Dan saya terbangun dengan sebuah mimpi,
Melihat jam tangan yang tergeletak di atas meja samping tempat tidur.
02:25
Bangkit dari tempat tidur,
Membuka pintu kamar,
Dan menemukan Bapak yang masih asyik merokok di kursi teras.
“Ngopo, Nduk?
Koq wis tangi? …
Semalam badanmu panas lo,
Tak selimuti gak keroso yaa …”
“Mboten, Pak …,”
Jawab saya sambil duduk di sebelah Bapak,
Masih berkerudung selimut …
“Heh!! …
Lha koq malah lungguh nang kene to …
Kena angin mengko,
Sakitmu gak sembuh2 …”
“Pak …
Saya mimpi ….”
“Yo lumrah e wong turu kuwi yo ngimpi,
Aku ngunu yo sering ngimpi …
Ngimpi ni Ibuk mu …,”
Sahut Bapak sambil tersenyum.
Rokok nya sudah habis,
Dan Bapak mengambil gelas kopinya yang sudah tinggal sedikit lagi …
“Saya buatkan kopi lagi ya, Pak??? …”
“Ra usah,
Kembung wetengku mengko ngombe kopi terus …”
Lama kami terdiam,
Terdengar suara jengkerik yang membelah kesunyian malam …
“Mimpi opo kowe, Nduk?? ….”
“Sepertinya saya datang ke satu tempat, Pak …
Ada rumah kayu,
Banyak anak2 kecil sedang belajar di dalam nya …”
“Sekolah po?? …”
“Sanes, Pak …
Itu rumah biasa,
Di tengah ladang ….
Ada anak perempuan kecil yang menggandeng tangan saya,
Menunjukkan jemarinya yang mungil ke arah rumah itu ..”
“Terus?? …”
“Lalu anak itu berkata kepada saya,
Itu rumah kami …
Kak Alex mau kan tinggal bersama kami di sana???….”
Saya melihat Bapak tersenyum ….
“Koq senyum to, Pak??? …”
“Kuwi jenenge kowe lagi kangen …”
“Kangen karo sopo, Pak?? …”
“Yo karo bocah2 cilik sing pernah mbok temui,
Yen awakmu dolan nang ndeso2 kuwi …”
Saya terdiam …
Menarik ujung selimut saya agar terasa sedikit lebih hangat ….
“Ada satu nama yang begitu melekat di hatiku,
Wagiman ….”
“Sopo kuwi, Pak?? …”
“Boleh dibilang,
Dia adalah inspiratorku …
Wagiman itu adalah orang miskin harta namun kaya hati,
Dia dulu tinggal tak jauh dari rumah keluargaku di Mojokerto ….”
“Cerita, Pak …”
“Halah …
Kowe mulai ngalem nek loro ngene ….,”
Kata Bapak meledek saya ….
Lalu Bapak meneruskan ceritanya …..
“Jabatan Wagiman adalah Kabayan,
Atas jabatannya itu dia berhak mengelola tanah bengkok yang tidak seberapa.
Dari tanah bengkok itulah dia bercocok tanam dan menghidupi keluarganya.
Cukup?? … Jauh dari cukup …
Wagiman terbilang melarat untuk ukuran segala zaman.
Bayangkan,
Jika kemarau dari dalam rumah bisa melihat langit dari lubang-lubang atap rumah yang bolong.
Jika musim hujan, dipan beralaskan tikar serta lantai yang tanah itu basah kuyup akubat terobosan air yang tumpah dari langit.”
“Wagiman ini sebenarnya ruh Marhaen yang merasuki relung jiwaku.
Usianya belum lagi 12 tahun ketika dia masih sekolah di E.L.S Mojokerto.
Tiap hari aku main ke rumahnya, menemaninya mencangkul pekarangan.
Di sela2 kesibukannya,
Tak jarang dia leyeh2 di pematang sawah.
Kalau sudah begitu,
Biasanya aku akan mendekatinya …”
“Sesekali dia menembangkan lagu2 Jawa yang sarat makna,
Dan itulah waktuku utk belajar dengannya,
Tentang syair kehidupan.
Di waktu yang lain,
Dia akan bercerita tentang epos Ramayana hingga Mahabharata.”
“Lalu, Pak??
Hubungannya dengan mimpi saya itu apa, Pak?? …”
Bapak terkekeh,
Menyomot kotak rokoknya kembali,
Menyalakannya lalu menghembuskannya perlahan …
Asap tipis terpihat memenuhi udara di sekitar Bapak dalam sekejap …
“Hubungannya???…
Dari setiap hal sederhana,
Kita ini bisa belajar banyak, Nduk ….
Dari mimpimu,
Apa yang di isyaratkan semesta kepada dirimu?? …
Kowe kuwi kudu bisa ngajari bocah2,
Mengajari anak2 negeri ini,
Supaya menjadi Generasi Muda yang cerdas …
Mereka,
Entah di mana saja berada …
Tanpa dirimu sadar,
Begitu menantikan kehadiranmu ….
Bahkan mungkin,
beberapa di antaranya berharap kau tinggal bersama mereka,
Menjadi kakak mereka,
Menjadi Ibu bagi mereka …..”
“Tapi saya kan bukan Guru, Pak??? …”
“Sing ngomong kowe kuwi Guru yo sopo??? …
Mengajari itu tidak harus sebagai Guru …
Kamu bisa tanamkan budi pekerti kepada mereka,
Kamu bisa ajarkan tentang perilaku kebajikan,
Kamu bisa ajak mereka menjadi orang2 yang kreatif …”
“Wagiman,
Walau hanya seorang perangkat desa,
Yang hidupnya sederhana dan cenderung melarat,
Tetapi termasuk salah satu yang punya andil besar dalam membentuk karakter dan jiwa juangku ….
Kamu,
Memiliki banyak hal yang lebih dari si Wagiman itu …
Mosok gak bisa to membaginya kepada anak2 negeri ini??? …”
“Tapi itu mimpi, Pak …….”
“Berapa persentase mimpi yang akhirnya jadi kenyataan??? …
Dulu aku juga mimpi Indonesia merdeka …
Bahkan mimpiku itu kurajut bertahun2 sejak aku masih kecil,
Dan nyatanya …..
Indonesia merdeka bener to??? ….”
Bapak terdiam,
Saya pun terdiam.
“Yang penting niat,
Kami punya niat gak utk bisa hidup dan berbagi bersama mereka …”
“Injih, Pak …”
“Ya sudah,
Setelah itu berdoa, tetap berusaha,
Dan lihat keajaiban apa yang akan diberikan oleh semesta ini kepadamu …”
“Di Jawa, Pak?? …
Atau di luar Jawa???? …,”
Tanya saya mulai penasaran ….
“Sing penting jik nang Indonesia ….
Seperti cintamu pada negeri ini to, Nduk????? …..”
“Sendiri, Pak???? …”
Saya tersenyum,
Bapak merangkul saya ….
“Entah …..
Jawabannya nanti akan datang pada dirimu ….
Bulatkan tekadmu utk tetap berjuang demi negeri ini,
Itu saja kuncinya ….”
“Matur suwun, Pak …,”
Jawab saya lirih ….
Dan kamipun menikmati sisa malam dengan memandangi kerlip bintang di angkasa …..
(Dedicated for “Bapak” Ir. Soekarno – Founder Father of Indonesia)
Al Fatihah …
Penulis: RR. Diah Mustika Sari