Partai-partai politik kini telah sibuk mempersiapkan jagoan-jagoannya untuk bertarung di Pilkada serentak tahun 2018. Ketua umum partai dan para petinggi partai telah melakukan berbagai konsolidasi untuk menentukan siapa-siapa saja yang di usung dalam Pilkada serentak. Di Sumatera Utara ketua umu partai PDI Perjuangan Megawati memilih Djarot-Sihar Sitorus menjadi calon Gubernur dan wakil Gubernur.
Berbicara Pilkada Sumatera Utara adalah hal yang menarik, karena Sumatera Utara daerah penting dalam Politik Nasional. Pilkada Sumut menjadi hal penting untuk dianalisa dan di kaji. Di Pilkada Sumut sering terjadi salah perkiraan. Dalam dua kali Pilkada Sumut yang menang selalu yang tidak di jagokan, itulah uniknya pilkada Sumut.
Setelah Megawati memilih Djarot-Sihar Sitorus menjadi Cagub-Cawagub Sumut, banyak orang meragukan Djarot karena tidak putra daerah. Djarot di ragukan karena Djarot tidak mengetahui seluk-beluk daerah Sumatera Utara. Semua orang tidak tahu strategi apa yang dilakukan oleh Megawati memilih Djarot sebagai Calon Gabernur Sumatera Utara.
Belajar dari dua Pilkada di Sumatera Utara, tidak dapat di Pungkiri dalam Pilkada Sumatera Utara yang menang selalu golput, menang golput selalu telak.Ditahun 2008 Golput mengang 47 % dan di Tahun 2013 golput menang 53%. Ini membuktikan bahwa kepercayaan masyarakat kepada Pemimpin Sumut sangat kurang, dikarenakan Sumut kehilangan sosok pemimpin yang bersih dari korupsi dan bisa membawa sumut bangkit dari ketertinggalan.
Terbukti bahwa dua gubernur Sumut diangkut oleh KPK. Hal inilah menjadi pengalaman dan traumatis masyarakat sumut dalam Pilkada Sumut. Beberapa calon telah di umumkan dan diberikan mandat, seperti Edy Rahmayadi-Musa Rajekshah telah di dukung Oleh lima partai Gerindra, Golkar, PKS, PAN, Dan Nasdem. JR Saragih dan Ance didukung Oleh Partai Demokrat, PKB dan PKPI dan Djarot- Sihar Sitorus di Dukung Oleh partai PDI-P dan masih kekurangan 4 kursi yang dinantikan dari partai PPP.
Dalam Analisa saya, JR Saragih- Ance Selian memiliki kekuatan massa, dari sisi politik suku bahwa hanya JR Saragih yang Asli orang Batak. Dalam peta politik etnis suku batak memiliki 41,95 %, Jawa 32,62%, Nias, 6,36%, melayu, 4,92%, Tionghoa 3,07%, Minangkabau 2, 66%, dan lain-lain 8, 43% sehingga potensi suaranya ada, namun masalahnya bagaimana meyakinkan supaya memilih dia. Dilihat dari kinerja, JR. Saragih dapat rapot merah di Simalungun karena urusan infrastruktur pun tidak beres. Dari sisi pengalaman, JR. Saragih telah Memimpin Kab. Simalungun dua Periode, potensi dalam memimpin tidak diragukan lagi.
Berbicara Edy Ramayadi, memiliki potensi massa dan popularitas karena dia adalah seorang jendral dan pangkostrad serta ketua PSSI. Bila dilihat dari pengalaman sangat mumpuni, potensi pemimpin ada dan memiliki massa yang banyak juga, dilihat dari sisi Agama di Sumatera Utara Islam 63,91%, Kristen Protestan 27,86% katolik 5,41% Budha 2,34% Hindu, 0.35% Parmalim dan lain 0,01 % (Wikipedia). Kekuatan ini bisa menjadi referensi dan bisa dimanfaatkan dengan baik.
Berbicara kinerja, sampai saat ini belum ada kinerja yang bisa dilihat oleh masyarakat, Dalam memimpin PSSI pun masih banyak gejolak yang terjadi. Dari semua calon yang paling optimis yang akan memimmpin Sumut adalah Edy Ramayadi. Optimis boleh itu bagian dari kebahagian, namun tidak cukup hanya optimis starategi dan kinerja di perlukan juga.
Melihat pasangan Djarot-Sihar Sitorus, pasangan ini hanya mengandalkan pengalaman dan kinerja. Djarot telah berpengalaman memimpin Kota Blitar dua Periode dan DKI Jakarta, dan Sihar Sitorus hanya mengandalkan Putra daerah dan suku Batak. Pasangan ini mendapat keraguan dari masyarakat, dimana Djarot tidak putra daerah dan belum menguasai daerah Sumatera Utara. Memang belajar dari Pilkada Jakarta tidak cukup hanya mengandal kinerja, karena di Pilkada Jakarta Tidak ada korelasi kinerja terhadap kemenangan, Tingkat kepuasan kinerja Ahok 75% puas tetapi kalah.
Dalam pertarungan Pilkada Sumut kali ini, JR Saragih diuntungkan karena hanya dialah Orang Batak yang menjadi calon Gubernur, dari sisi politik gengsi orang batak tidak mau ekor selalu ingin jadi kepala atau raja, biasalah orang batak kalau nomor dua tidak mau alias wakil Gubernur, ada tekanan kita harus memimpin daerah kita sendiri.
Satu hal yang tidak bisa terlepas dari pilkada Sumatera Utara atau bahkan daerah lain juga yaitu politik uang “ Money Politik”. Kita ingin Sumatera Utara bisa menghilangkan politik uang, kalau mau maju Masyarakat Sumatera utara harus berubah dan cerdas dalam memilih pemimpin. Jangan lagi uang menghantui Pilkada Sumatera Utara.
Pilkada Sumut selalu dimenangkan oleh golput, dua kali pilkada Sumut yang menang adalah selalu Golput. Strategi yang harus dilakukan adalah bagaimana menaikkan partisipasi masyarakat dalam memilih. Dalam hal ini partai PDI-Perjuanganlah yang melakukan strategi tersebut, sehingga di pilih Djarot untuk Sumut, Djarot sudah ter uji di Blitar dan DKI Jakarta, Djarot dipilih karena animo masyarakat sumut tinggi, sudah saatnya masyarakat Sumut melihat kinerja dan transparan, sudah saatnya juga masyarakat Sumut membuang ego sektoral dan ego sukuisme, sehingga Sumut bisa maju, saatnya Sumut keluar dari Propinsi terkorup.
Mungkin kalau strategi Politik identitas, untuk masyarakat Sumut tidak berlaku, karena tidak diterapkan pun masyarakat Sumatera telah membentuk koloni sendiri jadi, tipe koloninya adalah koloni memilih karena terima uang, memilih karena satu suku, memilih karena satu agama dan lain-lainnya. kalau mau memainkan politik identitas seperti yang di Jakarta di Sumatera Utara itu tidak berlaku. Itulah uniknya Sumatera Utara. Strategi lain adalah memanfaatkan mesin partai, partai yang sering melakukan mesin partai adalah partai PDI-P. sampai saat ini partai yang berhasil memainkan mesin partai yang paling maksimal adalah Partai PDI-P.
Pilkada Serentak bukan hanya di Sumatera Utara, semoga Pilkada serentak di daerah lainnya dapat membangun dan menyadarkan masyarakat akan pentingnya memilih pemimpin. Dan Pilkada serentak bukan ajang pemecah belah tetapi mempersatukan dan membangun demokrasi Indonesia ke arah yang lebik baik.