
Kemunculan kembali angaran-anggaran yang dulu dicoret, gemuknya susunan tim kerja Gubernur dengan gaji wah, kenaikan anggaran yang cukup fantastis hampir di semua lini, belum adanya rincian program yang detail, ditambah lagi dengan skema program yang masih terus berubah-ubah tidak jelas membuat kita semakin ragu dan bertanya-tanya mau dibawa kemana arah pembangunan Jakarta 5 tahun kedepan?
Bukan apa-apa, DKI jakarta ini duit nya luar biasa besar. Bicara soal uang, haruslah diserahkan kepada orang yang punya kejujuran, kejelian, dan punya kemampuan yang mumpuni dalam mengelola keuangan. Lha jika programnya saja berubah-ubah apalagi anggarannya, apa kita akan percaya dalam hal pengelolaan keuangan?
Bayangkan jika kita punya toko dan menyerahkan pembukuan keuangan kepada karyawan yang tidak teliti dan tidak jujur, yang ada barang habis, tapi modal enggak balik. Antara debet sama kredit tidak seimbang, akhirnya bangkrut. Nah, ditangan pemimpin yang salah, bisa saja serapan anggaran 100% tetapi hasilnya nihil. Ini yang kita khawatirkan.
Apalagi kita ingat track record Anies yang tidak jeli sehingga pernah salah perhitungan dalam menyusun anggaran di Kementrian Pendidikan sebesar 23,3 triliun yang untungnya mampu di endus oleh bu Sri Mulyani, pakar keuangan. Maka kita patut was-was dengan dana APBD DKI Jakarta yang begitu menggiurkan.
Menghapus dana subsidi daging untuk warga miskin pemegang KJP untuk memberikan ruang bagi program Rumah DP 0 rupiah yang adalah rumah subsidi bagi warga kaya (gaji diatas 7 juta), bukankah ini juga kekeliruan?
Lihat saja sekarang uang sudah mulai disebar ke pos-pos yang “tidak perlu”. Anggaran-anggaran yang dulu dicoret karena tidak penting sekarang dianggarkan kembali. Sudah begitu, angkanya pun titik-titik alias mencurigakan.
Sebut saja dana perbaikan kolam air mancur kantor DPRD misalnya. Kolam yang hanya berukuran 32 m2 anggaran perbaikannya mencapai 620 juta. Karena penasaran, saya tanya ke teman saya yang biasa mendesain kolam. Dengan ukuran luas 32 m2, hitunganya cukup dikalikan Rp 1,5 juta /m2 plus mobilisasi Rp 2 juta itu sudah material batu alam andesit yang dicoating. Artinya, cukup Rp 50 juta saja sebenarnya sudah mendapatkan kolam air mancur berkualitas yang bisa menghilangkan stress. Apa ini bukan permainan anggaran?
Dan ini yang lagi ramai. Di RAPBD 2018, Pemprov DKI Jakarta dibawah kepemimpinan Gubernur Anies mengalokasikan anggaran untuk TGUPP (Tim Gubernur Untuk Percepatan Pembangunan) sebesar Rp 28 miliar. Angka itu “menang banyak” jika dibandingkan dari tahun sebelumnya yang hanya Rp 2,3 miliar. Ada kenaikan 1400%(seribu empat ratus persen). Jumlah personelnya pun membengkak dari 13 orang kini menjadi 45 orang dengan gaji masing-masing anggota Rp 25 juta/bulan dan ketuanya yang berjumlah 14 orang masing-masing Rp 28 juta/bulan.
Anehnya, ketika dimintai penjelasan mengenai bengkaknya anggaran Gubernur Anies malah menyebut ini “open governance”. Apa jaman Ahok governance nya enggak open? Sudah begitu melempar tuduhan bahwa pemerintah sebelumnya menggaji TGUPP menggunakan dana swasta. Untunglah tim Ahok segera mengklarifikasi hoax yang disebar Gubernur Anies. Saya jadi heran sebenarnya yang ga bisa move on dari Ahok itu saya atau Gubernur Anies? Sepertinya dua-duanya..
