Kemarin saya dan istri mengunjungi perpustakaan terbesar di Australia Barat. Menurut Petugas terdapat ratusan ribu buku yang terdiri dari; fiksi, non fiksi, ekonomi, seni, politik, kesehatan dan seterusnya. Untuk mendapatkan kartu anggota, wajib menunjukkan bukti bahwa kami adalah penduduk Australia Barat. Maka saya menyerahkan Driver License dan mengisi formulir.Dalam waktu tidak sampai 5 menit, kartu anggota sudah jadi. Dan sebagai anggota, kami masing-masing boleh meminjam 15 jenis buku untuk dibawa pulang. Diberikan tenggang waktu selama 4 minggu untuk membaca
Membaca Taktik Playing Victcim
Salah satu bacaan yang menarik adalah: “The Screet of Victory” yang merupakan terjemahan dari buku aslinya yang berbahasa Mandarin. Menceritakan bagaimana cara culas memenangkan kompetisi. Untuk jelasnya saya tuliskan intinya disini.
Maharaja Tzen Chang menyambut kepulangan 2 orang Jenderal yang sudah berhasil menaklukkan kerajaan-kerajaan kecil, yang selama ini tidak mau membayar upeti. Jendral Chin sukses menaklukan raja-raja kecil di bagian barat kerajaan sedangkan Jendral Thung sukses membuat seluruh kerajaan kecil yang tersebar di seluruh bagian timur kerajaan.
Maharaja Ingin Mengangkat Jenderal Besar Kerajaan
Kini Maharaja ingin mengangkat salah satu dari mereka, menjadi Jenderal Besar dari Kerajaan yang dipimpinnya. Dalam uji kemampuan diri baik dalam hal memanah, menggunakan tombak dan kemahiran menunggang kuda, keduanya memiliki kehebatan yang berimbang. Termasuk dalam hal menggunakan berbagai senjata, keduanya memiliki kemampuan yang setara.
Hal ini menyebabkan Maharaja menjadi bingung, mau memilih satu diantara keduanya. Karena itu Maharaja menunda pengangkatan Jendral Besar untuk kerajaan, sementara ingin memikirkan cara lain, untuk menguji keduanya.
Selang beberapa hari kemudian, tiba-tiba terjadi kebakaran di tenda yang didiami oleh para prajurit dari Jenderal Thung. Puluhan prajurit yang sedang tidur pulas, luka-luka akibat terbakar dan banyak di antaranya yang tewas.
Setelah diselidiki, ternyata ada saksi bahwa di tengah malam, ketika semua orang tidur pulas, ada beberapa panah berapi yang jatuh di tenda prajurit dan karena tenda tenda terbuat dari kain, maka dalam waktu singkat api melalap hampir seluruh tenda dan mengakibatkan korban berjatuhan.
Hal ini membuat Maharaja menjadi murka, karena barusan mereka merayakan hari kemenangan, tiba-tiba kini kerajaan harus berduka, akibat tewasnya puluhan prajurit. Jendral Chin dipanggil dan diminta penjelasannya mengapa hal tersebut bisa terjadi. Logikanya, tidak mungkin prajurit Jendral Thung membakar tenda mereka sendiri. Tapi Jendral Chin bersumpah pada Maharaja, bahwa ia sungguh tidak mengetahui dan akan memberikan hukuman pancung bila kedapatan ada dari antara prajuritnya yang melakukan hal tersebut.
Maka demi untuk meredakan kemarahan Baginda, siang itu juga diumumkan bahwa Jendral Chin sudah berhasil menangkap pelakunya dan akan dihukum pancung didepan umum. Tampak seorang Prajurit yang sudah babak belur diseret dengan kuda dan kemudian di bawa ke atas panggung.
Ketika seluruh rakyat sudah berkumpul di sekeliling alun alun, maka “pelaku” pembakaran itupun di pancung. Maharaja puas atas kinerja dari Jendral Chin yang bekerja cepat menangkap pelaku yang membakar tenda perkemahan prajurit Jenderal Maka, rakyat memuji-muji ketegasan dari Jenderal Thung, yang bertindak sangat cepat dan menghukum prajuritnya, yang telah melakukan pelanggaran. Dengan berapi-api Jenderal Chin berpidato, bahwa ia akan bertindak tegas, terhadap siapapun yang tidak mematuhi aturan, tanpa tebang pilih. Sekali lagi rakyat bersorak-sorak, memuji kepemimpinan Jenderal Chin.
Jendral Thung Diserang Dan Terluka Parah
Tapi Baginda Maharaja Tzen tidak dapat menikmati kelegaan lama lama, karena selang dua hari setelah itu, lagi-lagi heboh, karena Jendral Thung terluka parah, akibat diserang oleh beberapa prajurit Jendral Chin. Maharaja langsung mendatangi kediaman Jendral Thung, yang sedang tergolek mandi darah. Tubuhnya penuh dengan luka bacokan disana sini dan di sekelilingnya terkapar tak bernyawa 7 orang Prajurit dari Jendral Chin dan dari salah satu prajurit yang mati terbunuh, didapati secarik surat perintah rahasia untuk membunuh Jendral Thung
Maka Maharaja tidak mampu menahan kemarahannya lagi. Ia memerintahkan menangkap Jendral Chin. Walaupun Jendral Chin sudah bersumpah, bahwa ia sama sekali tidak memerintahkan anak buahnya untuk membunuh Jendral Thung, namun kali ini Baginda Maharaja tidak lagi percaya kepadanya.
Maharaja mengumumkan, sesungguhnya Jenderal Chin harus dijatuhi hukuman mati. Tapi mengingat jasanya yang besar terhadap kerajaan, maka ia hanya dicopot dari seluruh jabatan dan diusir dari kerajaan.
Jenderal Thung yang sedang dalam perawatan karena terluka parah, mengutus wakilnya,untuk memohon kepada Maharaja agar Jenderal Chin diampuni. Maharaja sangat terharu akan kebesaran jiwa Jendral Thung, namun tidak bisa menarik titahnya. Karena itu sebelum Jenderal Chin diusir dari kerajaan, Maharaja memerintahkan prajurit untuk mengantarkannya kepada Jenderal Thung untuk meminta maaf.
Ketika Jenderal Chin berlutut di depannya, maka Jenderal Thung menyuruh semua prajurit keluar dan menjaga jangan ada yang masuk, karena ia ingin berbicara 4 mata dengan Jenderal Chin. Ketika dalam tenda, hanya ada mereka berdua, maka Jenderal Thung berkata: “Chin, anda orang pintar, tapi anda lupa, bahwa yang mampu mengalahkan orang pintar adalah orang yang cerdik. Anda lupa akan taktik “Membunuh anak buah sendiri dan melukai diri adalah jalan paling ampuh memenangkan pertarungan. Karena dihadapan Maharaja dan rakyat kerajaan, orang yang jadi korban adalah orang benar. Dan anda telah melupakan hal ini, karena terlalu percaya diri. Kini anda sudah tahu, bahwa untuk memenangkan pertarungan, keberanian dan kepintaran saja tidak cukup”
Jenderal Chin hanya bisa tertunduk dan diam karena ia memahami bahwa kini, dirinya hanyalah rakyat biasa. Satu kata saja sudah cukup untuk membuat kepalanya mengelinding di tanah. Ia menyesal, tapi sudah terlambat, karena tidak akan ada lagi kesempatan yang kedua bagi dirinya.
Sumber bacaan: “The Secret Of Victory ”
Tjiptadinata Effendi