Indovoices.com-Indonesia berkomitmen untuk mengubah perdamaian yang panas atau hot peace menjadi perdamaian yang produktif.
Optimisme tersebut disampaikan Menteri Luar Negeri (Menlu) RI Retno Marsudi saat menyampaikan keynote speech pada acara Conference on Foreign Policy of Indonesia yang bertema “Cooling off the Hot Peace: Strategic Opportunities and Economic Remedies for a Distressful World“ di Jakarta.
Pada kesempatan tersebut, Menlu Retno yakin bahwa dunia bisa mendinginkan situasi global yang panas ini. “Bagai kekompakan pada tarian bersama (line dance), diperlukan upaya bersama untuk mendinginkan perdamaian yang panas ini,” tambahnya.
Dalam lawatannya ke Busan, Korea Selatan, dan Nagoya, Jakarta, beberapa waktu lalu, Menlu Retno melihat perdamaian panas ditandai akan besarnya kekhawatiran mengenai situasi dunia secara politis dan ekonomi.
“Persaingan geopolitik dan geoekonomi terus meruncing. Terdapat pula kekhawatiran akan tren menurunnya ekonomi dunia,” ujarnya. “Namun di tengah penurunan ekonomi dunia, ASEAN masih menjadi bright spot,” sambung Menlu Retno mengutip pernyataan Managing Director IMF Kristalina Georgieva.
Negara-negara ASEAN, sebutnya, menyumbangkan 10 persen dari pertumbuhan global. Walau pertumbuhan ekonomi dunia melambat, pada tahun 2018 pertumbuhan ekonomi ASEAN masih mencapai rata rata 5,1 persen.
Secara khusus digarisbawahi bahwa ASEAN mereprenstasikan peluang dan stabilitas kawasan. Mekanisme yang dipimpin ASEAN, seperti ASEAN+1, ASEAN+3, dan EAS telah mendorong dialog dan kesalingtergantungan ekonomi.
“Pemimpin ASEAN telah mengadopsi ASEAN Outlook on the Indo-Pacific sebagai upaya untuk memajukan dialog dan keterbukaan dan untuk meningkatkan kerja sama praktis,” tuturnya.
Lebih lanjut Menlu Retno menegaskan kembali bahwa menciptakan integrasi ekonomi juga berarti menciptakan platform yang efektif untuk mendinginkan situasi dunia yang panas.
“Indonesia berharap tahun depan RCEP, integrasi ekonomi terbesar di dunia, dapat ditandatangani,” ujar Menlu Retno.
Menurutnya, Indonesia akan terus mengedepankan prinsip-prinsip demokrasi, pemajuan dan perlindungan terhadap HAM, serta rules-based order dan memupuk nilai-nilai keberagaman toleransi dan perdamaian.
Menlu Retno pun menutup pembukaannya dengan ajakan kepada seluruh peserta, yang kebanyakan generasi milenial, untuk bergabung bersama mengubah perdamaian yang panas menjadi perdamaian produktif.
Konferensi mengenai Kebijakan Luar Negeri Indonesia yang merupakan konferensi tahunan kebijakan luar negeri terbesar di dunia ini diinisiasi oleh Foreign Policy Community of Indonesia (FPCI) yang didirikan oleh Duta Besar Dino Pati Djalal.
Turut hadir sebagai pembicara dalam konferensi ini antara lain Mantan Presiden Timor-Leste Jose Ramos Horta, serta Mantan Menlu RI Nur Hassan Wirajuda dan Marty Natalegawa. (jpp)