Di masa lalu, menjadi orang Indonesia bukanlah hal yang membanggakan. Banyak negara-negara lain termasuk negara sesama Asia, memandang rendah Indonesia. Orang luar negeri lebih mengenal Bali dibandingkan Indonesia, malah ada yang menganggap Indonesia itu adalah bagian dari Bali.
Untuk negara tetangga kita sendiri, Indonesia sering dicibir sebagai negara pengekspor asap, negara miskin oleh tetangga Asia kita. Bahkan Malaysia punya sebutan khusus bagi orang Indonesia, yakni Indon.
Orang Indonesia sendiri enggan disebut Indon, karena makna yang terkandung dalam kata tersebut sangatlah negatif. Dari beberapa sumber, kata Indon dalam bahasa tertentu di Malaysia bermakna pelacur. Ada juga yang mengatakan jika Indon berasal dari kata Indonesia Donkey (keledai Indonesia).
Kata Indon dulu digunakan untuk umpatan kepada orang Indonesia yang berada di Malaysia, orang Malaysia menyebutnya dengan Indonesia Donkey atau keledai Indonesia sebagai stigma jika orang Indonesia hanya bekerja sebagai pembantu, pekerja berat di perkebunan, atau pekerjaan rendahan lainnya di Malaysia.
Itu baru dari segi sebutan, belum lagi tindakan yang melecehkan dari negara tetangga, seperti masuknya kapal nelayan dari berbagai negara ke perairan Indonesia untuk mencuri ikan, usaha menggeser patok perbatasan yang beberapa kali terpergok oleh penjaga perbatasan Indonesia. Kepulauan Sipadan dan Ligitan pun dikangkangi oleh negara tetangga. Itu hanya beberapa dari sekian banyak upaya negara lain yang terang-terangan melecehkan Indonesia.
Pemerintah sendiri ketika itu terkesan menutup sebelah mata, tidak mengambil tindakan apapun untuk mengatasi hal tersebut. Pembakaran hutan dibiarkan bertahun-tahun. Hampir tidak pernah terdengar ada kapal pencuri ikan yang ditangkap atau ditenggelamkan.
Coba bandingkan dengan saat ini, sejak Jokowi menjabat sebagai Presiden. Melalui menteri perikanannya, Susi Pudjiastuti, kapal pencuri ikan diburu, ditangkap dan ditenggelamkan. Setidaknya angka penenggelaman yang dilakukan Menteri Susi untuk kurun empat tahun pemerintahan Jokowi saja hampir mencapai 400 kapal.
Keberanian Jokowi menggelar rapat di atas kapal perang di perairan Laut Natuna Utara mampu membuat negara-negara Asia lain, khususnya China pun merasa segan dan angkat topi kepada Indonesia. Hal ini pernah menjadi pemberitaan di media Filipina.
Gebrakan Jokowi melalui Menteri PUPR-nya, Basuki Hadimuljono, membenahi Pos Lintas Batas Negara (PLBN) di perbatasan, membuat jalan-jalan di perbatasan yang menembus belantara berhasil menjadikan negara tetangga terkagum-kagum, karena Pos Perbatasan dan jalan perbatasan yang kita miliki sudah tidak kalah cantik dan megahnya, malah lebih bagus dari yang dimiliki negara tetangga.
Aksi Jokowi membangun Bandara dan Infrastruktur di kepulauan Miangas bahkan mampu menyurutkan niat Filipina yang sebelumnya ingin mengklaim kepulauan tersebut menjadi bagian dari negaranya.
Amerika, yang selama ini tak terjamah usahanya di Indonesia, juga dipaksa oleh Jokowi untuk menyerahkan Blok Rokan dan Blok Mahakam kepangkuan Ibu Pertiwi. Sedangkan Freeport, 51 persennya berhasil direbut Indonesia yang finalisasinya akan ditandatangani bulan Desember 2018 nanti.
Bukan berarti sejak pemerintahan Jokowi, tidak ada upaya untuk melecehkan Indonesia lagi. Kejadian gambar bendera terbalik pada booklet Sea Games 2017 yang lalu adalah salah satunya. Namun kejadian tersebut segera mendapat reaksi cepat dari pemerintah Indonesia yang menegur Dubes Malaysia dan berbuah permintaan maaf dari pemerintah Malaysia.
