Indovoices.com- Keluarga Tangguh Bencana (Katana) merupakan mikrokosmos dari penanggulangan bencana. Dalam konteks bencana, keluarga menjadi fokus inti. Diharapkan dalam upaya peningkatan ketangguhan bencana dan ketahanan terhadap bencana, konsepsi katana menjadi penting dan dapat dikembangkan serta diterapkan sebagai proses yang terus-menerus.
Pada peringatan bulan pengurangan risiko bencana 2019 di Pangkal Pinang, Bangka, salah satu pembahasannya dalam Technical Event #12 adalah tentang Keluarga Tangguh Bencana ( KATANA) .
Kasubdit Peran Lembaga Usaha BNPB Firza Ghozalba mengatakan bahwa Katana bagian dari Destana dan akan diimplementasikan di tahun 2020. Sasaran prioritas adalah masyarakat yang tinggal di daerah rawan bencana berdasarkan daftar di buku katalog bencana.
Keluarga ditingkatkan keselamatan, ketangguhannya dalam menghadapi kemungkinan atau potensi bencana. Akar permasalahan di lapangan yang ditemukan adalah kapasitas terkait pemahaman dan kesiapsiagaan menghadapi bencana yang masih perlu ditingkatkan. Jika masalah-masalah tersebut teratasi, korban menjadi kecil.
“Kunci Katana adalah adanya partnership/kemitraan antarlintas sektor. Katana bukan milik BNPB tetapi program bersama baik di pemerintahan maupun pemangku kepentingan lainnya.” ujar Firza.
Ada tiga tahapan dalam katana, yakni pertama sadar risiko bencana mengetahui dan sadar akan risiko bencana di lingkungannya. Kedua, pengetahuan, yakni mengetahui dan memperkuat struktur bangunan paham manajemen bencana, edukasi bencana, dan ketiga, berdaya, yakni mampu menyelamatkan diri sendiri keluarga dan tetangga.
Diselaraskan dengan hari kesiapsiaagan setiap 26 April. Evakuasi mandiri di tingkat keluarga dilakukan siang dan malam hari. Karena bencana sering terjadi pada siang dan malam hari.
Save the children mengulas mengenai Google untuk Komunitas di mana disampaikan temuaan scooping di Kabupaten Bandung Barat, Bandung, dan Tasikmalaya terkait dengan kesiapsiagaan bencana gempa dan tsunami yang berfokus pada anak dan kelompok rentan.
Rekomendasi dari projek ini adalah peningkatan koordinasi; pemanfaatan seluruh media dan platfrom e-learning untuk belajar dan meningkatkan kapasitas dan partisipasi. Di Save the Children ada e-learning terkait education in emergency; keterjangkauan kelompok rentan dengan media yang aksesibel. “Teknologi itu jangan sampai menjadi bencana. Jika teknologi tidak bisa dijadikan basis, maka perlu untuk menggunakan platform yang lain,” ucap Budi Utama dari Save the Children.
Tingginya potensi ancaman dan jumlah masyarakat yang terpapar risiko bencana menyebabkan perlunya meningkatkan kemampuan dan keterampilan masyarakat secara terus-menerus sehingga masyarakat di seluruh Indonesia dapat mengetahui bagaimana harus merespons dalam menghadapi situasi kedaruratan bencana.
Penasehat museum gempa Profesor Sarwidi mengingatkan bahwa jangan membiarkan ancaman menjadi bencana. Penggunaan pedoman struktur aman gempa dalam membangun bangunan juga sangat penting.
Pembangunan rumah tahan gempa yang di Indonesia ada Risha, Barrataga, Simutaga, dan Barralaga. Bangunan bisa dibuat tahan gempa. Setelah itu dilakukan pengendalian dalam penerapannya.
Keluarga memiliki peran penting dalam pengurangan risiko bencana karena keluarga adalah struktur masyarakat terkecil pertama yang memberikan sosialisasi kepada setiap anggotanya. Keluarga dapat memberikan sosialisasi pendidikan bencana sejak dini terutama kepada anak-anak dan remaja.
Tiga poin penting yang menjadi usulan program Keluarga Tangguh Bencana (Katana), yaitu Katana dapat menjadi sokoguru ketangguhan komunitas dan keluarga terhadap risiko bencana . Lalu, Katana menggunakan informasi berbasis teknologi untuk memperkuat upaya-upaya ketahanan keluarga dan lingkungan dan ujungnya pada ketahanan bangsa. Dan terakhir, Katana harus melibatkan kelompok rentan, anak-anak, ibu hamil, lansia dan perempuan, harus dimulai dari keluarga untuk ketangguhan dalam menghadapi bencana. (jpp)