Pernahkah Anda bertanya kenapa ada pihak-pihak yang kelihatannya sangat membenci aseng (warga negara Indonesia keturunan Tionghoa)? Sangat mengherankan di zaman now masih ada kebencian terhadap manusia lainnya berdasarkan etnis dan sukunya. Seperti kata pepatah, tidak ada asap kalau tidak ada api. Tidak mungkin ada kebencian kalau tidak ada penyebabnya, entah sebabnya dari pembenci maupun yang dibenci.
Nah… di bawah ini akan coba saya jelaskan sebab-sebab kebencian terhadap aseng ini. Tentu tidak berhenti pada sebab melainkan juga mencoba memberi sanggahan logis atas alasan itu. Jika alasan itu masuk akal dan dapat diterima, maka kita terima. Tetapi kalau alasan itu tidak dapat diterima, sekalipun masuk akal, maka kita tolak.
Kesombongan aseng dalam berelasi
Benar bahwa ada kasus di mana aseng sangat kelihatan kesombongannya. Mungkin karena kekayaannya, pun juga karena tidak sama pandangannya. Pada intinya, ketika berhadapan dengan mereka, meskipun tak bisa dijelaskan dengan kata-kata, menunjukkan sifat kesombongannya, sehingga ada kemarahan terhadap.
Tetapi apakah mereka semua seperti itu? Menurut pengalaman penulis, tidak. Justru penulis menemukan bahwa banyak dari mereka sangat baik hati, jauh melampaui kebaikan hati penulis sendiri. Lalu apakah karena sebagian dari mereka yang sombong menjadi alasan untuk membenci keseluruhan dari mereka? Apakah Anda yang membenci mereka karena kesombongannya bukan orang sombong atau apakah Anda pernah menemukan orang bukan aseng juga berlaku sombong? Jika ya, maka alasan kebencian Anda tidak berdasar. Yang Anda benci kesombongannya, bukan keasengannya.
Keberhasilan dan kesuksesan aseng
Benar bahwa banyak aseng yang berhasil dan sukses di Indonesia. Mereka memiliki toko dan non-aseng menjadi pekerjanya. Tetapi apakah mereka semua memang orang sukses dan berhasil? Tidak, karena ada sebutan bagi mereka yang tidak sukses dalam usaha, yaitu cina kebun. Itu artinya, mereka sama seperti yang lain, ada yang kaya dan ada yang miskin, gagal dan terpinggirkan.
Apakah keberhasilan mereka pantas dijadikan alasan untuk membenci mereka? Tidak, sebab mereka bekerja keras menguras otak dan mengucurkan keringat untuk mencapai keberhasilan. Keberhasilan mereka tidak turun dari langit, melainkan karena usaha dan kerja keras. Lalu kenapa Anda membenci mereka yang sukses dan berhasil?
Maka bukan keberhasilan dan kesuksesan mereka yang dibenci, pun juga bukan keasengannya, melainkan pembenci membenci dirinya sendiri yang tidak mampu mencapai seperti apa yang dicapai aseng. Artinya, pembenci itu melampiaskan kebencian terhadap diri sendiri dan kelemahannya kepada aseng karena ia tidak sanggup membenci dirinya sendiri. Aseng dijadikan kambing hitam.
Iman aseng berbeda dengan imanku
Benar bahwa aseng tidak selalu Islam, Kristen, Hindu, Budha dan Konghucu sebagai agama resmi di Indonesia. Aseng menganut beragam agama. Felix Xiau itu Islam, Ahok itu Kristen, yang saya kenal ada banyak yang Katolik, Budha, Hindu dan Konghucu. Bahkan banyak dari mereka yang saya kenal sangat taat beribadah. Bisa dibilang totalitas beriman mereka sangat pantas diacungi jempol. Maka jika karena agama aseng itu berbeda maka dibenci, sangat tidak masuk akal. Sebab jika mereka seiman dengan kita, sangat tidak mungkin kita membencinya.