Belum lagi dana operasional gubernur Anies dan wakilnya Sandiaga Uno yang total jumlahnya mencapai Rp 4,5 miliar/bulan. Seperti diberitakan kompas.com jumlah dana operasional Gubernur Anies sebesar Rp 2,7 miliar dan Sandi Rp 1,8 miliar setiap bulannya.
Penggunaan dana opersional ini mutlak adalah kewenangan Anies dan Sandi. Menjadi menarik karena dengan dana ini bisa kita baca kemana sesungguhnya arah keberpihakan mereka.
Era Ahok jelas dan transparan. Dana Operasional ia gunakan untuk menggaji staff, membantu segala kebutuhan warga, dan juga dibagi-bagi untuk operasional pak Sekda, Walikota dan Bupati yang juga untuk membantu warganya. Dan jika pun ada sisa, Ahok biasa mengembalikan ke kas daerah.
Bagaimana dengan Dana Operasional Anies dan Sandi? Apakah hal yang sama akan mereka lakukan? Yakin mereka akan mengembalikan sisanya ke kas daerah? Saya kok tidak yakin.
Kalau untuk Gubernur Anies prediksi saya tidak akan dipakai untuk membantu warga. Bagaimana mau membantu, lha warga yang mau minta tolong saja malah disuruh ngadu ke kecamatan, nunggu hari Sabtu pula.
Tetapi jika kita berharap mau dibantu Anies dengan Dana Operasionalnya,maka sebarkan tulisan ini agar sampai ke Balai Kota. Barangkali tulisan saya ini dibaca dan nantinya bisa dipakai sebagai bahan pertimbangan Gubernur Anies dalam mengalokasikan uang 2,7 miliar/bulan tersebut.
Lalu bagaimana dengan Dana operasional bang Sandi? Disini saya mau ingatkan Sandi. Dalam kampanyenya dulu, Sandi berjanji tidak akan mengambil seluruh gaji dan Dana Operasionalnya bila terpilih menjadi wakil gubernur DKI Jakarta 2017-2022.
Katanya, Sandi akan menyumbangkan gaji serta uang operasional ke anak yatim dan kaum dhuafa melalui Rumah Zakat dan Dompet Dhuafa.
“Enggak ada yang masuk ke kantong saya (gaji dan uang operasional akan disumbangkan),” kata Sandiaga.
Sumber: megapolitan.kompas.com
Karena sudah berjanji,maka saya harap Sandi tidak menganulirnya apalagi pura-pura lupa. Rp 1,8 miliar plus gaji Sandi tiap bulan total harus disumbangkan. Ini yang harus kita catat. Jangan sampai ini cuma maNIES dibibir dan SANDIwara saja.
Jika Dana APBD DKI Jakarta begitu besar, lalu kepada siapa kita berharap untuk mengawal uang-uang kita?
BPK ? bukankah predikat WTP bisa dibeli? KPK? bukankah sekarang sedang fokus menangani kasus E-KTP, diserang dan dilemahkan? DPRD ? Lihat sekarang mereka diam, tidak ada lagi ribut-ribut, tidak ada lagi pembahasan alot, seolah-olah sepakat dengan eksekutif meskipun ada pro kontra di masyarakat yang mereka wakilkan…
Maka mau tidak mau kitalah yang harus mengawasi. Saya mau ajak kita untuk tidak bosan- bosan mengawal uang-uang ini kemana arahnya. Harus betul-betul kita pelototin agar tidak muncul anggaran-anggaran fiktif yang dibuat oleh orang-orang ber”pemahaman nenek lo”. Viralkan jika sekiranya mencurigakan dan tidak memenuhi rasa keadilan. Hanya itulah yang bisa kita lakukan.
Di 100 hari kepemimpinan Anies Sandi, Jangan sampai tidak mendapat predikat WTP (Wajar Tanpa Pengecualian) malah mendapat predikat BTP ( Bagi-bagi Tanpa Pengecualian).hmm…
Selamat Bagi-bagi Tanpa Pengecualian!