Terkait dengan penetapan 41 dari 45 anggota DPRD Kota Malang sebagai tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tjahjo Kumolo telah mengeluarkan diskresi agar jalannya Pemerintah Kota Malang tidak terganggu.
Dengan adanya diskresi itu, menurut Mendagri, kebijakan yang mendesak bisa diputuskan lewat peraturan kepala daerah, tidak perlu harus menunggu dulu persetujuan dewan. Ia menunjuk contoh kebijakan dimaksud adalah yang menyangkut rancangan peraturan daerah non APBD.
Menurut Mendagri, dasar hukum dikeluarkannya diskresi mengacu pada Pasal 22 sampai dengan Pasal 32 UU Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan.
“Bahkan bila untuk ini diperlukan penyesuaian bisa revisi terbatas Permendagri tentang Pedoman penyusunan APBD atau Tatib DPRD akan kita lihat dulu urgensinya,” kata Tjahjo, di Jakarta, Selasa (4/9).
Dijelaskan Mendagri banyak yang menanyakan padanya, apa ada diskresi dalam kasus Kota Malang manakala harus digelar rapat paripurna DPRD bersama Pemkot Malang. Pertanyaan wajar mencuat, sambung Mendagri, mengingat jumlah anggota DPRD yang belum jadi tersangka tersisa 4 orang. Bila dipaksakan rapat, lanjut Mendagri, tentu tidak kourum.
“Bayangkan, banyak anggota DPRD Kota Malang yang ditahan KPK. Dari 45 anggota dewan, tercatat 4 anggota yang tidak atau belum ditahan KPK. Maka untuk mengatasi persoalan pemerintahan dan agar tidak terjadi stagnasi pemerintahan akan dilakukan diskresi Mendagri dengan dasar hukumnya di UU Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan,” tutur Tjahjo.
Selain itu lanjut Mendagri Tjahjo Kumolo, Tim Otonomi Daerah Kemendagri juga telah turun ke Kota Malang. Pihaknya juga akan mengundang Sekretaris Daerah (Sekda) dan Sekretaris Dewan (Sekwan) DPRD Kota Malang.
“Sudah saya perintahkan buat payung hukum agar pemerintahan di Kota Malang tetap berjalan. Apapun yang namanya pemerintah daerah tersebut ya Pemda dan DPRD dan Forkompimda setempat,” kata Tjahjo. (Puspen Kemenagri/ES)