Indovoices.com– Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati bersama Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly mewakili pemerintah dalam penyerahan dan pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) mengenai Peraturan pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) yang akan diundangkan menjadi Undang-Undang Perppu Nomor 1 Tahun 2020 tentang Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan kepada Pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) di Gedung Nusantara 3 lantai 2 DPR.
Menkeu menjelaskan bahwa Presiden dua hari yang lalu telah menandatangani Perppu dalam rangka untuk merespon kondisi penyebaran COVID-19 di seluruh dunia yang telah menjadi krisis kesehatan dan krisis kemanusiaan, berpotensi menciptakan krisis ekonomi maupun krisis keuangan.
“Oleh karena itu langkah-langkah yang extra ordinary, luar biasa, perlu dilakukan karena kita menghadapi kondisi yang diluar kebiasaan. Disinilah Perppu dijadikan sebagai landasan hukum untuk merespon di dalam rangka melaksanakan langkah-langkah penyelamatan kesehatan dan keselamatan masyarakat, membantu masyarakat yang terdampak dan membantu dunia usaha serta sektor ekonomi serta diharapkan tetap menjaga stabilitas sektor keuangan,” jelas Menkeu.
Untuk bisa menangani COVID-19 ini, anggaran di bidang kesehatan perlu untuk diprioritaskan dan beberapa langkah sudah dilakukan. Pertama melalui realokasi dan refocusing dari APBN 2020 maupun APBD di setiap pemerintah daerah. Tambahan anggaran kesehatan sebesar Rp75 triliun yang akan nanti dilakukan rinciannya dalam bentuk Perpres.
Rp75 triliun di bidang kesehatan menyangkut penambahan anggaran untuk pembelian alat-alat kesehatan termasuk alat pelindung diri (APD) bagi seluruh tenaga medis juga mengupgrade 132 rumah sakit yang menjadi rumah sakit rujukan di seluruh Indonesia baik di RS pusat maupun daerah. Termasuk insentif dokter spesialis Rp15 juta perbulan, dokter umum Rp10 juta, perawat Rp7,5 juta, tenaga kesehatan lainnya dan tenaga administrasi RS Rp5 juta yang diberikan selama 6 bulan, termasuk santunan kematian sebesar Rp300 juta perorang.
Penyaluran Rp75 triliun ini bisa melalui BNPB sebagai Gugus Tugas untuk penanganan COVID-19 maupun melalui Kementerian Kesehatan dan sebagian juga melalui daerah.
Kedua, Menkeu mengatakan bahwa Presiden juga menginstruksikan supaya jaminan dan bantuan sosial bisa ditingkatkan karena masyarakat, terutama yang termiskin akan sangat terkena langkah-langkah seperti pembatasan sosial yang meluas dengan adanya kebijakan bekerja dari rumah, belajar dari rumah, bahkan ibadah di rumah.
Oleh karena itu, ada penambahan Rp110 triliun untuk peningkatan jaminan sosial yang mencakup 10 juta penerima PKH yang juga ditingkatkan manfaatnya. Dari 15,2 juta naik jadi 20 juta untuk mereka yang mendapatkan kartu sembako atau santunan untuk pembelian barang-barang pokok. Pemerintah memberi pembebasan listrik bagi pelanggan listrik 450 kVA dan pelanggan listrik 900 kVA yang diberikan diskon 50% untuk 3 bulan.
“Kita juga meningkatkan kartu pra kerja menjadi dua kali lipat dari Rp10 triliun menjadi Rp20 triliun untuk mampu menampung pekerja pekerja informal yang akan sangat terdampak karena adanya pembatasan sosial yang meluas juga beberapa langkah bersama pemerintah daerah untuk menanggulangi mereka yang terdampak baik itu di tenaga kerja formal maupun informal,” kata Menkeu.
Presiden menambahkan Rp70 triliun untuk mendukung dunia usaha yang menghadapi masa sulit ini untuk membebaskan mereka dari pajak 21 yaitu pajak karyawan dan PPN yang ditanggung pemerintah serta untuk PPH 25 yang akan mendapatkan pengurangan 30% selama 6 bulan. Di dalam Perppu juga dimasukkan penurunan tarif PPH dari 25% menjadi 22%.
“Ini semuanya adalah bagian dari keuangan negara yang masuk di dalam Perppu agar bisa dengan segera dan efektif membantu masyarakat dan dunia usaha yang menghadapi situasi yang sangat sulit di dalam kondisi yang luar biasa ini,” jelas Menkeu.
Bagian kedua Perppu adalah mengenai stabilitas sektor keuangan di mana apabila kondisi ekonomi dan sosial mendapatkan tekanan COVID-19 akan makin memburuk, maka berpotensi mempengaruhi stabilitas sektor keuangan. Oleh karena itu, di dalam Perpu diatur langkah-langkah Komite Stabilitas Sistem Keuangan bisa melakukan tindakan untuk mencegah terjadinya krisis keuangan.
Untuk Bank Indonesia (BI), diharapkan bisa membantu likuiditas bagi bank sistemik maupun non sistemik serta bisa membeli surat berharga negara (SBN)di pasar perdana dalam situasi pasar yang sangat tidak normal.
Dalam Perppu ini juga terdapat langkah-langkah bagi LPS untuk bisa menangani bank yang bermasalah dan OJK untuk melakukan relaksasi dan melakukan tindakan-tindakan diperlukan agar lembaga-lembaga keuangan tetap bisa dijaga kesehatannya.
KSSK juga bekerjasama dengan Kejaksaan, Kepolisian dan bahkan KPK agar potensi moral hazard atau penyalahgunaan dari Perppu ini bisa dihindari. (Kemenkeu)