Pantai Kuta merupakan salah satu pantai yang terkenal keindahannya di pulau Lombok, dengan pasirnya yang putih serta bentuk pasir menyerupai merica merupakan keunikan tersendiri bagi wisatawan untuk datang berkunjung. Pantai yang berlokasi di kabupaten Lombok tengah ini sedang mendapatkan perhatian khusus bagi pemerintah daerah untuk terus mengembangkan potensi pariwisata yang ada, terbukti dengan proyek pembangunan mandalika resort yang merupakan salah satu sepuluh destinasi unggulan sejajar dengan Labuan bajo (Komodo).
Sektor pariwisata merupakan salah satu sektor yang menyumbangkan pemasukan terbesar bagi kas negara setelah sektor minyak bumi dan pertanian. Fakta tersebut tentu tidak hanya terhenti menjadi opini para peneliti yang hanya mengambil sampel dari beberapa daerah saja. Bukan, tapi mari kita coba berjalan-jalan sejenak ke tepian pantai Kuta.
Siapapun yang datang ke pantai ini untuk pertama kali pasti akan merasakan takjub yang sangat mendalam, karena keindahan pantai tersebut. Lain lagi bagi orang yang berulang-ulang datang ke tempat ini. Ada pemandangan yang luput dari mata, kedua mata bahkan mata batin serta hati kita…
Apabila kaki sudah sering kali berjalan diatas pantai ini serta mata sudah bosan dengan suguhan keindahannya, maka pemandangan lain akan muncul, baru kelihatan lebih tepatnya. Pemandangan ini bukanlah hantu, saya pun tidak mengajak anda untuk memperhatikan dua orang wisatawan asing yang berbaring dan hanya memakai bikini, bukan. Dan saya juga tidak mengajak anda untuk memperhatikan salah seorang wisatawan dalam negeri cantik yang sedang mengambil gambar sambil berdiri. Namun saya mengajak anda untuk sejenak memperhatikan seorang gadis kecil yang tertunduk diantara kedua wisatawan tersebut.
Ketika masuk kedalam area pantai kuta, maka kita akan disambut oleh ibu-ibu pedagang asongan. Barang yang mereka jual antara lain : baju kaos, gelang, kalung, mutiara dan jajanan khas. Setelah para pedagang merasa terabaikan hanya dengan kata “sebentar ya bu atau kami sudah beli bu” maka ibu-ibu tersebut perlahan menjauh dan mencari tempat yang teduh karena cuaca di pantai ini terbilang cukup panas.
Satu jam sudah terlewati. Setelah puas berkeliling mengitari pantai, para pengunjung memutuskan untuk bersantai dan duduk diatas pasir putih dengan pemandangan laut lepas yang berwarna biru. Disela-sela duduk santai sambil sesekali menutup mata dengan topi karena terik, datanglah pedagang asongan muda, gadis diatas tadi. Namun jumlah mereka tidak sedikit bahkan sampai sepuluh orang.
Mereka datang menawarkan barang dagangan yang sama seperti yang dibawa oleh ibu-ibu sebelumnya. Beberapa kali diabaikan namun mereka tak menyerah. Ada yang unik dari anak-anak ini, mereka selalu datang pada waktu siang tepatnya pukul 13:00, dan sebelum mereka menawarkan barang dagangan, mereka akan memperhatikan lebih dahulu jenis wisatawan calon customer.
Penasaran dengan pertanyaan sendiri akhirnya saya memutuskan untuk bertanya. Hal pertama ialah, kenapa mereka memperhatikan sebelum menawar, karena dalam hati saya berkata bahwa mereka bisa saja berniat buruk. Tapi dugaan saya salah, salah total. Mereka tidak langsung menanyakan dan menawarkan karena mereka ingin tahu dulu asal wisatawan tersebut hanya melalui tipical wajah, dan benar, setelah mereka yakin akan asal wisatawan tersebut mulailah mereka mengucapkan salam dengan bahasa asing sesuai asal wisatawan tersebut.
Saya tercengang. Anak sekecil itu sudah tahu beberapa bahasa walau sekadar greeting dan perkenalan, dan jumlah greeting yang di hafal hampir seluruh bahasa didunia. Bukan hanya itu, untuk memunculkan rasa nyaman dari wisatawan, anak-anak ini menghafal nama ibukota Negara. Sekalipun Negara tersebut terbilang jauh dan jarang didengar, tapi itulah yang menjadi kekuatan transaksi jual beli mereka dengan wisatawan. Yaitu rasa nyaman.
Semakin lama semakin ingin rasanya saya mendalami kehidupan anak-anak ini walau sesaat. Akhirnya saya berniat untuk menanyakan hal kedua yaitu waktu kedatangan mereka yang hanya pada siang hari. Salah satu dari mereka menjawab “karena harus sekolah dulu bang, tapi terkadang kami bolos, karena tourist pada siang hari biasanya ramai berkunjung”. Ucapnya tenang.
Kesimpulan saya dari dua jawaban yang saya temukan ialah : pendidikan itu penting tapi supply kehidupan akan ekonomi pun penting. Yang kedua saya tidak akan memandang cover dari anak-anak ini lagi nanti ketika dating untuk kesekian kalinya, walau mereka dekil tapi mereka paham beberapa bahasa yang artinya mereka setingkat lebih cerdas.
Saya tidak mengajak untuk menyumbang, atau menyuruh anda ketika berkunjung harus membeli barang dagangan mereka, bukan. Karena saya pun malas melakukan hal demikian. Saya berpikir bahwa itu merupakan kewajiban orang yang memang berwajib memikirkan dan membantu keadaan tersebut.
Hal yang saya tekankan ialah tentang keberagaman, tentang indahnya kebersamaan, tentang indahnya perbedaan, tak peduli kulit hitam atau putih, rambut keriting atau lurus, kaya miskin dan cantik atau pun tampan. Karena perbedaan dan keberagaman ialah objek untuk belajar, belajar tentang saling menghargai. Sebab kita harus “Berani bersatu membela keberagaman”.
#BeraniBersatuMembelaKeberagaman