.:: Bulan Merah Jambu dan Nasionalisme yg Memudar ::.
Menikmati sinar bulan malam ini,
Yg dipenuhi semburat warna merah jambu,
Mengapa selintas yg tergambar adalah sebuah luka?
Sekeping Nasionalisme,
Yg semakin digerogoti oleh Ego,
Hingga akhirnya hanya tersisa sebatas retorika semata?
Sebatas teriakan kosong,
Layaknya sang pembual penjual obat,
Di tengah riuhnya kerumunan orang di pasar??
Berteriak dg lantangnya,
Berpura2 menjadi pesakitan,
Hanya demi keuntungan semata???
Samakah dg mereka yg berteriak miskin,
Hanya agar mendapat bantuan Pemerintah,
Namun sesungguhnya tak pernah kurang suatu apapun?
Sementara,
Di sudut gelap sana …
Mereka yg benar2 miskin,
Justru masih bisa tetap tersenyum,
Dalam kesabaran yg tiada berbatas
“Ujian belum selesai,
Tuhan masih sayang pada kita,”
Ucap seorang nenek tua renta,
Yg tiap hari harus menempuh perjalanan jauh ke pusat kota,
Utk sekedar menjual hasil kebunnya yg hanya secuil ke pasar ….
“Saiki jaman e jaman edan,
Yen ora edan ora keduman …
Tapi yo kudu tetep mergawe,
Yen ora obah … Ora mangan ….,”
Kelakar seorang tukang kopi di warung pinggir pasar,
Yg mulai sepi dikunjungi pelanggan.
—————————————
“Tuhan sedang murka pada kita,
Dia berikan kesengsaraan,
Membuat kita semua menjadi melarat .. Kere ..
Dan Pemerintah seolah tak peduli,
Tutup mata,
Gak mau kasih bantuan sedikit pun pada kita yg sedang kesusahan,”
Gerutu seorang pemuda sambil menghisap rokoknya dalam2,
Saat membaca berita2 yg muncul di layar handphone nya.
“Semua acara ditunda,
Sampai situasi kembali normal …
Ah, gimana sih kerja Pemerintah ini,
Ngurus virus aja gak becus …,”
Seorang Ibu nampak cemberut dan menggerundel saat membaca berita ttg pelaksanaan PSBB di wilayahnya.
—————————————–
Cerita di lorong sebuah RS ….
“Kita harus terus bertahan,
Berjuang demi nyawa orang lain,
Bukankah itu Sumpah kita saat di wisuda dulu? …,”
Kata seorang Dokter kepada koleganya yg lebih muda,
Dg wajah yg mulai nampak kelelahan.
“Tapi bisa saja kita mati di sini, Bro!! …,”
Jawab rekannya dg wajah tak kalah lelahnya.
Titik air mata nampak muncul di sudut netranya,
Tangannya terkepal,
Mencoba menahan emosi.
“Mati pun demi bakti utk negara,
Kenapa harus dipersoalkan?? …
Kita ini warga Indonesia,
Merupakan suatu kehormatan,
Apabila kita mampu memberikan yg terbaik bagi negeri ini ..”
“Termasuk nyawa kita sendiri? …”
“Jika memang sebuah kewajiban,
Mengapa tidak? …
Ayo,
Semangat!!! …”
Nampak Dokter itu berusaha tersenyum lebar,
Mencoba memberi semangat utk tidak menyerah.
Dan matanya yg sipit semakin nampak membentuk sebuah garis lurus … 🙁🙁
————————————–
Banyak sisi yg saling bertolak belakang,
Banyak sisi yg mengajak kita menilai ttg semangat Nasionalisme,
Di tengah situasi penuh keprihatinan.
Seperti juga,
Banyak sisi yg mengajarkan kepada kita,
Bukan hanya sekedar Nasionalisme semata.
Namun juga Kemanusiaan …
Lalu,
Di mana kah tempat kita berdiri??? 🙏🙏🙏
Mari kita sama2 berdoa dan bersyukur selalu,
Atas segala yg diberikan oleh Tuhan …
Dan berharap semoga badai ini segera berlalu ….
Rahayu … 😇😇
(01:40 – Catatan lepas tengah malam)