
Akhirnya saya memahami mengapa pak Jokowi lebih memilih menghadiri peringatan hari ulang tahun Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) dan Hari Guru Nasional 2017 di Stadion Patriot Candrabhaga, Bekasi ketimbang menghadiri acara reuni 212 yang tidak ada gunanya dan jelas-jelas sarat dengan tujuan politik. Sepertinya Pak Jokowi sudah dibisikin sama teman setianya Jenderal Tito Karnavian : “Udah pak, nggak usah datang, tampar aja dari kejauhan”!
Dan benar saja, meskipun kritik tajam datang dari Fahri Hamzah yang menyayangan ketidakhadiran Presiden Jokowi di Monas, tetapi Jokowi tahu persis siapa yang lebih pastas ia sambangi yaitu orang-orang yang telah berjasa dalam hidupnya. Kacang memang tidak boleh lupa pada kulitnya. Sambil membungkukkan badan dihadapan para guru yang hadir, Jokowi mengucapakan terimakasih dan menyampaikan bahwa dirinya tidak akan pernah menjadi presiden jika tanpa didikan guru.
“Bapak ibu guru yang saya banggakan, perlu saya tegaskan di sini, saya tak mungkin berdiri di sini tanpa didikan guru-guru saya,” kata Jokowi.”Oleh sebab itu, saya ingin sampaikan hormat takzim saya terhadap guru-guru saya yang telah mendidik saya sehingga saya menjadi presiden,”
Sungguh sebuah keteladanan kerendahan hati. Seorang Presiden yang tidak menganggap jabatannya yang tinggi sebagai hak yang harus dipertahankan tetapi rela tunduk dan merendahkan dirinya dihadapan para Guru yang telah berjasa mengantarkannya menjadi orang nomor satu di Indonesia.
Lain Jokowi, lain pula Gubernur Anies. Kedatanganya di acara reuni 212 tentu adalah sebuah keharusan untuk mengucapkan rasa terima kasihnya. Gubernur Anies sadar betul bahwa dia tidak akan menjadi Gubernur jika tanpa demo berjilid-jilid mereka yang membawa Ahok kedalam penjara. Disinilah mereka melakukan selebrasi kemenangan yang penuh dengan intimidasi brutal. Disini juga mereka memproklamirkan bahwa perjuangan belum selesai, apa itu? Sudah jelas, memenangkan Pilkada 2018 dan Pileg Pilpres 2019.
Dalam sambutanya kepada massa yang datang, Gubernur Anies sempat mengajak mereka untuk mendoakan Jokowi dan pemerintahan dibawahnya agar amanah dan mampu mensejahterakan masyarakat. Apakah selama ini Jokowi tidak amanah? Apa Anies lupa bahwa Jokowi sudah melakukan apa yang bahkan baru Anies wacanakan, sebut saja Rumah DP 0% nya Anies vs DP 1% milik Jokowi.
Ya, Jokowi sudah kerja keras sedangkan Anies hanya sibuk berbusa-busa dengan retorikanya. Apa ini sinyal tantangan Anies untuk Jokowi di 2019? Jawaban saya iya. Jadi siap-siap lah para jokower.
Di singgung agar amanah, Jokowi pun menjawab dengan setidaknya tiga “tamparan keras” untuk mereka yang hadir di Monas termasuk Gubernur yang mereka hadirkan. Setelah kemarin mendapat “kode keras” dari Menteri Susi soal danau Sunter, kini Gubernur Anies mendapat “tamparan Keras” dari Jokowi. Jika sekali lagi mendapat yang keras-keras, bisa-bisa kepalanya benjol segede bakpao. Mari kita bahas apa saja tamparan Jokowi.
