Indovoices.com-Ketua Umum Gabungan Perusahaan Industri Elektronik dan Alat-alat Listrik Rumah Tangga Indonesia (GABEL) Oki Widjaja tengah mengalami kesulitan pasokan bahan baku dari China yang tertekan akibat virus Corona atau Covid-19.
Selain itu, Oki mengatakan kondisi ini juga semakin sulit ditambah dengan kenaikan harga komponen akibat kenaikan nilai tukar Dolar Amerika Serikat. “Hal ini juga membuat pelemahan daya beli masyarakat, sehingga turut membuat kinerja perusahaan elektronik semakin sulit,” ujar Oki.
Oki mengatakan kenaikan harga bahan baku juga dipicu karena ongkos logistik yang meningkat lantaran sejumlah akses pelabuhan tertutup. Menurut dia, perusahaan bisa saja membeli pasokan namun ketersediaannya tidak ada. Perusahaan juga tidak bisa menaikkan harga karena rentan kehilangan daya beli masyarakat.
Selain insentif uang ditawarkan pemerintah beberapa waktu lalu, kata dia, tak cukup banyak bisa membantu kinerja sektor industri elektronik, terlebih dari ancaman pemutusan hubungan kerja (PHK) akibat produksi terhenti. Bahkan, Oki memperkirakan penurunan penjualan bisa mencapai 30-40 persen dari target. Hal ini, kata dia, akan berdampak pada penurunan kinerja perusahaan.
Kinerja industri manufaktur rawan diprediksi terkoreksi lantaran semakin melemahnya permintaan masyarakat. Sekretaris Jenderal (Sekjen) Asosiasi Serat dan Benang Filament Indonesia (APSyFI) Redma Gita Wirawasta mengatakan pertengahan bulan lalu memang ada ada sedikit peningkatan permintaan karena barang impor Cina yang tertahan dan mendorong permintaan ke barang lokal.
Kenaikannya bisa mencapai 10 persen. Namun, Redma mengatakan kondisi berbalik dalam dua pekan terakhir karena permintaan kembali melemah. “Pelemahan terjadi baik permintaan domestik atau pun ekspor. Pelemahan ekspor terjadi karena adanya faktor penyebaran virus corona terutama benang,” tutur Redma.
Redma menuturkan selama ini produksi benang dalam negeri diekspor ke Cina. Penurunan permintaan terjadi kerena sejumlah industri lanjutan di Cina terhenti. Adapun pelemahan permintaan domestik terjadi karena adanya kenaikan impor garmen, sehingga permintaan kain, benang, dan serat yang diproduksi dalam negeri melemah.
Sekjen Asosiasi Industri Aromatik Olefin dan Plastik (Inaplas) Fajar Budiyono mengatakan sebanyak 60 persen kebutuhan plastik dalam negeri dipasok dari Cina. Pasokan yang menipis ini, kata dia, akan sangat mengganggu permintaan yang naik pada saat Ramadan dan Lebaran. Ia berharap pemerintah menunda pemberlakuan cukai plastik agar daya beli masyarakat tidak terganggu.
“Ini membuat industri plastik tidak produksi banyak karena cukup besar cukainya. Regulasi pemerintah harus pro industri dulu, jangan pendapatan,” kata Fajar. (msn)