Hari ini heboh di dunia sosial media mengenai salah satu anak Presiden Jokowi yang terpergok naik pesawat Wing Air. Mungkin sebagian pembaca telah mengetahui kronologinya. Bagi yang belum, saya hanya akan menceritakan secara singkat saja, untuk versi lengkapnya dapat dibaca disini
https://www.suarasosmed.com/2017/12/anak-presiden-jaman-now-yang-bikin.html?m=1
Gibran Rakabuming terpergok netizen naik pesawat Wing Air tujuan Solo ke Surabaya, awalnya pesawat dijadwalkan akan berangkat pukul 10.30 namun terjadi delay hingga 3 jam. Setibanya di Surabaya, kondisi cuaca yang dalam keadaan hujan membuat penumpang termasuk Gibran juga harus basah karena kehujanan ketika turun dari pesawat menuju terminal.
Yang membuat saya kagum adalah kesederhanaan beliau, padahal sebagai anak seorang presiden, bukanlah hal yang sulit bagi Gibran untuk meminta pengawalan, diperlakukan istimewa, bahkan manajemen Wings Air pun seandainya diminta, pasti bersedia mengantar beliau naik pesawat dan menyambutnya turun pesawat, semudah menjentikkan jari. Namun semua itu tidak dilakukannya, Gibran lebih memilih berbaur dengan penumpang lainnya, harus mengalami delay bahkan kehujanan.
Namun tidak semuanya mengagumi kesederhanaan seorang Gibran, ada saja orang orang yang nyinyir dan syirik, salah satunya adalah Andi Arief yang merupakan mantan staff khusus zaman Presiden Sby, demikian isi cuitannya di tweeter:
Pesawat delay 3 jam dipake untuk kerakyatan yang “vulgar”. Konyol.
Mungkin si Andi Arief lupa kalau kata konyol itu lebih layak diberikan kepada anak mantan majikannya Edhi Bhaskoro yang biasa disebut Ibas, hanya demi menunggu dirinya dan rombongannya, pesawat Garuda pun harus delay selama 20 menit. Mungkin juga si Andi Arief lupa kalau Ibas pernah mentweet “Wahai Rakyatku…”, itulah yang layak disebut konyol. Sejak kapan rakyat Indonesia adalah rakyatnya Ibas?. Dan mungkin Andi Arief harus mengkonyolkan dirinya sendiri karena mengeluarkan komentar yang konyol.
Sebaliknya, ketika naik pesawat, Gibran sendiri tidak mengumumkan dirinya sebagai anak presiden didalam pesawat. Malah hampir luput dari perhatian penumpang pesawat lainnya.
Itulah bentuk kesederhanaan yang harusnya menjadi contoh bagi para pejabat dan keluarga pejabat lainnya di republik ini yang sayangnya sudah langka. Para pejabat lebih suka dianggap penting, merasa hebat, ada anggota dewan yang bahkan tidak malu-malu minta ke Kedubes fasilitas antar jemput buat anaknya yang keluar negeri. Ada juga anggota dewan yang minta kenaikan anggaran hanya untuk memuaskan seleranya makan lobster tiap hari. Bahkan para lurah lebih nyaman bersembunyi didalam kantornya yang ber-AC, kursi empuk daripada turun ke lapangan untuk menyelesaikan permasalahan di daerahnya sendiri.
Demikian juga para anak pejabat, tidak kalah angkuhnya dibanding orang tuanya. Sudah menjadi rahasia umum, saat sang orang tua mendapatkan jabatan di instansi tertentu, sang anak pun tak malu-malu untuk meminta proyek kepada orang tuanya. Masih mending bila proyek tersebut dikerjakan dengan baik dan benar, lebih seringnya proyek tak selesai tapi uang habis. Dari situlah munculnya istilah KKN (Korupsi, Kolusi, Nepotisme). Korupsi yang dilakukan dengan cara bersepakat (kolusi) dengan pihak-pihak tertentu dan melibatkan kepentingan keluarga (nepotisme).
Jadi tidak heran apabila suatu daerah memiliki pemimpin, apakah itu gubernur, bupati atau walikota yang setelah habis masa jabatannya, bisa diteruskan lagi oleh anak atau istrinya dan biasanya disebut politik dinasti.
Beruntunglah presiden kita saat ini tidak demikian. Presiden Jokowi dan keluarganya mungkin layak disebut sebagai keluarga pejabat atau pemimpin yang masih menganut prinsip-prinsip kesederhanaan dari sekian banyak pejabat lainnya. Anak-anaknya juga tidak pernah minta macam-macam kepada orang tuanya. Masing masing berdikari (berdiri di atas kaki sendiri). Gibran Rakabuming sendiri dikenal sebagai pengusaha catering dan martabak. Kaesang Pangarep, putra kedua Jokowi malah merambah bisnis clothing line dengan merk Sang Javas. Jadi tidak ada satupun yang memiliki bisnis yang berkaitan dengan proyek-proyek pemerintahan.
Jadi bila kita memang ingin memiliki presiden yang merakyat, Jokowilah orangnya. Bila kita menginginkan keluarga presiden yang sederhana dan tidak memanfaatkan jabatan orang tua untuk minta proyek, keluarga Jokowilah contohnya. Buat apa lagi milih yang lain?. Toh pemimpin ideal yang menjadi harapan kita sudah ada di depan mata. Tinggal meminta beliau meneruskan lagi hingga periode berikutnya.