Indovoices.com –DKI Jakarta tengah menjalani masa Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) transisi. Dalam sebulan ke depan, akan dilihat, apakah perkembangan kasus positif melandai atau justru tinggi lagi seakan gelombang kedua.
Perkantoran mulai dibuka, transportasi umum pun perlahan normal kembali. Tentu dengan tetap menerapkan protokol kesehatan.
Namun sebenarnya, ditinjau dari segi data epidemiologi, penularan corona di DKI terhitung masih masif. Per harinya selalu ada tambahan di atas 70 kasus, dan menjadi yang tertinggi atau di posisi kedua.
Dari data per pekan yang dihimpun kumparan, peningkatan kasus positif malah terjadi jelang PSBB transisi. Bisa cek grafik berikut:
Jadi secara keseluruhan, grafik kasus di DKI masih turun naik. Padahal salah satu syarat mutlak new normal adalah penurunan kasus 50 persen dan konsisten 14 hari.
Pemprov DKI memulai masa PSBB transisi menuju new normal dari 5 Juni hingga 2 Juli. Jadi masih ada waktu tiga pekan lagi untuk menekan kasus.
Namun apabila dilihat dari data 4 hingga 8 Juni ada kenaikan lagi. Secara rata-rata ada 105 kasus per hari dari periode tersebut.
Angka ini lebih tinggi dari rataan di pekan sebelumnya dengan jangka periode yang sama. Pekan sebelumnya secara rata-rata ada penambahan 102 kasus per hari.
Jadi secara berturut-turut selama 2 pekan, pertumbuhan kasus corona di DKI Jakarta naik terus. Tentu ini bukan data yang menggembirakan.
Lalu kita coba lihat aspek lain. Indeks penularan/angka reproduksi (RT) di DKI juga masih turun naik, tidak konsisten di bawah 1.
Bahkan sejak 3 Juni, RT di DKI naik terus. Dan kini di angka 1,13,
Belum lagi, saat hari pertama masuk kantor kemarin, Senin (8/6), situasi di DKI kembali crowded. Stasiun ramai, penumpang KRL berdesakan, dan jalanan macet lagi.
Ahli Epidemiologi UI Pandu Riono mengatakan, hal ini harus segera diantisipasi. Sebab, penularan bisa masif lagi tanpa intervensi.
“Potensi (lonjakan kasus) tentu ada. Apabila tidak diintervensi,” kata Pandu kepada kumparan.
Langkah Bila Pergerakan Orang Tak Terkendali
Sebelumnya, Gubernur DKI Anies Baswedan menyiapkan 2 kebijakan untuk mengendalikan pergerakan orang bila nantinya sudah sangat tinggi dan tak terkendali. Sistem ganjil-genap salah satunya.
“Jadi gini, ada dua. Satu, emergency brake, satu ganjil-genap. Dua-duanya untuk pengendalian. Tapi kita akan lihat jumlah kasus, orang bepergian, dari situ nanti bila diperlukan, baru digunakan,” terang Anies di pintu masuk Stasiun MRT Dukuh Atas, Jakarta, Senin (8/6).
Bila kebijakan ini diambil, semua sektor yang semula dibuka 50 persen, harus kembali ditutup dan pelaksanaan PSBB kembali dilakukan secara penuh.
Adapun ganjil-genap akan diberlakukan jika jumlah warga di luar rumah lebih banyak dari yang bisa dikendalikan. Yang kemudian berpotensi atau berujung pada kenaikan kembali kasus di Jakarta.
“Kebijakan itu dilakukan jika dipandang perlu ada pengendalian jumlah penduduk di luar rumah karena ternyata yang keluar rumah lebih banyak dari yang bisa dikendalikan. Jadi selama belum ada kondisi yang mengharuskan pengendalian jumlah penduduk di luar, dan selama belum ada Kepgub, maka tidak ada ganjil-genap,” tegasnya. (msn)