Indovoices.com-Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Langsung Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Wiendra Waworuntu mengingatkan tentang bahaya terjadinya kebakaran hutan dan lahan (karhutla) di masa pandemi Covid-19.
Menurut Wiendra, tingginya indeks standar pencemar udara (ISPU) di suatu daerah berbanding lurus dengan kasus kematian Covid-19.
Hal ini disampaikan Wiendra merespons Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) yang menyampaikan prediksi karhutla akibat puncak kemarau.
“Kalau terjadi kebakaran hutan maka risiko (Covid-19)-nya pasti lebih tinggi. Dan besarnya angka kematian bahwa ini berbanding lurus dengan meningkatnya ISPU,” kata Wiendra dalam konferensi pers online bersama BNPB.
“Artinya, kalau bener-bener karhutla itu kemungkinan orang yang ada Covid-19 di situ pasti tinggi juga kasusnya,” ujar dia.
Wiendra mengatakan, yang sangat berbahaya dari kebakaran hutan dan lahan adalah asap yang mengandung udara tercemar.
Hal itu dapat menyebabkan seseorang terserang penyakit infeksi saluran pernapasan akut (ISPA).
Di masa pandemi Covid-19, keberadaan asap yang mengandung udara tercemar akan berdampak lebih buruk lagi. Sebab, udara tercemar akan memperberat kondisi pasien Covid-19.
“Kalau di masa Covid-19 tentu akan lebih sangat berbahaya,” ujar Wiendra.
Untuk mengatasi hal tersebut, Wiendra meminta fasilitas kesehatan lebih dipersiapkan, dan para petugas kesehatan ia sarankan untuk lebih mempersiapkan diri.
“Makanya perlu ada ruang luas untuk evakuasi dan penjernih udara dan ruangan air purifier. Ini tidak beda dengan Covid-19, tapi kalau Covid-19 isolasi beda, tidak boleh disamakan dengan pasien ISPA,” kata dia.
Sebelumnya, Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) menyatakan, ada sejumlah daerah yang akan mengalami kemarau lebih kering karena kondisi hujan di bawah normal pada musim kemarau 2020.
Kepala Bidang Prediksi dan Peringatan Dini Cuaca BMKG Miming Saepudin mengatakan, kondisi yang relatif lebih kering itu terjadi di sebagian Pulau Sumatera dan Pulau Kalimantan.
Karena kondisi tersebut, beberapa daerah di Pulau Sumatera, seperti Riau, Jambi, dan Sumatera Selatan rawan mengalami kebakaran hutan dan lahan (karhutla).
“Daerah rawan karhutla di wilayah Sumatera, yang relatif curah hujannya menengah sampai rendah itu dimulai dari Juni hingga September,” kata Saepudin dalam konferensi pers online bersama BNPB.
Sementara itu, Saepudin menyebutkan, daerah di Pulau Kalimantan yang rawan karhutla yaitu Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, dan Kalimantan Selatan.
“Untuk wilayah Kalimantan yang perlu diwaspadai antara kisaran Agustus dan September itu curah hujan menengah sampai rendahnya signifikan,” kata dia.
Secara umum, ia menyatakan bahwa BMKG memprediksi puncak musim kemarau tahun ini terjadi pada Agustus.
Dia menyebutkan, awan musim kemarau sudah mulai tampak sejak awal Mei.(msn)