Indovoices.com –Grup farmasi Sanofi yang berbasis di Paris, Perancis, mendadak dapat sorotan dalam peracikan vaksin virus corona.
Sebabnya, Sanofi yang sedang mengembangkan dua vaksin Covid-19, menjanjikan vaksin itu akan tersedia untuk semua negara secara serempak, tanpa adanya negara prioritas.
Pernyataan itu diungkapkan oleh Ketua Sanofi, Serge Weinberg, kepada saluran televisi France 2, seperti yang diberitakan kantor berita Perancis AFP.
Ucapan Weinberg sekaligus meluruskan pernyataan CEO Sanofi, Paul Hudson, yang lebih dulu mengatakan bahwa pasien Covid-19 negara tertentu, yakni di Amerika Serikat (AS), berpeluang mendapat vaksin pertama kali.
Untuk lebih mengenal seluk beluk Sanofi, berikut adalah 5 fakta perusahaan tersebut dilansir dari pemberitaan AFP.
1. Dari startup sampai multinasional
Sanofi mempekerjakan sekitar 100.000 karyawan di seluruh dunia dan membuat produk di 32 negara. Omzetnya tahun lalu adalah 36 miliar euro (Rp 581 triliun).
Perusahaan ini didirikan pada 1973 dengan hanya 10 staf, sebagai pecahan dari grup minyak Perancis Elf Aquitane.
Kemudian dua kesepakatan besar membawa Sanofi menjadi perusahaan multinasional.
Pertama, kesepakatan pada 1999 dengan anak perusahaan L’Oreal untuk menjdi Sanofi-Synthelabo.
Kemudian, Sanofi mengajak bergabung saingannya di Perancis-Jerman yakni Aventis, yang awalnya menolak tawaran itu.
Setelah proses berlarut-larut yang berubah menjadi sangat politis di Paris dan Berlin, Aventis akhirnya sepakat bergabung pada April 2004.
Pada 2011, gabungan Sanofi-Aventis mengucurkan dana lebih dari 20 miliar dollar AS (Rp 298,7 triliun) untuk mengakuisisi perusahaan bioteknologi AS Genzyme dan mengubah namanya sendiri menjadi Sanofi.
2. Terjun ke penelitian vaksin Covid-19
Pada September 2019, Paul Hudson menjadi bos non-Perancis pertama Sanofi saat perusahaan ingin tumbuh secara global.
Hudson yang dibesarkan di Manchester, Inggris, sebelumnya memegang peran senior di Novartis dan AstraZeneca.
Pekan ini ia membuat gempar dunia, ketika mengatakan orang Amerika akan mendapat prioritas vaksin corona yang dikembangkan Sanofi. Sebab, pemerintahan AS telah mendanai penelitian perusahaan.
Kantor Presiden Emmanuel Macron mengatakan, akan mengadakan pembicaraan dengan jajaran direksi Sanofi di Elysee Palace awal pekan depan, dengan menekankan bahwa setiap vaksin diperlakukan sebagai “barang publik global yang tidak diperdagangkan di pasar.”
3. Tidak asing dengan kontroversi
Sebelumnya pada Februari, setelah penyelidikan tiga tahun Sanofi didakwa di Perancis karena gagal memperingatkan pasien sejak awal, dan menyebabkan cedera akibat obat anti-epilepsi yang berkaitan dengan cacat sejak lahir.
Sanofi melawan dakwaan itu, membantah bahwa efek samping obat itu sudah transparan dan telah dipasarkan ke seluruh dunia dengan nama Depakine.
Sanofi juga membantah klaim di Filipina yang menyebabkan kematian pada 2016 dari belasan anak yang diobati dengan Dengvaxia, vaksin pertama di dunia untuk demam berdarah.
Manila melarang obat itu setelah terjadi kepanikan nasional di kalangan orangtua, meskipun penyelidikan dari pemerintah tidak menemukan bukti sahih bahwa penyebab kematian adalah murni dari Dengvaxia.
Seperti perusahaan obat lainnya, Sanofi juga telah dirundung litigasi di AS, termasuk tuduhan di Minnesota tentang pencabutan harga akibat perawatan insulin.
4. Gudang obat-obatan
Produk-produk Sanofi termasuk merek-merek yang kerap menghiasi kebutuhan sehari-hari, seperti Doliprane (paracetamol), Mitosyl krim anti-ruam popok bayi, dan produk-produk kamar mandi lainnya.
Jajaran farmasi kelompok ini termasuk obat kardiovaskular Plavix dan Aprovel/Avapro, dan perawatan untuk diabetes.
Salah satu obat terlarisnya adalah Dupixent, yang biasa digunakan untuk eksim dan asma.
Kemudian melalui unit Sanofi Pasteur, perusahaan ini adalah produsen vaksin terkemuka, dan seperti rival-rivalnya mereka juga berlomba menemukan vaksin corona.
5. Masa lalu yang glamor
Kemewahan masa lalu juga melekat di perusahaan ini. Pada 1993 Sanofi mengambil alih rumah mode Yves Saint Laurent, sebelum menjualnya 6 tahun kemudian ke miliarder Perancis, Francois Pinault.
Sanofi juga memiliki bisnis parfum dan kosmetik yang dijualnya pada 2008 ke L’oreal, yang sekarang memiliki 9,4 persen saham di grup farmasi tersebut.(msn)