Tamparan pertama, Entah kebetulan atau tidak, saat memperingati hari Guru, Jokowi menyinggung soal honor sertifikasi guru. Kenapa musti sertifikasi guru dan bukan yang lain? Tetapi saya yakin inilah bahasa Jokowi. Lagi-lagi bermain cantik dengan kode. Kita tahu sertifikasi guru ini sempat menjadi bahan perbincangan publik karena pada APBN-P 2016 lalu terjadi kesalahan data jumlah guru yang bersertifikasi oleh Kementerian Pendidikan dan kebudayaan yang berpotensi negara rugi 23.3 triliun. Saat itu melibatkan menteri Anies yang berakhir dengan pemecatan dirinya dari kursi Menteri Pendidikan dan Kebudayaan. Adalah menteri Keuangan Sri Mulyani yang cerdas dan jeli menggagalkan anggaran fiktif tersebut. Dihadapan para guru, Jokowi meminta persoalan sertifikasi dapat dilaksanakan dengan baik dan “mengancam” akan mengawasinya :
Tunjangan profesi bagi guru yang telah disertifikasi dibayarkan tepat waktu dan tepat jumlah. “Awas, Hati hati, saya kalau sudah sampaikan seperti ini akan saya ikuti, akan saya cek dan akan saya kontrol,”
Ini lucu, Jokowi mengatakan dana harus tepat waktu dan tepat jumlah, seolah tak mau kecolongan 23.3 Triliun seperti dulu di jaman menteri Anies.
Dan celakanya, tren salah hitung ini terbawa saat Anies menjadi gubernur. Bagaimana mungkin salah hitung anggaran kunjungan kerja DPRD selisih hingga Rp 46 miliar? Kita saja kalau istri beli sesuatu harganya tidak wajar bawaanya curiga, walaupun selisih cuma sepuluh ribu. Lha ini bisa salah sampai Rp 46 Miliar. itu pun masyarakan yang menemukan penggelembungan anggaran. Coba kalau masyarakat tidak ramaikan, ya lolos lah itu uang rakyat buat plesiran keluarga. Jadi siapa yang seharusnya didoakan agar amanah? Plakkk…tamparan pertama!
Tamparan kedua, Jokowi seolah ingin menyangkal pernyatan Gubernur Anies bahwa selama ini guru tidak mendapat perhatian. Beberapa waktu lalu Gubernur Anies menggelontorkan dana hibah 63 Miliar untuk PAUD se Jakarta. Anies mengungkapkan bahwa selama ini guru PAUD termarjinalkan alias tidak diperhatikan.
“Ini komitmen saya sebagai bentuk penghargaan saya kepada guru. Kerjasama dan koordinasi aparat pusat dan daerah harus semakin kita tingkatkan,” kata Jokowi.
Sangat jelas saat Jokowi menyinggung soal komitmennya terhadap para guru. Jokowi menegaskan bahwa ia peduli guru termasuk Guru PAUD yang Anies katakan tidak mendapat perhatian. Ini sekaligus “menampar” balik buruknya koordinasi Gubernur Anies. Anies selama ini dianggap sering “menentang” kebijakan pemerintah pusat (baca: reklamasi). Plakk…tamparan kedua mendarat.
Tamparan ketiga, soal jumlah massa yang hadir. Jika massa reuni 212 hanya sekitar 30 ribu seperti diungkapkan Kapolres Metro Jakarta Pusat Kombes Suyudi, maka hari Guru dan PGRI yang dihadiri Jokowi ada sekitar 38 ribu guru. Angka ini jelas lebih valid mengingat stadion jelas kapasitas tempat duduknya sehingga sangat mudah dihitung. Berbeda dengan ruang terbuka seperti Monas, mau klaim lebih dari 7,5 juta ya sah-sah saja. Namanya juga klaim, tak harus sesuai kenyataan. Paling-paling jadi bahan bully netizen. Disini Jokowi seolah ingin berkata : “kalau lo punya 30 rebu nih gua punya 38 rebu, banyakan mane, Nies”. Hahaha…plakk! lagi-lagi tertampar.
Jokowi bukanlah anak kemarin sore. Setiap langkah ada hitungannya. Tidak hanya ulung dalam pertempuran, tetapi dia juga seorang yang sangat bijaksana dan tahu apa yang harus ia lakukan dan apa yang tak seharusnya ia lakukan. Inilah alasan mengapa saya begitu bangga memiliki presiden yang akan kami dua periodekan tahun 2019-2024.
Selamat tertampar dua periode!
Lihat juga tulisan saya yang lain disini: