Sekali lagi saya dibuat gagal paham dengan program rumah DP 0. Program yang memang tidak terencana dengan baik sejak awal ini membuat saya semakin penasaran, siapa sih yang mau beli rusun ukuran 21 meter itu?
Baca juga :
https://www.Indovoices.com/umum/rumah-dp-0-kepastian-yang-didambakan-buku-panduan-yang-diterbitkan/
Meski rumah belum kelihatan bentuknya, Sandiaga mengatakan bahwa rumah ini bisa dijual akhir April atau awal Mei tahun ini. Apakah mungkin?
“Insya Allah penjualannya bisa di-launching akhir April atau awal bulan Mei, Alhamdulillah, kita ucapkan syukur, UPT-nya sudah ditandatangani Pak Gubernur,”
kata Sandiaga, di Pasar Koja Baru, Jakarta Utara, Selasa 17 april 2018 lalu. Kompas.com
Sekilas tidak ada yang aneh dengan pernyataan Sandiaga ini. Akan tetapi jika kita berpikir jauh kedepan lebih rinci lagi, ada dua pertanyaan besar yang harus dijawab sebelum kita memutuskan membeli rumah DP 0 ini.
Pertama, bisakah mulai akad kredit sedangkan rumahnya belum jadi?
Sepanjang yang saya pahami, sesuai aturan yang ada, akad kredit KPR baru bisa dilakukan jika bangunan rumahnya sudah jadi dan siap huni. Jika rusun baru peletakan batu pertama sudah akad kredit, bukankah nasabah yang akan dirugikan?
Logika saja, yang namanya persetujuan pembiayaan kredit pastilah membayar sejumlah uang, baik itu uang muka maupun angsuran setiap bulanannya.
Bagaimana mungkin kita sudah susah payah membayar cicilan sementara hak kita berupa rumah susun belum bisa kita tempati bahkan belum jelas bentuknya.
Bagaimana jika ternyata pembangunan mangkrak dan berlarut-larut karena satu dan lain hal?
Lha hal inilah yang harus dipikirkan oleh calon pembeli. Tanpa bermaksud menakut-nakuti, jangan gegabah jika tidak ingin menyesal dikemudian hari.
Kedua, mampukah membayar cicilan dan membayar kontrakan?
Salah satu syarat membeli rusun ini adalah belum punya rumah, sudah menikah dan penghasilan join income maksimal 7 juta rupiah.
Dengan asumsi suami-istri bekerja, total gaji tujuh juta dan sudah punya anak, artinya juga harus bayar pengasuh anak.
Lha kalau nyicil rumah DP 0 sementara rumahnya belum bisa ditempati, bisa dibayangkan berapa pengeluaran seorang pasutri yang membeli rumah DP 0 ini dalam satu bulan.
Cicilan 1.2 juta rupiah, kontrakan satu petak 1.5 juta rupiah, bayar pembantu 1.5 juta rupiah. Itu belum terhitung biaya makan dan kebutuhan sehari-hari. Sangat tidak masuk akal, finansial goyang karena akan “besar pasak daripada tiang”.
Dengan kenyataan ini, saya prediksi rumah DP 0 ini hanya akan dibeli oleh orang-orang yang kaya. Gaji tujuh juta jelas tidak masuk hitung-hitungannya.
Ada baiknya anda pertimbangkan ulang sebelum memutuskan untuk kredit rusun yang belum jelas ini. Jangan nanti maksud hati ingin mendapatkan rumah, tetapi malah terjerat hutang.
Selamat berpikir ulang!!