Indovoices.com –159 dokter dan 111 perawat tercatat gugur karena pandemi corona. Tentu fakta yang membuat kita berduka.
8 bulan berlalu, tenaga kesehatan berjibaku dengan ratusan ribu penderita COVID-19. Tentu banyak suka duka yang dirasakan.
“Betapa kami yang selama ini kalau praktik pakai baju putih sekarang tidak, kita ganti baju. Kemudian sebelum pulang mandi, sampai rumah mandi lagi,” kata Wakil Ketua Umum IDI Adib Khumaedi dalam diskusi virtual dari BNPB.
Yang lebih pedih, kata dia, sesampainya di rumah para dokter itu harus menjaga jarak dengan keluarga. Beban psikologis yang luar biasa.
“Secara psikologi berpengaruh di keluarga. Dan ada teman-teman kami yang tidak pulang yang seharusnya bertugas di Sumbar untuk jadi relawan di Wisma Atlet. Yang beliau tidak pulang dan benar-benar ingin selesaikan tugas baru kemudian dia pulang,” tutur dia.
“Artinya ini gambaran kecil dan itu terjadi hampir di seluruh wilayah,” sambungnya.
Tak sedikit di antara para dokter dan tenaga kesehatan yang frustrasi. Apalagi, kalau melihat masyarakat yang kerap abai protokol corona. Berkerumun tanpa jaga jarak, tak pakai masker pula.
“Petugas dari Puskesmas sebagai petugas surveilans, kalau ada pernyataan sebuah frustrasi kekecewaan melihat dalam suatu kondisi mereka curhat. Kalau dengan kondisi masyarakat (berkerumun dan abai protokol) seperti ini kapan kita selesai, dok?” ungkap dia.
“Curhatan mereka selalu disampaikan ke kami, apa kita harus seperti ini terus? sampai kapan kita bertahan? sambungnya.
Kata Adib, tenaga kesehatan juga manusia biasa. Mereka punya batas kekuatan kesabaran dan mental.
“Bahkan dari mereka 1-2 ada yang depresi. Ini kondisi lapangan, tapi pada saat respons dari masyarakat, perhatian dari masyarakat dan pemerintah berikan suntikan semangat,” tutupnya.(msn)