Indovoices.com– Pagi itu, Minggu (18/08/2019), langit Jakarta tak begitu cerah. Awan mendung tipis bergerak pelan menutupi matahari terbit, seolah menyihir Jakarta dengan hawa yang berbeda. Suasana yang cukup bisa membuat siapapun ingin kembali menarik selimut, apalagi di akhir pekan seperti ini. Tapi sebagai kota yang hampir tak pernah tidur, godaan tersebut acap kali tak berlaku. Di halaman Gedung Istora Senayan Jakarta misalnya, dengan sekelompok orang yang sibuk beraktivitas dan menyeting dekorasi yang seolah menyatakan; ini bukan saatnya bermalas-malasan.
Sebuah gerbang berwarna dasar putih menghiasi muka halaman Gedung dengan torehan garis berwarna-warni yang menandakan keberagaman. Di belakangnya, berjejer wallbanner yang terbagi menjadi beberapa quote display bertuliskan kutipan nasihat atau mood-booster dari para CEO unicorn Indonesia.
“Perbaikin Jam Tidur, Yuk!” tulis salah satu banner itu.
Semua itu adalah bagian dari kegiatan Ignite The Nation 2019 yang diprakarsai oleh Kementerian Kominfo. Bertema Sumber Daya Digital Millenial Unggul, 1.000 Mimpi, 1.000 Karya, 1.000 Solusi – Untuk SATU Indonesia Raya”. Istora Senayan Jakarta saat itu menjadi saksi proses bersejarah dari gerakan nasional para millennial untuk bersama-sama membangun bangsa.
Sedari pagi orang-orang mulai berdatangan. Area parkir pun mulai penuh, baik roda dua maupun empat. Sekitar pukul 06.30 WIB, sebuah mobil dengan plat nomor RI 37 memasuki venue. Kedatangannya begitu tak terduga karena menurut jadwal, pembukaan kegiatan baru akan dimulai pukul 10.00 WIB. Bagaimana tidak, nomor plat mobil tersebut adalah milik Menteri Kominfo, Rudiantara.
Selain panitia, tim peliput Biro Humas Kominfo pun dibuat panik setelah mendapat kabar kedatangan Pak Menteri melalui pesan singkat di smartphonenya. Dengan tergesa-gesa dan sarapan seadanya, kami bergegas menuju lokasi kegiatan.
Di dalam gedung, para pendukung acara tampak sedang melakukan persiapan. Mulai dari pengisi acara yang melakukan gladi resik hingga tim dokumentasi yang mempersiapkan peralatannya. Di sela-sela itu Pak Menteri berkordinasi dan memberikan arahan kepada panitia kegiatan.
Di luar lokasi, tampak para peserta Ignite The Nation sudah berantrian di meja registrasi. Meski datang dari berbagai latar belakang, raut wajah mereka menyiratkan hal yang sama: gagasan yang dipenuhi semangat. Tapi bukan hanya gagasan yang dibawa para peserta ke acara itu. Seperti kata Yosie Mokalu dalam sambutan pembukaannya, “Yang bapak ibu bawa saat ini bukan cuma ide, tetapi progress, tetapi sejauh mana saya bisa mewujudkannya”, ujar ex-personel Project Pop yang kini aktif sebagai influencer.
Cerita Bogi dan Candaan Para Mentor Sektor Prioritas
Ya, para peserta yang hadir di acara itu adalah orang-orang atau komunitas startup yang lolos proses seleksi. Seperti Bogi dari Koffeenesia, sebuah startups yang bergerak di bidang komoditi kopi lokal. Selama setahun perjalanannya, dia sudah mempromosikan kopi Indonesia ke beberapa negara lain. Pria berperawakan besar tapi murah senyum itu yakin bahwa dia sedang terlibat dalam sebuah gerakan besar yang akan menjadi bagian penting dalam sejarah Indonesia. “Saya sangat bangga. Ini hal yang bersejarah. 1.000 Startup berkumpul dan bergerak Bersama.” kata Bogi dengan begitu antusias.
