Indovoices.com –Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan menyayangkan, selama puluhan tahun Indonesia hanya bisa mengekspor sebagian besar bahan mentah hasil pertambangan, tanpa adanya nilai tambah.
Karenanya, saat ini pemerintah akan mencoba melakukan berbagai upaya pertambahan nilai dari hasil-hasil barang tambang tersebut, seperti misalnya pada komoditas nikel ore.
“Sekarang kita coba lakukan dengan nikel ore ini, yang akan sampai pada lithium baterai,” kata Luhut di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta.
Luhut memastikan, Indonesia saat ini memiliki cadangan sekitar 40 persen dari lithium baterai di dunia, di mana kualitas lithium baterai itu merupakan kualitas kelas atas.
Apalagi, teknologi saat ini diyakininya sudah mampu untuk melakukan proses ekstraksi, dari tingkat rendah nickel ore menjadi kobalt. “Jadi kita punya 70 persen lebih bahan baku untuk lithium baterai itu,” ujar Luhut.
Karenanya, Luhut menegaskan bahwa pada 2024 mendatang, pemerintah telah menargetkan untuk memiliki industri lithium baterai melalui serangkaian upaya pengembangan yang telah digarap sejak dini.
Langkah itu diajukan agar nantinya Indonesia bisa menjadi salah satu dari global supply chain, dalam hal penyediaan bahan baku dari kebutuhan pembuatan lithium baterai tersebut.
Luhut menjelaskan, kenapa upaya ini merupakan hal yang sangat penting bagi pengembangan industri nasional ke depan, khususnya yang mampu ikut mendorong perekonomian nasional.
Sebab, dipastikan bahwa pada 2025 ke depan, pasar-pasar mobil di luar negeri, khususnya di kawasan Eropa, sudah akan menggunakan lithium baterai tersebut sebagai bagian dari produksi mobilnya.
“Dan sumbernya hanya Indonesia. Jadi Indonesia akan memainkan peran penting (dalam produksi lithium baterai), dan itu sudah kita bawa ke WTO,” kata Luhut.
“Karena ekspor kita selama ini 98 persen ke Tiongkok, maka saya usul kepada presiden agar kita ‘banned‘. Tapi saya bilang, kalau mereka mau investasi di Indonesia, ya silakan,” ujarnya.(msn)