Indovoices.com- Sejak 2015 sampai dengan sekarang, nyatanya penegakan hukum atas kasus karhutla baru berhasil menciptakan efek kejut. Belum sampai memunculkan efek jera. Oleh karena itu, pemerintah akan melakukan perluasan penindakan dengan melibatkan peran kepala daerah.
Demikian disampaikan Dirjen Penegakan Hukum KLHK Rasio Ridho Sani saat menjadi pembicara dalam Diskusi Media Forum Merdeka Barat (FMB) 9 dengan tema “Proses Penegakan Hukum Karhutla”, bertempat di Kantor Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Jakarta.
“Sejak 2015 sampai dengan sekarang, penegakan hukum baru memberikan efek kejut, blm efek jera. Sehingga kami memutuskan untuk melakukan perluasan penindakan. Caranya dengan melibatkan bupati wali kota,” katanya.
Dasar pertimbangannya, dijelaskan Rasio, jika diinginkan adanya pencegahan kuat, maka pengawasan itu harus dimaksmalkan. Dan siapa yang memiliki kewajiban melakukan pengawasan, dia mengatakan, itu adalah pihak yang memberikan izin.
“Pengawasan adalah pencegahan paling kuat. Siapa yang berwenang berikan izin, wajib melakukan pengawasan. Jadi kalau bupati wali kota menugaskan dilakukan pengawasan, ya ini sama dnegan melakukan fungsi pencegahan,” katanya.
Pengawasan yang dilakukan pemerintah daerah, menurut Rasio, mudahkan pusat untuk melakukan pencegahan. “Itu karena selain kami terbatas SDMnya, bupati atau wali kota pun bisa berikan sanksi administratif. Yang mana, itu lebih cepat ketimbang proses hukum di peradilan,” katanya.
Data Forensik
Selain melakukan perluasan penindakan, Rasio mengatakan, pihaknya juga mengembangkan perangkat hukum yang ada. “Sehingga jika pada 2015 hanya digunakan adalah Pasal 88 tentang tanggung jawab mutlak perusahaan yang lahannya terbakar, sekarang kami melihat peluang melakukan perampasan keuntungan,” katanya.
Potensi pengembangkan pemidanaan itu, tutur Rasio, dapat dilihat dengan menggunakan data forensik. “Jangan-jangan2lima tahun lalu bakar lahan itu. Jadi kenapa butuh forensik karena itu kejadian lama,” katanya.
Kelak dari pengolahan data forensik itu, Rasio mengatakan, akan diserahkan juga ke pemerintah daerah, agar bisa diambil langkah-langkah tegas. “Termasuk, bukan hanya pembekuan operasional, tapi bahkan pencabutan izin usaha,” katanya.
Turut pula hadir sebagai narasumber dalam FMB 9 kali ini antara lain Kasubdit Pengelolaan Gambut KLHK M Askary. (jpp)