Indovoices.com –Relawan Lapor Covid-19, Tri Maharani, menduga nyawa pasien Covid-19 asal Depok yang ditolak 10 rumah sakit tak terselamatkan karena ruang ICU penuh. Menurut dia, buruknya Sistem Penanggulangan Gawat Darurat Terpadu (SPGDT) menyebabkan ruang ICU di rumah sakit rujukan terisi penuh.
“Menurut saya yang Depok salah satu masalahnya, karena semua (rumah sakit) penuh,” kata dia saat dihubungi, Sabtu, 16 Januari 2021.
Sebelumnya, Lapor Covid-19 menerima laporan dari warga bahwa seorang pasien Covid-19 meninggal di taksi daring setelah ditolak 10 rumah sakit. Kondisi pasien sesak napas, sehingga membutuhkan alat bantu ventilator. Lapor Covid-19 menerima informasi ini dari keluarga pasien pada 3 Januari 2021.
Tri menjelaskan, rumah sakit harus membentuk jaringan yang dinamakan pre-hospital care. Maksudnya adalah pelaksanaan 3T, yaitu tracing, testing, dan treatment (perawatan) digenjot agar warga terinfeksi Covid-19 terlacak sesegera mungkin.
Menurut dia, SPGDT termasuk dalam jaringan pre-hospital care. Melalui SPGDT, lanjut dia, seharusnya komunikasi antar fasilitas kesehatan mulai dari puskesmas hingga rumah sakit tipe A terkoneksi.
Dengan begitu, pasien Covid-19 dari desa atau kampung bisa dijemput menggunakan ambulans rumah sakit. “Jadi bukan masyarakat yang mencari rujukan keliling-keliling naik (taksi) online. Itu salah,” ujar dokter ahli toksikologi ini.
Tri mengingatkan pentingnya menggencarkan pelacakan dan pengetesan terhadap warga yang berkontak erat dengan pasien Covid-19. Dengan pelacakan itu, rantai penularan virus corona dapat dipangkas, tingkat keterisian rumah sakit rujukan juga bisa menurun.
“Jadi (keterisian) rumah sakit bisa berkurang dari orang-orang yang membutuhkan kalau ditemukan di fase dini,” jelasnya.
Tri menyampaikan, kesulitan mencari ruang ICU bagi pasien Covid-19 di Jabodetabek terasa sejak September 2020 hingga saat ini.(msn)