Indovoices.com –Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta mengecam sikap Kepala Badan Reserse Kriminal (Kabareskrim) Komjen Pol Agus Andrianto terhadap laporan Indonesia Corruption Watch (ICW) terkait dugaan gratifikasi yang diterima Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri dalam penyewaan helikopter pada Juni 2020.
LBH Jakarta mengatakan, tak semestinya Kabareskrim selaku representasi Kepolisian RI buru-buru menolak laporan tersebut dan menyudutkan ICW.
“Pernyataan tersebut tidak mencerminkan sikap profesionalisme aparat penegak hukum sebagai pelayan publik,” kata Direktur LBH Jakarta Arif Maulana dalam keterangannya, Sabtu (5/6/2021).
Arif mengatakan, laporan terhadap Firli tersebut adalah bentuk partisipasi warga dalam pemberantasan korupsi dan hak warga negara untuk mendorong penegakan hukum terhadap dugaan tindak pidana gratifikasi.
Sementara itu, kepolisian memiliki wewenang melakukan penyelidikan dan penyidikan terhadap suatu peristiwa yang diduga tindak pidana, sesuai dengan UU Kepolisian dan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).
Selain itu, setiap anggota kepolisian dilarang menolak laporan atau pengaduan dari masyarakat tanpa alasan yang sah.
“Hal ini berdasarkan Pasal 13 ayat (2) huruf (a) Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2009 Tentang Implementasi Prinsip Dan Standar Hak Asasi Manusia Dalam Penyelenggaraan Tugas Kepolisian Negara Republik Indonesia,” lanjut Arif.
Arif juga mengatakan, sikap Kabareskrim yang menolak pelaporan ICW, karena fokus dalam penanganan dampak kesehatan dan pemulihan ekonomi nasional adalah alasan yang tidak dapat diterima, karena pemberantasan korupsi akan mempercepat pemulihan dampak kesehatan dan ekonomi.
Oleh karenanya, pelaporan tersebut mestinya menjadi prioritas.
LBH Jakarta juga menekankan, laporan ICW terkait dugaan gratifikasi Firli Bahuri merupakan proses terpisah dari pemeriksaan dan persidangan Pelanggaran Kode Etik yang dilakukan oleh Dewan Pengawas KPK.
“Menyatakan Polri tidak mau ditarik-tarik dan akan mengembalikan laporan ke internal KPK (Dewas KPK) jelas keliru, karena yang dilaporkan ke Kepolisian adalah dugaan tindak pidana gratifikasi yang dilakukan oleh Firli Bahuri bukan soal kode etik yang dapat diselesaikan internal atau dewan pengawas KPK,” tulis LBH Jakarta.
LBH juga mengingatkan tindakan Kabareskrim yang menolak laporan dugaan tindak pidana merupakan bentuk Pelanggaran Etik.
Berdasarkan hal tersebut, LBH Jakarta mendesak Kepolisian RI untuk independen dan profesional dalam menjalankan tugas dan tanggung jawabnya menegakkan hukum dan keadilan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Kemudian, meminta Kapolri untuk menegur dan melakukan evaluasi sikap tidak profesional Kabareskrim sesuai dengan aturan yang berlaku.
“Terakhir, meminta Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan Markas Besar Kepolisian Republik Indonesia segera memeriksa dugaan pelanggaran etik yang dilakukan oleh Kabareskrim karena menolak laporan dugaan tindak pidana,” pungkasnya.
Diberitakan, Kabareskrim Komjen Pol Agus Andrianto meminta institusi Polri tak ditarik-tarik terkait dugaan penerimaan gratifikasi Firli Bahuri saat menyewa helikopter untuk perjalanan pribadi pada Juni 2020.
Pernyataan Agus tersebut menanggapi laporan ICW soal dugaan gratifikasi yang diterima Firli dari perusahaan penyewa helikopter, PT APU.
“Jangan tarik-tarik Polri. Saat ini kami fokus kepada penanganan dampak kesehatan dan pemulihan ekonomi nasional dan investasi,” kata Agus saat dihubungi wartawan, Jumat (4/6/2021).
Menurut Agus, masalah tersebut sudah selesai lewat sidang etik Dewan Pengawas KPK yang menjatuhkan teguran tertulis II kepada Firli.
Ia pun menyatakan, berkas laporan dari ICW akan diserahkan kepada Dewan Pengawas. “Nanti kami kembalikan ke Dewas saja. Kan sudah ditangani,” ujarnya.