Badan Nasional Pengelola Perbatasan (BNPP) mengadakan Forum Tematik Badan Koordinasi Hubungan Kemasyarakatan (Bakohumas) di Hotel Media, Jakarta, Senin (10/9).
Plt. Sekretaris BNPP, Widodo Sigit, saat sambutan, menyampaikan bahwa arah kebijakan strategi pembangunan kawasan perbatasan berdasarkan rencana induk pengelolaan perbatasan negara tahun 2015-2019 bermuara pada meningkatnya kesejahteraan masyarakat dan kegiatan ekonomi lokal di kawasan perbatasan darat dan laut.
Kebijakan strategis dimaksud, menurut Sigit, meliputi peningkatan infrastruktur transportasi darat dan laut, kualitas penataan ruang kawasan perbatasan, komoditas unggulan daerah dan ekonomi kerakyatan, infrastruktur dasar pemukiman, kualitas pelayanan pendidikan dan kesehatan, serta sarana dan prasarana pelayanan pemerintahan.
“Fokus pengelolaan yang dilakukan adalah terhadap 187 kecamatan yang menjadi lokasi prioritas (Lokpri) di 42 Kabupaten dan 13 Provinsi,” ujar Sigit seraya menyebutkan ada 10 Pusat Kegiatan Strategis Nasional (PKSN) yang terbagi di darat yaitu Aruk, Entikong, Badau, Atambua, Jayapura. Sementara di laut, yaitu Sabang, Ranai, Sebatik, Tahuna, dan Saumlaki.
Saat sesi diskusi, Deputi Bidang Pengelolaan Potensi Kawasan Perbatasan BNPP, Boytenjuri, menyampaikan bahwa pembangunan perbatasan terdapat pada Nawa Cita ketiga pemerintahan Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla yakni Membangun Indonesia dari pinggiran dengan mempererat daerah-daerah dan desa dalam kerangka negara kesatuan.
“Jumlah pulau di Indonesia saat ini yakni 17.504 pulau. Batas darat Indonesia dengan 3 negara yaitu Malaysia, PNG, Timor Leste. Sedangkan batas laut dan udara ada 10 negara yakni Malaysia, India, Thailand, Singapura, Vietnam, Filipina, Republik Palau, PNG, Australia, dan Timor Leste,” ujar Boy.
Sesuai Instruksi Presiden Nomor 6 Tahun 2017, menurut Boy, bahwa Indonesia memiliki Pulau Kecil Terluar sebanyak 111 pulau.
“Pemerintah Indonesia saat ini sedang mempersiapkan perundingan mengenai FIR,” kata Boy.
Perbatasan Indonesia, sambung Boy, sesuai Perpres 33 Tahun 2015 ada kawasan perbatasan dengan luas 18.940 kilometer persegi.
“Potensi lahan di kabupaten perbatasan banyak di antaranya yakni potensi ketahanan pangan dan pariwisata,” ujarnya.
Di sesi kedua, Asisten Deputi Pengelolaan Batas Negara Wilayah Darat BNPP, Indra Purnama, menyampaikan bahwa garis batas darat 3.106 kilometer.
Peta lokasi segmen bermasalah Indonesia-Malaysia, lanjut Indra, sejumlah 9 titik hingga saat ini. “Untuk batas darat dengan Timor Leste salah satunya adalah masalah tanah adat. Sedangkan, dengan PNG relatif garis batas yang lurus kendalanya hanya masalah personel,” ujar Indra.
Dalam rencana pembangunan pos lintas batas kedua, menurut Indra, akan diusulkan 10 PLBN baru yang akan dituangkan dalam Inpres berikutnya di antaranya:
A. Prioritas I
1. Sei Pancang, Pulau Sebatik, Kabupaten Nunukan, Kaltara;
2. Jagoi Babang, Kabupaten Bengkayang, Kalbar;
3. Sota, Kabupaten Merauke, Papua;
4. Long Midang/Krayan, Kabupaten Nunukan, Kaltara
B. Prioritas II
1. Long Nawang, Kabupaten Malinau, Kaltara;
2. Labang, Kabupaten Nunukan, Kaltara;
3. Serasan, Kabupaten Natuna, Kepri;
4. Sei Kelik/Jasa, Kabupaten Sintang, Kalbar;
5. Napan, Kabupaten Timur Tengah Utara, NTT;
6. Oepoli, Kabupaten Kupang, NTT.
Turut hadir dalam acara kali ini di antaranya Plt. Sekretaris BNPP Widodo Sigit Pudjianto, Deputi Bidang Pengelolaan Potensi Kawasan Perbatasan Boytenjuri, Dirjen IKP Rosarita Niken Widiastuti, dan pejabat/pegawai perwakilan humas kementerian/lembaga serta TNI/Polri. (EN/ES).