Di tengah hiruk pikuk pemberitaan tentang demo rusuh yang kental dengan aroma by design oleh salah satu kubu yang tidak mampu menerima kekalahan. Beredar infomasi tentang Meiliana yang telah bebas bersyarat. Nama Meiliana sempat populer beberapa waktu lalu karena wanita beretnis Tionghua ini dijatuhi hukuman 18 bulan penjara akibat tudingan penistaan agama.
Kabar pembebasan Meiliana itu disuarakan oleh Regional Editor New Naratif Aisyah Llewellyn melalui akun Twitter-nya,
“Meiliana, seorang Buddha Tionghoa-Indonesia yang dihukum karena penistaan agama pada tahun 2018, telah dibebaskan dengan pembebasan bersyarat. Tadi malam saya pergi menemuinya untuk mendiskusikan kasus ini.”
Berita pembebasan Meiliana juga ikut dipublikasikan oleh Media Luar Negeri Aljazeera dengan judul “Indonesia frees ethnic Chinese woman jailed for blasphemy”
https://www.aljazeera.com/news/2019/05/indonesia-frees-ethnic-chinese-woman-jailed-blasphemy-190523020705974.html
Wanita beragama Buddha ini merayakan kebebasannya pada selasa malam, 21 Mei 2019 di sebuah restoran dim sum lokal di Medan, Sumatera Utara, bersama dengan teman-teman dan kerabatnya.
“Saya senang bahwa saya bisa bertemu kembali dengan keluarga saya malam ini, dengan anak-anak saya dan suami saya yang baik yang telah begitu setia kepada saya dan yang membawakan saya makanan di penjara setiap hari,” katanya.
Ibu empat anak ini juga tak lupa mengucapkan terima kasih kepada staf penjara karena telah merawatnya dengan baik selama penahanannya.
Dirinya menjalani kehidupan penjaranya sejak setelah dinyatakan bersalah melakukan penistaan agama akibat pernyataannya tentang volume pengeras suara di sebuah masjid dekat rumahnya di Tanjung Balai, hampir 200 km selatan Medan.
Segerombolan orang pun mengepung rumah Meliana dan 11 kuil dibakar setelah insiden Juli 2016 sempat viral di media sosial, dengan tudingan hoax bahwa ia telah meminta agar sembahyang dihentikan, tudingan yang kemudian ditolak oleh Meliana dan pengacaranya.
“Tidak ada bukti bahwa dia melakukan penistaan. Kebohongan ini menyebar dalam waktu seminggu dan menghancurkan kehidupan seorang wanita dalam proses itu,” ujar pengacaranya, Ranto Sibarani.
Meiliana mengatakan bahwa dalam percakapannya dengan seorang tetangga, dia hanya pernah mengeluhkan bahwa azan – panggilan Muslim untuk shalat – suaranya agak keras namun tidak meminta volumenya diturunkan.
Berdasarkan kesaksian beberapa penjaga masjid dan seorang dosen lokal yang datang ke rumah Meliana untuk mengkonfrontasinya mereka mengklaim bahwa Meliana meneriaki mereka dan mengatakan bahwa suara azan menyakiti telinganya. Namun tidak ada bukti rekaman dari tudingan yang mereka sampaikan di pengadilan. Banding yang diajukan oleh Meiliana terhadap hukuman itu, ditolak oleh pengadilan pada bulan April. Meliana duduk di pengadilan di Medan Agustus lalu
Akhirnya setelah menjalani dua pertiga dari masa hukuman, Meiliana memperoleh pembebasan bersyarat. Ia juga menerima remisi untuk Hari Waisak, perayaan ulang tahun Buddha yang merupakan hari libur nasional di Indonesia. Narapidana biasanya diberikan pengurangan hukuman di sekitar perayaan keagamaan sesuai dengan keyakinan agama mereka.
Sementara Sibarani, sang pengacara, mengatakan bahwa dirinya senang Meliana memperoleh pembebasan bersyarat, dia juga percaya bahwa kliennya seharusnya tidak menghabiskan satu hari pun di penjara.
“Kami sangat senang bahwa permintaan pembebasan bersyarat Meliana dikabulkan dan bahwa Meliana dibebaskan dengan pembebasan bersyarat hari ini setelah menjalani … satu tahun penjara karena kejahatan, kami yakin dia seharusnya tidak pernah dihukum,” kata Sibarani, seraya menambahkan bahwa dia dalam proses memutuskan apakah akan mengajukan peninjauan kembali untuk menetapkan tidak bersalah kliennya.
Indonesia memiliki populasi Muslim terbesar di dunia, tetapi juga merupakan rumah bagi sejumlah besar minoritas Buddha, Kristen Konghucu, Hindu dan beberapa kepercayaan lokal lainnya. Di Tanjung Balai, ada sekitar 11.000 umat Buddha dari 185.000 populasi.
Ada kritik yang meluas terhadap hukum penistaan agama di Indonesia, yang dalam beberapa tahun terakhir terjadi terhadap kelompok-kelompok minoritas, termasuk mantan gubernur Jakarta, Basuki “Ahok” Tjahaja Purnama, seorang etnis Tionghoa beragama Kristen. Dia dibebaskan dari penjara awal tahun ini.
Setelah akhirnya bebas, Meliana berencana memulai bisnis makanan baru. Dia mengatakan tidak memendam permusuhan kepada siapapun mengenai hukumannya. Meskipun faktanya rumah keluarganya kerap diserang selama kerusuhan dan anak-anaknya sempat terancam keselamatannya. Namun mereka diselamatkan oleh seorang pengemudi becak yang lewat, seorang Muslim.
“Kita harus tetap bersatu, kita harus menjadi warga negara Indonesia yang baik,” tutupnya.