Presiden Joko Widodo telah memastikan keputusan pemindahan Ibu Kota Negara (IKN) ke Pulau Kalimantan. Dasar pemindahannya bukan berasal dari keinginan pribadi. Sumber muasalnya adalah visi besar dan cita-cita luhur dari para tokoh pendiri bangsa Indonesia.
Semisal, jauh sebelumnya Bung Karno—sang tokoh proklamator dan presiden pertama—pernah membayangkan IKN berada di bumi Borneo (Kalimantan) meskipun masih secara samar-samar.
Kini, Presiden Jokowi bermaksud mewujudkan visi besar dan cita-cita luhur dari para tokoh pendahulu. Pun demikian, kesungguhan tekad presiden senantiasa merujuk pada mandat konstitusi.
Mandat berkelanjutan
Namun, sebagai satu keputusan politik pemindahan IKN ternyata perlu diperkuat pula dengan perangkat-perangkat hukum dan aturan perundang-undangan lain yang berkekuatan mengikat. Keberadaan payung hukum tersebut kiranya berfungsi bagaikan barisan pengawal setia dan sekaligus merupakan satu jaminan yang kuat.
Sehingga, entah siapa pun kelak presiden-presiden berikutnya—terlepas dari partai politik manapun muasal pengusungnya—masing-masing akan tetap konsisten, serta berkomitmen penuh untuk melanjutkan pembangunan IKN yang baru. Di sanalah suatu area pusat pemerintahan terpadu, yang lebih ramah lingkungan dan bernuansa modern akan tumbuh dan berkembang sepenuhnya gemilang.
Tidaklah dimungkiri, bahwa pemikiran para tokoh bangsa terdahulu merupakan terobosan jauh ke depan. Pemikiran mereka merupakan proyeksi dari satu tanggung jawab besar, yakni mengungkapkan keinginan luhur untuk memastikan eksistensi dan kesinambungan Negara-Bangsa Indonesia.
Generasi demi generasi silih-berganti datang dan pergi. Presiden visioner dalam setiap generasi senantiasa mewujud tokoh-tokoh berkepribadian tangguh, yang tulus bekerja dengan mencurahkan segenap kepiawaian terbaiknya. So, apa pun kebutuhan objektif bangsa seiring dinamika dan tantangan perubahan zaman senantiasa beroleh jawaban tepat sesuai jenis kebutuhannya.
Selain itu, setiap presiden visioner menyadari panggilannya untuk mewariskan legacy fundamen dan kondisi-kondisi objektif, yang sejatinya untuk mensejahterakan serta memuliakan kehidupan berbangsa dan bernegara secara seutuhnya. Inilah panggilan mulia untuk memastikan NKRI berdiri kokoh dan mampu memenangi natur kompetisi apa pun dengan negara-negara lain. Visi sang negarawan sejatinya berjangkauan puluhan tahun atau ratusan tahun ke depan. Bahkan selama-lama mungkin hingga suatu saat kelak tiba batas akhir peradaban umat manusia di dunia!
Representasi kemerdekaan
Dengan menyadari kemuliaan cita-cita kemerdekaan, menguat pula keyakinan bahwa keberadaan IKN mula-mula di DKI Jakarta semakin jauh panggang dari apinya! Realita kekinian telah meruyak beraneka jenis “sampah-sampah” keberpihakan sempit. Otonomi pemerintahan DKI pun kian berantakan di tangan seseorang, yang kemungkinan memiliki kadar kebebalan nyaris sempurna beserta kerumunan TGUPP-nya.
Entahlah apakah sebenarnya kerjaan mereka dan sudah sebandingkah hasil-hasilnya dengan luberan dana APBD? Besar anggarannya telah tumpah-ruah dan deras mengalir entah ke mana!
So, sesuai fungsi kekhususannya, IKN mula-mula yang sudah ada saat ini perlu “dimerdekakan” dari belenggu pengrusakan sistemik pasca pilkada DKI Jakarta 2017. Pengrusakan sistemik itu merupakan imbas langsung ataupun tidak langsung dari keberpihakan sempit dari sang sosok kepala daerahnya. Kemungkinan pula inilah merupakan kondisi tak terelakkan tatkala kuasa otonomi diserahkan kepada seseorang, yang sejatinya bukanlah ahlinya. Apalagi, yang bersangkutan semakin terindikasi kian kebal terhadap kritikan.
Oleh sebab itu, kemerdekaan IKN mula-mula dari realita efek pengrusakan sistemik sejatinya merupakan conditio sine qua non.
Marilah kita bersepakat, bahwa setiap generasi bertanggung jawab terhadap pemenuhan hak-hak dan kewajiban generasi-generasi berikutnya. Pasalnya, mereka sama-sama berhaknya dengan generasi kita untuk mengalami keadaan terbaik dari Negeri ini. Bahwa keadaan terbaik itu pun mungkin saja merupakan buah manis dari perjuangan dan pengurbanan generasi-generasi sebelumnya. Oleh sebab itu, generasi kita sebagai pendahulu mereka dituntut untuk mampu saling bersinergi melalui pelbagai kerja-kerja produktif mewujudkan kedamaian, kesejahteraan, dan kemajuan hadir merata secara berkeadilan ke seluruh Indonesia!
Marilah kita dukung bersama-sama kebijakan pemindahan IKN ke lokasi baru di Pulau Kalimantan. Keberadaan IKN baru tersebut kiranya semakin memastikan pula langkah-langkah kita untuk mencapai cita-cita kemerdekaan bangsa Indonesia. Sudah bukan masanya kita membiarkan keberadaan IKN terus-menerus dirongrong semisal oleh kemacetan, ancaman banjir, polusi udara, dan gelombang aksi kontra-produktif dari sebagian warga berangasan dan berperangai sumbu pendek serta tidak pandai mengucap syukur.
Seyogianya, kita semua harus mampu saling bersinergi dengan tidak merongrong pemerintahan. Sukseskanlah mandat pemerintahan nasional secara keseluruhan demi kemajuan NKRI, entah siapa pun yang sedang memangku mandat tersebut melalui siklus pemilu demokratis modern yang konstitusional.
Akhir kata, tatkala pucuk pimpinan tertinggi pemerintahan nasional telah memutuskan pemindahan IKN, sejatinya itu karena sang presiden tidak bersikap lalai atau abai terhadap kecanggihan prediksi ilmu pengetahuan.
Sebagaimana kita ketahui, para ilmuwan kompeten pun telah lama mengingatkan tentang potensi dan risiko Pulau Jawa akan kolaps (tumbang). Pulau berpenghuni terbanyak ini telah sekian lama terus-menerus “dibiarkan” menanggung beban yang teramat berat. Padahal, banyak penelitian telah mengungkapkan kemerosotan kualitas lingkungan seiring penurunan daya dukung alamnya secara tanpa terelakkan.