Bogi sudah hadir di lokasi kegiatan sejak pukul 07.00 pagi. Semangatnya masih menyala-nyala ketika acara dibuka pukul 11.00 WIB. Tepuk tangannya menjadi salah satu yang paling keras saat Wakil Presiden dan Menteri Kominfo, Menteri Keuangan, Menteri Kelautan dan Perikanan, Kepala Badan Ekonomi Kreatif (Bekraf), dan Kepala Badan Kordinasi Penanaman Modal (BKPM) menaiki panggung dan memulai deklarasi peluncuran Gerakan Nasional 1.000 Startup.
Sebagai bagian dari program pemerintah, acara Ignite The Nation melibatkan beberapa Kementerian dan Badan Pemerintah. Tapi kegiatan itu jauh dari kesan kaku dan formal. Dengan memakai jaket Ignite The Nation yang bernuansa sporty dan patriotis, membuat jarak usia dan profesi antara mereka dengan para Mentor Sektor Prioritas, Game Changer serta Dream Chaser saat itu seolah tak terasa. Beberapa canda bahkan beberapa kali dilontarkan oleh para frontliner negara tersebut. Ketika berbicara tentang pajak dan terjadi gangguan teknis dari sound, misalnya. Ibu Sri Mulyani selaku Menteri Keuangan meresponnya dengan humor. “Tuh kan, kalau ngomongin pajak, pasti ada yang ngambek.” Kata Ibu Sri yang disambut tawa renyah seluruh peserta.
Candaan lainnya datang dari Chief RA yang lebih dikenal sebagai Menteri Kominfo. Meskipun usianya sudah tua, tapi jiwa dan semangatnya tak kalah dengan anak muda. “Saya dari sisi usia sudah tidak lagi milenial. Usia mungkin sudah kolonial, tapi pikirannya tetap milenial.” tuturnya disertai senyum khas saat memberikan sambutan. Begitu hangat dan akrab.
Kembali pada misi program ini untuk menciptakan solusi digital bagi persoalan bangsa, apa yang bisa dilakukan para milenial untuk berkontribusi? Jawabannya: sangat banyak. Saking banyaknya, Menteri Keuangan mengatakan kalau saya jawab, bisa sampai semalam suntuk ya.
Kalimat itu tentu saja berlaku pada tulisan ini. Bahwa jika semua yang disampaikan dalam panel mentor dalam sesi tersebut, satu buku sepertinya tidak akan cukup.
Dari sisi keuangan, Ibu Sri Mulyani memberi bocoran tentang anggaran negara tahun 2020. Pemerintah menyiapkan dana sebesar 505 triliun untuk Pendidikan yang terbagi untuk anggaran dana operasional sekolah, biaya penelitian, anggaran abadi perguruan tinggi, kebudayaan, dan lain-lain. Untuk pedesaan, akan disiapkan dana sebesar 72 triliun untuk 75.000 desa di seluruh Indonesia.
Menurut Sri, ada banyak peluang bagi para inisiator startup untuk berkontribusi dalam hal itu. Misalnya dalam hal pengawasan. Pemerintah tidak bisa melakukan pengawasan secara terperinci dalam penggunaan dana tersebut. Ibu Sri berharap akan bermunculan banyak ide yang bisa membantu pemerintah dalam memastikan bahwa dana tersebut memang digunakan untuk hal yang seharusnya. “75.000 desa, kalo mereka di-connect. You can create aplikasi. If you can connect 5-6 juta warung, penjual, merchant, kenapa anda tidak bisa meng-connect 75.000 desa maupun 75 Badan Usaha Milik Desa (bumdes)?” tantang Sri Mulyani.
