Indovoices.com –Bareskrim Mabes Polri terus menyidik kasus dugaan penistaan agama yang menyeret Jozeph Paul Zhang (JPZ). Melalui Sekretaris NCB Interpol Indonesia, polisi telah mengirimkan surat permohonan kepada Markas Besar Interpol di Lyon, Prancis untuk menerbitkan red notice.
“Kami tunggu proses dari Markas Besar Interpol mudah-mudahan tak lama lagi red notice keluar,” kata Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri Brigjen Rusdi Hartono dalam konferensi pers di Mabes Polri, Jakarta Selatan.
Red notice merupakan permintaan untuk menemukan dan menahan seseorang yang menjadi tersangka dan masuk dalam daftar pencarian orang (DPO). Red notice ini bisa membuat pergerakan perjalanan di luar negeri menjadi terbatas.
Bareskrim Polri juga telah berkoordinasi dengan Direktorat Jenderal Imigrasi untuk mencabut paspor Jozeph Paul Zhang. Dengan pencabutan paspor, status Paul Zhang yang diduga berada di Jerman, menjadi stateless atau kehilangan kewarganegaraan sehingga tidak bisa ke negara mana pun.
Paul Zhang menjadi ramai diperbincangkan setelah ia mengaku nabi ke-26. Pengakuannya itu disampaikan dalam forum diskusi via Zoom. Lalu, ia kemudian menayangkan pengakuannya itu di akun YouTube.
Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) terus mencari konten-konten ujaran kebencian terkait Paul Zhang dan sudah memblokir 44 konten di berbagai platform.
“Sampai hari ini, Kamis (22/4), Kominfo telah memblokir 44 konten Paul Zhang yang memenuhi unsur melanggar Undang-Undang,” kata Juru Bicara Kementerian Kominfo Dedy Permadi.
Sebanyak 44 konten itu tersebar di berbagai platform. Di Youtube 26 konten, Facebook 13 konten, Instagram tiga konten, dan Twitter dua konten. Selain 44 konten tersebut, Kominfo juga sedang memproses 23 konten lainnya yang diduga melanggar Undang-Undang.
Tim Patroli Siber Kominfo juga terus memburu konten-konten yang memiliki muatan serupa di semua platform. “Kami akan segera menindak tegas dengan pemblokiran jika terbukti melanggar,” ujarnya.
Dedy mengatakan 44 konten yang diblokir itu berisi dugaan ujaran kebencian atau penistaan agama yang dilakukan oleh Paul Zhang. Sedangkan, tindakan Paul Zhang sendiri menurutnya tidak bisa ditoleransi dan tidak dapat diterima.
Dedy menyebut, bila mengacu Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE), tindakan Paul Zhang dapat dikategorikan sebagai pembuatan konten yang melanggar pasal 28 ayat 2 jo. pasal 45A.
UU ITE juga menjelaskan mengenai sanksi bagi para pelanggarnya. Dalam belaid itu disebutkan bahwa setiap orang yang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi, ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan berdasarkan atas SARA dapat dipidana dengan pidana penjara paling lama enam tahun dan/atau denda paling banyak Rp 1 miliar.
Kemudian, Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 71 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Sistem Transaksi Elektronik (PSTE) juga dijelaskan mengenai larangan pemuatan konten yang melanggar aturan.
Selain itu, Peraturan Menteri (PM) No. 5 tahun 2020, khususnya Pasal 13 diatur juga mengenai kewajiban pemutusan akses terhadap informasi elektronik dan dokumen elektronik yang dilarang.