Indovoices.com-Bos maskapai penerbangan Lion Air Group, Rusdi Kirana, mengungkapkan alasan harga tiket pesawat dalam negeri lebih mahal ketimbang rute internasional. Menurut dia, komponen pembentuk harga operasional penerbangan dipengaruhi oleh pelbagai faktor.
Pertama, Rusdi mengatakan maskapai masih dibebani bea masuk impor suku cadang pesawat. “(Kebijakan) Ini membuat cashflow kami lebih besar,” ujar Rusdi saat ditemui di kantor Kementerian Perhubungan.
Berdasarkan catatan Tempo, pemerintah pernah mengeluarkan kebijakan untuk menggratiskan bea masuk impor suku cadang pesawat pada 2015. Namun, ongkos cuma-cuma itu belum berlaku untuk semua jenis onderdil. Setidaknya, dari 300 komponen suku cadang, baru 25 di antaranya yang tercatat dapat masuk tanpa pungutan.
Besarnya bea masuk terhadap suku cadang ini membuat manajemen maskapai lebih memilih membengkelkan pesawatnya ke luar negeri ketimbang di dalam negeri. Karena itu pula, Rusdi mengakui perusahaan aviasi dalam negeri tak kunjung berkembang.
Selanjutnya, Rusdi mengatakan komponen HPP membengkak karena tingginya harga avtur dalam negeri. Menurut dia, dibandingkan dengan negeri jiran seperti Singapura, harga bahan bakar pesawat di Indonesia kalah bersaing.
Belum lagi, ujar dia, adanya perbedaan harga avtur di Indonesia bagian timur dan barat. Rusdi mengungkapkan, saat ini selisih harga avtur di Indonesia timur dan barat terpaut Rp 4.000.
“Kita lihat harga avtur di Jawa Rp 9.000, sedangkan Ambon Rp 12 ribu,” tuturnya.
Rusdi mendesak pemerintah dan PT Pertamina (Persero) segera menyeragamkan harga avtur di dalam negeri. Dengan kebijakan avtur satu harga, ia memungkinkan manajemen bakal menurunkan harga tiket pesawat, khususnya untuk penerbangan rute timur.
Selanjutnya, Rusdi mengatakan pemerintah mesti memikirkan adanya kebijakan relaksasi pajak pertambahan nilai atau PPN dari 10 persen menjadi 5 persen. Dengan keringanan pajak itu, maskapai penerbangan ke depan dapat dapat menyajikan harga yang lebih kompetitif dan bisnis penerbangan tumbuh sehat.
“Kalau harga terlalu tinggi, yang beli (tiket pesawat) enggak ada. Jadi, airlines yang rugi,” ujarnya.