Belum lama ini, menjelang Piala AFF U-16 2018, salah satu pemain Malaysia juga ramai menjadi perbincangan setelah ia mengunggah bendera Indonesia secara terbalik. Sang pelatih secepatnya meminta maaf atas perbuatan anak asuhnya itu sebelum mendapat protes dari pemerintah Indonesia.
Kepiawaian Jokowi menyelenggarakan 3 Event Internasional yakni Asian Games 2018, Asian Para Games 2018 dan Pertemuan IMF-WB di Bali yang sukses luar biasa, ikut menambah rasa hormat, tidak hanya negara Asia namun juga negara lainnya di dunia terhadap Indonesia.
Jadi tidak heran bila dalam laporan yang dikeluarkan oleh Brand Finance, menempatkan nama atau Merek Indonesia sebagai negara nomor 16 paling berharga di dunia dan nomor 1 paling berharga di Asia Tenggara.
Perusahaan konsultan penilaian merek global ini mengevaluasi merek nasional suatu negara berdasarkan keadaan di negaranya dan ekonomi secara keseluruhan dengan mempertimbangkan berbagai faktor sosio-ekonomi.
Dikutip dari Seasia, merek nasional “dengan kategori kuat” menunjukkan lingkungan yang sangat menarik untuk investasi, mendorong investasi masuk, menambah nilai ekspor, dan menarik wisatawan serta pekerja terampil.
Indonesia menjadi merek negara paling berharga di Asia Tenggara dengan nilai 848 miliar dolar AS. Posisi ini mengungguli negara-negara kawasan Asia Tenggara lainnya, termasuk Singapura yang harus puas di posisi kedua dengan nilai 530 miliar dolar AS.
Penghargaan ini juga sekaligus mementahkan tudingan pihak oposisi yang menuduh bahwa pemerintahan Jokowi mengelola negara ini dengan ugal-ugalan, bahwa ekonomi Indonesia sedang parah, bahwa ada salah tata kelola pemerintahan, bahwa terjadi kebocoran kekayaan Indonesia yang mencapai 3 miliar dolar ke luar negeri. Bahkan ada cawapres dagelan berambut petai yang selalu menggoreng isu tempe mahal, nasi ayam mahal untuk memojokkan pemerintah.
Mereka boleh saja menuding pemerintah begini begitu, namun hendaknya berdasarkan fakta dong, betul tidak?. Memang harus kita akui, imbas perang dagang Amerika-China ikut mempengaruhi ekonomi Indonesia saat ini. Bukan cuma Indonesia saja, namun hampir semua negara di dunia terkena efeknya. Bahkan ada negara yang hampir bangkrut diterpa badai ekonomi ini, sebut saja Venezuela dan Turki yang mengalami efek paling parah.
Kita juga harus melihat, selama krisis ini, pemerintah juga sudah sangat hati-hati menjalankan kebijakan ekonominya. Baik harga barang maupun pengadaannya di pasar dapat dikatakan cukup stabil dan tersedia di pasar. Berusaha meningkatkan pemakaian kandungan dalam negeri dalam berbagai kegiatan produksi maupun pembangunan infrastrukturnya. Sebisa mungkin menekan impor untuk BBM dengan meningkatkan kandungan B20 ke dalam bahan bakar solar. Membatasi impor-impor yang tidak begitu penting serta berbagai tindakan lainnya.
Dengan demikian kondisi ekonomi negara kita relatif terkendali, jauh bedanya dengan krisis 1998 lampau. Saya percaya kita semua merasakan perbedaannya dan saya juga percaya semua itu tidak lepas dari pengamatan badan-badan internasional dunia. Tidak mungkin bagi mereka untuk sembarangan memberikan penilaian kepada sebuah negara tanpa analisa dan dasar yang kuat.
Justru setelah melalui berbagai data dan analisa yang ada, baru kemudian perusahaan penilaian Internasional itu berani menempatkan Indonesia di peringkat nomor #1 Se-Asia Tenggara atau nomor 16 dunia.
Itu sebabnya saya memiliki keyakinan bahwa Indonesia di bawah kepemimpinan Presiden Jokowi sudah berada di jalur yang tepat, sekaligus membuka borok oposisi yang menuding tanpa fakta dan data. Dan hal itu juga yang membuat saya semakin bangga menjadi orang Indonesia, serta membulatkan tekad saya untuk memilih #Jokowi1xLagi. Bagaimana dengan Anda?