Indovoices.com-Menko Kemaritiman dan Investasi Luhut B. Pandjaitan menyatakan bahwa Indonesia adalah “Keajaiban Modal Alam Dunia”. Hal tersebut diungkapkan Menko Luhut Di hadapan forum Tri Hita Karana yang merupakan bagian dari World Economic Forum, diadakan di Davos, Swiss.
“Kekayaan alam modal alam Indonesia ini sangat bernilai untuk karbon kredit, hilangnya karbon tidak dapat dipulihkan, Sekali hilang mereka tidak dapat dipulihkan dalam skala waktu yang berarti bagi krisis iklim saat ini,” ujar Menko Luhut.
Menyikapi krisis iklim akhir-akhir ini, Menko luhut lalu mengungkapkan, Indonesia juga merupakan rumah bagi salah satu hutan hujan terakhir yang tersisa, dengan potensi hutan hujan tropis terbesar ketiga, dan sekitar 200 ton karbon yang tidak dapat dipulihkan per ha, lebih besar dibandingkan dengan Hutan Amazon dengan potensi 100 ton karbon per hektar.
“60 juta orang juga bergantung langsung pada ekosistem alami ini. Oleh karenanya kita harus menemukan cara untuk menyediakan mata pencaharian, sementara kita menghargai dan melestarikan jasa ekosistem hutan dan laut,” tambahnya.
Adapun, Forum Tri Hita Karana yang diketuai Cherry Salim, mengeksplorasi instrumen keuangan campuran, hijau dan biru yang dapat digunakan untuk menghasilkan pembiayaan pembangunan yang melestarikan sumber daya alam sekaligus menciptakan lapangan kerja atau pendapatan lokal.
“Oleh karenanya, kami mengundang Anda untuk bekerja bersama kami untuk mengembangkan mekanisme pendanaan karbon yang kuat untuk melindungi habitat berharga yang tak tergantikan ini. Presiden RI, Joko Widodo juga telah mengumumkan moratorium pembukaan hutan hujan primer yang telah menyebabkan pengurangan signifikan dalam deforestasi,” ujar Menko Luhut.
Berbagai upaya terus dilakukan oleh pemerintah Indonesia, di antaranya dengan melakukan berbagai inovasi, seperti misalnya penerbitan obligasi penggunaan lahan berkelanjutan pertama di dunia pada tahun 2018, dengan nilai cukup fantastis yaitu 95 juta USD.
“Kami mendukung solusi untuk perikanan berkelanjutan dengan “Blue Halo S”. Banyak dari Anda di ruangan ini bekerja pada inisiatif untuk membiayai “Hutan Hujan Indonesia yang utuh” di Aceh, Kalimantan Utara, Papua, dan Papua Barat. Dan kami telah mempelopori “Inisiatif Pembangunan Rendah Karbon” yang menyediakan peta jalan untuk pertumbuhan rendah karbon yang berkelanjutan,” jelasnya.
Lebih lanjut, Menko luhut pun memaparkan mengenai komitmen Indonesia dalam hal pengurangan sebesar 29 persen dari emisi gas rumah kaca pada 2030 melalui pengelolaan lahan dan kehutanan, pengembangan dan konservasi energi, dan pengelolaan limbah.
“Panas bumi, gelombang lautan, limbah dan sumber terbarukan lainnya menawarkan potensi besar untuk mengurangi sumber energi tradisional dalam Inisiatif Pembangunan Rendah Karbon yang selaras dengan anggaran nasional dan regional. Pemerintah bermaksud untuk mencari kemitraan dengan sektor swasta untuk mewujudkan transisi menuju pertumbuhan inklusif yang berkelanjutan secara sosial dan lingkungan,” jelasnya.
Dalam kesempatan tersebut, Menko Luhut yang mewakili pemerintah Indonesia juga mengumumkan “Dewan Penasihat Internasional tentang Modal Alam dan Kredit Karbon”. Ketua Dewan ini adalah Guido Schmidt-Traub, Direktur Eksekutif Jaringan Solusi Pembangunan Berkelanjutan PBB atau “SDSN”. Indonesia adalah rumah bagi SDSN cabang Asia Tenggara, yang dipimpin oleh Ketua Pusat Penelitian Perubahan Iklim Universitas Indonesia Dr. Jatna Supriatna dan Presiden United in Diversity Foundation, Mari Pangestu. Mitra pendiri dewan yang diundang termasuk Bank Dunia, WEF, WRI, Conservation International dan IDH.
Forum ini juga dihadiri oleh Menko Perekonomian Airlangga Hartarto, Menteri Kominfo Johnny G. Plate, Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal, Bahlil Lahadahlia dan Ketua ICC Paul Polman. (kominfo)