Indovoices.com-Singapura sedang menghadapi gelombang ketiga wabah virus corona, dengan peningkatan kasus infeksi domestik yang didominasi pekerja konstruksi asing.
Kasus corona melonjak dua kali lipat dalam seminggu terakhir dari 1.114 kasus pada 3 April menjadi 2.299 pada 11 April.
Angka tiga digit kasus harian terlewati pertama sekali oleh Singapura pada 5 April, di mana ada 120 pasien baru yang terpapar.
Tanggal 9 April menjadi hari paling kelam ketika Singapura mencatatkan rekor kasus tertinggi dalam sehari yaitu 287 kasus.
Kasus-kasus baru ini didominasi oleh kasus infeksi domestik atau transmisi lokal yang angkanya meroket tajam sejak akhir Maret.
Dari 3-11 April tercatat sebanyak 1.222 kasus infeksi domestik. Hanya ada 28 kasus impor sepanjang periode itu.
Melonjaknya kasus infeksi domestik menandai dimulainya gelombang ketiga patogen Covid-19 di Singapura.
Adapun gelombang pertama adalah infeksi dari China khususnya Wuhan, kota munculnya Covid-19.
Gelombang kedua adalah infeksi dari warga yang pulang dari luar negeri khususnya dari Eropa dan Amerika Serikat.
Sebagai upaya pencegahan, pemerintah Negeri “Singa” dalam dua pekan terakhir telah mengeluarkan sejumlah peraturan hingga undang-undang yang memperketat aktivitas sosial warganya.
Singapura saat ini berada dalam status circuit breaker atau bisa dikatakan separuh lockdown sejak Selasa (7/4/2020).
Didominasi pekerja konstruksi asing
Singapura memiliki ketergantungan yang tinggi terhadap pekerja asing. Data Kementerian Tenaga Kerja Singapura (MOM) menunjukkan hampir seperempat dari 5,7 juta populasi Singapura adalah pekerja asing.
Dari 1,4 juta itu, sekitar 20 persen yaitu sebanyak 284.000 adalah pekerja konstruksi bangunan yang berperan besar membangun apartemen dan MRT Singapura.
Kasus infeksi domestik gelombang ketiga ini didominasi oleh kluster pekerja konstruksi asing. Kluster terbesar adalah asrama S11 di distrik Punggol, Singapura Utara, di mana ada 335 pekerja konstruksi asing positif Covid-19.
Mayoritas pekerja konstruksi asing ini berasal dari Bangladesh. Pemerintah Singapura telah memerintahkan agar 5 asrama dengan kapasitas total 75.000 pekerja dikarantina, dan diisolasi total selama 2 pekan ke depan.
Kritik bermunculan terutama dari Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) dan aktivis yang mempertanyakan kondisi asrama yang sangat padat dan tidak bersih.
Fakta bahwa ada 12-20 pekerja asing yang hidup sekamar memunculkan pertanyaan besar bagaimana menjaga jarak minimal 1 meter atau physical distancing antara satu sama lain.
Meningkatnya kasus infeksi domestik tentunya sangat mencemaskan pemerintahan Perdana Menteri Lee Hsien Loong.
Ketakutan terbesar akan penyebaran komunal yang tidak terdeteksi bukan lagi hanya sekedar isapan jempol.
Sebuah panti jompo bernama Lee Ah Mooi Old Age Home misalnyam telah menjadi sebuah kluster di mana 2 pasien lansia yang keduanya berumur 86 tahun meninggal dunia.
Perubahan drastis kehidupan di Singapura
Setelah menuai banyak pujian dari dunia internasional termasuk dari Badan Kesehatan Internasional (WHO), Singapura mendadak mendapat sorotan tajam akibat munculnya gelombang ketiga ini.
Tidak sedikit yang melontarkan kritik pedas. Salah satunya adalah jurnalis terkemuka yang juga mantan pemimpin redaksi surat kabar TODAY P.N. Balji.
“Sungguh mengagetkan melihat perubahan drastis ini. Hanya beberapa minggu yang lalu, nama Singapura harum semerbak karena penanganan Covid-19 yang efisien.”
Hari ini, pemerintahan yang sama kesulitan mengendalikan kasus infeksi domestik yang menyebar cepat terutama di asrama pekerja konstruksi asing,” ucap Balji dikutip dari South China Morning Post.
Lee sendiri bulan lalu pada 12 Maret mengatakan pemerintahannya tidak memiliki rencana sama sekali untuk melakukan lockdown.
Namun warga Singapura diwajibkan tetap di rumah dan hanya keluar untuk keperluan darurat atau esensial. Jarak minimal 1 meter harus diterapkan antarindividu.
Bisnis-bisnis yang tidak esensial harus menghentikan operasionalnya hingga 5 Mei mendatang.
Negeri “Merlion” telah menerbitkan Undang-undang yang melarang segala jenis perkumpulan atau nongkrong sekecil apa pun baik di dalam rumah atau di tempat umum.
Hal ini berarti tidak ada lagi acara mengunjungi anggota keluarga yang tidak hidup serumah, teman, atau pasangan. Jika melanggar akan didenda 10.000 dollar Singapura (sekitar Rp 112 juta) atau hukuman penjara maksimal 6 bulan, atau kombinasi kedua hukuman
Pekerja dan pelajar harus bekerja dan bersekolah dari rumah masing-masing. Penumpang diwajibkan memakai masker jika menggunakan Mass Rapid Transit (MRT).
Pasar-pasar akan melarang siapa pun yang tidak memakai masker untuk masuk berbelanja atau membeli makanan.
Makanan yang dibeli dilarang dikonsumsi di tempat dan harus disantap pulang di kediaman masing-masing.
Lee dalam pidato terbarunya kemarin Jumat menyampaikan circuit breaker tentunya sangat tidak menyenangkan untuk kehidupan sehari-hari, dan berdampak buruk pada ekonomi Singapura yang hampir pasti akan mengalami resesi tahun ini.
PM berusia 68 tahun itu meminta warga untuk mematuhi total regulasi yang ada supaya angka pasien yang terjangkit menurun dan kehidupan kembali normal.(msn)