Betapa kagetnya saya mendengar pernyataan Sandiaga Uno yang mengatakan bahwa akibat melambungnya dollar saat ini, emak-emak yang pergi ke pasar membawa uang Rp 100 ribu hanya akan pulang membawa bawang dan cabai saja.
Pernyataan Sandiaga ini terang saja memicu kekhawatiran para bapak-bapak seperti saya ini. Bukan apa-apa, ketika uang 100 ribu rupiah hanya bisa untuk beli bawang dan cabai, terbayang dalam benak saya malam ini hanya akan ada sambal bawang yang tersaji di meja makan, tanpa nasi dan lauk apalagi semangka sebagai buah pencuci mulut. Ini mungkin saja terjadi karena memang saya mematok budget belanja istri Rp 100 ribu/ hari.
Sebuah situasi yang cukup mengerikan bagi saya mengingat terakhir kali saya menjumpai menu makanan semacam ini adalah 25 tahun yang lalu tatkala saya hidup di kampung bersama mendiang kakek dan nenek.
Tak mau lagi mengkonsumsi hoax, sayapun nekat pergi ke pasar membawa uang 100 ribu rupiah untuk membuktikan pernyataan Sandiaga. Harga diri, wibawa dan kodrat saya sebagai seorang bapak terpaksa saya korbankan untuk sementara demi mencari tahu kebenaran yang hakiki terkait mahalnya harga bahan pokok…
Dan akhirnya kecurigaan saya terbukti, apa yang disampaikan Sandiaga ternyata tidaklah benar. Inilah perolehan belanjaan saya berbekal uang 100 ribu rupiah :
✔️ Paha ayam montok 2 ekor Rp 30.000
✔️ Telur curah berkualitas Rp 15.500
✔️ Tape singkong manis legit Rp 5.000
✔️ Brokoli super segar Rp 15.000
✔️ Bawang bombai bulet wangi Rp 2.000
✔️ Wortel lokal ranum Rp 3.000
✔️ 2 bungkus bumbu ayam ungkep resep kalasan Rp 3.600
✔️ Kopi premium serenceng Rp 15.000
✔️ Bensin eceran ron 92 seliter Rp 10.000
✔️ sisa Rp 1.000 pas buat bayar parkir liar
Itulah hasil perburuan belanja saya dengan uang Rp 100.000, Live dari Pasar tradisional Serdang, Kemayoran, Jakarta Pusat malam tadi…
Dengan demikian apa yang disampaikan Sandiaga bahwa uang 100 ribu rupiah hanya cukup untuk beli bawang dan cabai saya nyatakan hoax…
Sayapun tertarik untuk menganalisa lebih dalam apa yang menyebabkan harga cabai dan bawang melambung dimata bang Sandi. Berikut ini tiga kemungkinannya…
Kemungkinan pertama, Sandiaga belanja di pasar, tetapi dagangan tukang sayur sudah ludes karena laku keras dan hanya tersisa bawang dan cabai saja. Alhasil, Sandiaga hanya membawa pulang cabai dan bawang saat itu…
Kemungkinan kedua, Sandiaga memang belanja di pasar, lalu kehadirannya dimanfaatkan pedagang sayur untuk melakukan mark up terhadap harga cabai dan bawang layaknya seorang wakil rakyat yang juga sering melakukan mark up anggaran.
Ini mungkin saja terjadi, namanya juga pedagang pastilah punya sales menajemen yang baik. Penampilan dan kapasitas seorang calon pembeli akan menjadi bahan pertimbangan. Jika pembelinya berpakaian lusuh dan memprihatinkan biasanya akan dihargai murah untuk menghindari perdebatan dalam sesi tawar menawar. Tetapi sebaliknya, kalau calon pembeli adalah pengusaha kaya, tajir dan tampan seperti bang Sandi tentu malu untuk menawar, harga barang daganganpun akan mengalami penyesuaian…
Kemungkinan ketiga, Sandiaga tidak pernah belanja di pasar sehingga tidak tahu persis berapa harga cabai dan bawang. Sandiaga mengarang bebas soal harga sembako.
Itulah hasil analisanya. Terakhir saya ingin menyampaikan pesan, percayalah ekonomi kita kuat dan harga bahan pokok terjangkau. Adalah wajar jika disaat-saat tertentu harga bahan pokok mengalami kenaikan. Namanya juga pasar, harga akan sangat tergantung demand and supply…
Nah, sekarang saya coba men “challenge” teman-teman pembaca untuk belanja di pasar untuk membuktikan sendiri #100ribudapatapa agar tidak melulu makan hoax.
Selamat belanja!