusat, daerah, maupun internasional, baik institusi pemerintah, non-pemerintah maupun badan usaha.
Saat ini, institusi-insititusi yang terlibat dalam Program SII antara lain KESDM, Hivos, PT PLN (Persero), Pemerintah Provinsi NTT dan 4 Kabupaten se-Pulau Sumba, Kementerian Desa dan Pembangunan Daerah Tertinggal,
Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menegah, Kementerian Perempuan dan Pemberdayaan Anak, Kementerian
Sosial serta sejumlah institusi pemerintah dan swasta lainnya.
Selain Program SII, terdapat sejumlah program ikonis lainnya, seperti Program Pulau Flores sebagai Pulau Ikonis Panas Bumi dan Program Pulau Bali sebagai percontohan energi bersih.
Pada forum tersebut, Direktur Aneka Energi Baru dan Energi Terbarukan (EBT), Harris memaparkan bahwa rasio elektrifikasi Pulau Sumba telah meningkat dari hanya 24,5% pada 2010 menjadi 50,9% pada 2018. Saat ini Pembangkit EBT di Pulau Sumba memiliki total kapasitas terbasang sebesar 9,3 MW. Total investasi dalam
Program SII baik listrik maupun non-listrik mencapai Rp 722,4 Milyar.
Pada sambutannya, Bupati Sumba Timur, Gideon Mbilijora mengungkapkan bahwa Pulau Sumba memiliki kelebihan sekaligus kekurangannya, yaitu pulau dengan keindahan alam yang luar biasa, namun memiliki masalah
kemiskinan dan akses energi. Dilansir dari ANTARA News, sebuah majalah Jerman, Focus menobatkan Sumba sebagai Pulau Terindah di Dunia. Pada 2017, dilansir dari TIME.com, Travel+Leisure menempatkan Nihiwatu Hotel di Sumba sebagai resort terbaik sedunia.
Dengan situasi demikian, Sumba menjadi magnet bagi para investor khususnya di bidang pariwisata. Namun, Gideon mengungkapkan bahwa pertanyaan terbesar dari investor yang menjadi tantangan pengembangan Sumba adalah persoalan jalan dan listrik. Untuk itu, akselerasi pengembangan EBT di Pulau Sumba harus diintegrasikan dengan perencanaan pengembangan Pulau Sumba ke depannya, terutama untuk mendukung Sumba sebagai tujuan pariwisata.
Penulis: Y Nindito Adisuryo/ Khoiria Oktaviani