Di sektor kelautan dan perikanan, pemerintah membutuhkan kontribusi untuk melakukan tracking terhadap data kelautan di Indonesia. Ibu Susi mengakui bahwa birokrasi terkadang memberi hambatan, sementara banyak pemilik kapal yang nakal, dan itu sering membuatnya kesal. “The only way to fight this, kalau kita punya application that can make everything transparent, can make everything seen,” Kata Ibu Susi dengan suara seraknya yang khas.
Kejengkelan Ibu Susi memang terlihat saat mengatakan hal itu. Ibu Sri bahkan sempat mengelus punggungnya beberapa saat untuk membantu meredakan emosi. Para peserta juga jajaran Menteri yang hadir di sana pun dibuat tertawa oleh tingkah lucu mereka.
Berbagi Solusi Wujudkan Mimpi
Selain seputar pengawasan, Ibu Susi juga menjelaskan bahwa ada peluang dalam bidang pemasaran. Meskipun nilai eksport dan nilai tukar nelayan naik, tapi masih banyak komoditi ikan yang tidak terimport. Ibu Susi menggambarkan beberapa contoh kendala dalam usaha perikanan yang mungkin bisa dibantu dengan adanya aplikasi sector real yang bisa menjadi penjual hasil laut atau sekedar menjadi penghubung antara penjual dan pembeli. “Aplikasi is needed, tapi sector real. Saya undang Anda menjadi entrepreneur fish trader,” tutupnya.
Begitu pun dalam hal ekonomi kreatif. Ada banyak peluang yang bisa digunakan oleh para milenial. Kepala Bekraf mengatakan bahwa pemerintah membutuhkan bantuan untuk bisa menambah akselerasi pertumbuhan para penggiat usaha kreatif. Keberadaan aplikasi seperti Go-Food sangat membantu, sehingga aplikasi yang serupa sangat dibutuhkan di bidang lain seperti fashion, photography, seni pertunjukan, film, musik, games dan lain-lain. “Jangan kita cuma bisa main mobile legend, freefire, kita juga harus bisa menciptakan nasional games yang bisa dimainkan di Indonesia dan luar negeri.” tuturnya.
Melalui talkshow di panel tersebut, banyak para peserta yang merasa tercerahkan setelah diperlihatkan bahwa ada banyak sekali peluang yang bisa dikembangkan. Banyak sekali sektor yang sangat membutuhkan aplikasi yang pada akhirnya tidak hanya berguna secara individual tapi juga secara nasional.
Pertanyaanya tentu saja, apakah para generasi milenial ini bisa melakukannya? Ini bukan pertanyaan yang bisa dijawab secara singkat. Prosesnya akan memakan waktu dan pengorbanan. Poin pentingnya adalah, hal ini hanya bisa dilakukan jika banyak orang yang berkontribusi secara konsisten. Tidak hanya kontribusi dalam pembuatan aplikasi atau startup, tapi juga berkontribusi dalam pengembangannya.
Optimisme dan jiwa patriotis dibutuhkan untuk mewujudkan mimpi ini. Dan seluruh peserta yang hadir di acara Ignite The Nation 2019 tampak memiliki semangat itu. Mereka adalah sekian kecil dari begitu banyak potensi di Indonesia yang semangatnya telah berkobar dan siap menyinari bangsa ini. Bogi misalnya. Dia percaya bahwa mimpi ini bisa diwujudkan, dan bisa dilakukan bersama-sama. “Ini memang bukan hal yang bisa dilakukan sendirian. Kita harus berjuang bersama,” ungkapnya.
Lalu kenapa kita harus berpartisipasi? Jawaban sederhana namun patrotis muncul dari seseorang yang tak terduga. Anjas Pramono, seorang pembuat aplikasi khusus penyandang disabilitas, mengatakan dengan tegas, “Karena pemerintah butuh SDM,” jawabnya.
Jika mereka yang memiliki keterbatasan fisik saja bisa optimistis dan berkata demikan, bagaimana orang dengan fisik yang sempurna bisa berkata tidak? (kominfo)