Sial benar lawan politik Jokowi, asyik menyuarakan ganti presiden dengan menyebut angka kemiskinan dan ketimpangan di republik ini semakin tinggi, Badan Pusat Statistik atau BPS malah mengeluarkan data yang sangat menohok. Berdasarkan data statistik BPS, angka kemiskinan Indonesia mencatat rekor terendah sepanjang sejarah pada angka 9,82%.
Hal ini diungkap oleh Kepala BPS Suhariyanto dalam konferensi pers neraca perdagangan Juni 2018 dan juga menteri keuangan Sri Mulyani seperti dikutip detikfinance.com berikut ini :
“Apakah ini yang terendah, iya (terendah), bisa saya sampaikan kalau dilihat pada tahun Maret 2011 itu persentasenya 12,49%,”
“Tapi ini adalah untuk pertama kalinya persentase penduduk miskin berada di angka satu digit. Kalau dilihat semuanya biasanya dua digit, jadi memang ini pertama kali dan terendah sepanjang sejarah”- Suhariyanto
“Saya sambut dengan perasaan yang sangat istimewa karena selama saya jadi Menteri Keuangan dan di bank dunia, hari ini BPS umumkan tingkat kemiskinan 9,82%, the first time in the history Indonesia tingkat kemiskinannya di bawah 10%,” – Sri Mulyani Indrawati.
Ini ibarat ada seorang yang lantang bersuara 2019 ganti Didier Deschamp, eh ngga taunya Prancis malah juara piala dunia plus bonus “voucher” Kylian Mbappe menjadi pemain muda terbaik turnamen 4 tahunan itu. Sebuah pukulan telak yang menghantam dagu, upper cut…
Memang sudah seharusnya bacot ditampar dengan prestasi. Sindiran Sandiaga dan bahwa kemiskinan dan kesenjangan masyarakat semakin tinggi tempo hari, plus pidato kritikan berbusa-busa ketua Kogasma , AHY bahwa kemiskinan itu semakin nyata, langsung ditampar oleh BPS dan Sri Mulyani Indrawati, menteri keuangan terbaik di dunia…
Angka kemiskinan terendah sepanjang masa ini sesungguhnya tidaklah terlalu mengejutkan bagi saya. Kalau kita mengikuti sepak terjang Jokowi membangun negeri dengan kerja keras dan kebijakan-kebijakan strategis sejak beliau terpilih, adalah wajar jika sekarang masyarakat merasakan hasilnya.
Sederhananya ginilah…empat tahun lalu Jokowi membagi sertifikat pemanfaatan lahan, membangun waduk dan memberi subsidi pupuk. Tiga tahun kemudian, waduk sudah jadi dan mengairi sawah petani, pupuk pun tercukupi ya wajarlah kalau di tahun keempat mereka panen raya dan hasilnya kemiskinan pun berangsur-angsur turun.
Bayangkan jika sejak empat tahun lalu Jokowi hanya bagi-bagi BLT dan obral subsidi bensin seperti SBY, dalam jangka pendek masyarakat pasti akan senang, namun beberapa tahun setelahnya bangsa kita pasti masih akan berkutat dengan kemiskinan. Maaf kata bukannya mencela, tetapi yang namanya bantuan tunai pasti digunakan untuk kebutuhan konsumtif, bukan produktif…
Inilah yang membedakan cara pandang Jokowi dengan presiden-presiden sebelumnya. Visinya jauh kedepan, pemikirannya tajam sehingga kebijakannya pun sangat-sangat terarah. Jokowi berani mengambil resiko dalam setiap kebijakan. Tidak seperti sepuluh tahun periode sebelumnya yang hanya memboboksyantikkan rakyat dengan subsidi BBM dan BLT…
Dengan pertimbangan inilah maka Jokowi wajib kita duaperiodekan. Dan lima tahun lagi kita akan melihat dahsyatnya ledakan-ledakan kemajuan bangsa kita dengan angka kemiskinan yang semakin turun. Jangan seperti Jakarta, entah seperti apa nasibnya lima tahun lagi, mungkin bisa hancur seperti Detroit di Amerika…
Pada akhirnya bukan kata tetapi data lah yang berbicara. Sekarang terserah pembaca, mau percaya data BPS angka kemiskinan menurun tajam dan mencatat sejarah atau mau percaya Sandiaga Uno dan kroco-kroconya yang mengatakan kemiskinan semakin tinggi. Saya sih percaya BPS…sehingga memilih Jokowi adalah sebuah keharusan.
Om, angka kemiskinan catat sejarah Om!
Selamat Jokowi dua periode