Ahok misalnya. Andaikan dia seorang Islam dan bukan gubernur, mungkin saja tidak akan terjadi demo berkepanjangan. Mungkin saja dia menang dalam pilkada DKI, sekalipun lawannya keturunan Arab. Jadi sebenarnya bukan karena keasengannya, melainkan karena perbedaan agamanya.
Aseng itu PKI
Sangat benar bahwa China dikenal dengan penganut ideologi komunisme-marxisme. Berhubung Indonesia pernah mengalami pengalaman pahit dan menyakitkan ketika berhadapan dengan paham ini, maka bisa saja kebencian terhadap aseng itu karena ideologis komunisme. Hal ini semakin diteguhkan ketika ada isu kebangkitan PKI maka selalu dihubungkan dengan aseng.
Anehnya China sekarang lebih kapitalis daripada komunis. Lebih dari pada itu, sejarah membuktikan bahwa aseng tidak pernah menggaungkan ideologi komunisme di Indonesia. Mereka lebih dikenal sebagai pedagang dari pada penyebar ideologi. Bahkan ketika paham komunisme berjaya di Indonesia, pembawa ideologi itu bukan aseng, melainkan orang Indonesia sendiri.
Jadi nyatalah bahwa bukan paham komunismenya yang ditakuti pun bukan asengnya, melainkan PKI, yang menjadikan citra komunisme menjadi buru di Indonesia. Dengan demikian permasalahannya bukan terdapat pada asengnya, melainkan pada pembenci yang dibayangi sejarah kelamnya.
Aseng bukan orang Indonesia asli
Aseng itu bukan orang asli Indonesia. Artinya, mereka adalah keturunan etnis Tionghoa, baik yang baru menjadi warga negara Indonesia, maupun mereka yang lahir, nikah, beranak-cucu di Indonesia. Karena bukan Indonesia asli maka mereka dibenci sebagai antisipasi penjajahan baik berupa ekonomi maupun ideologi.
Tapi ini aneh. Baimana mungkin membenci aseng dengan alasan bukan asli Indonesia pada saat yang sama menyanjung keturunan Arab, Eropa, Amerika, dll. Apakah mereka itu tidak sama kedudukannya seperti aseng jika mau melihat dari segi keasliannya? Apa bedanya dengan keturunan bangsa lain yang sudah menjadi warga negara Indonesia. Padahal penjajah Indonesia terlama itu Belanda dan Jepang, bukan China. China bahkan tidak pernah menjajah Indonesia.
Apalagi belum jelas lagi siapa orang asli Indonesia. Orang membedakannya pribumi dan non-pribumi. Sementara pribumi digunakan Belanda hanya untuk membedakan warga negara Indonesia untuk menentukan tindakan yang akan diambil terhadapnya. Jadi hanya alat untuk kepentingan politik, bukan legitimasi.
Maka seharusnya bukan asengnya yang harus dibenci melainkan diri sendiri yang belum mampu move on dari sejarah kelam penjajahan. Atau mereka yang tidak mampu keluar dari mental jajahan, sehingg seolah masih hidup di era penjajahan ketika harus membenci penjajah. Move on bro.
Kesimpulan
Apapun alasan seseorang membeci aseng, tidak cukup hanya seperti yang sudah saya sebut di atas. Seribu alasan, bahkan sampai seluruh alasan, yang ada selagi masih bisa diungkapkan, tidak akan cukup. Dan tentu tidak cukup pula bantahan-bantahan untuk membantahnya. Jika yang satu dibantah, selogis dan se-masuk akal apa pun itu, alasan lain akan muncul.
Maka sebenarnya masalahnya bukan pada yang dibenci, melainkan pembenci. Sebab sebaik apa pun seseorang, jika kita membencinya akan tetap membenci. Siapa pun dia, entah aseng, entah asli Indonesia, entah Arab, entah Eropa, bahkan malaikat sekalipun, kalau kita sudah membenci akan tetap membenci. Dan ingatlah bahwa siapa yang membenci orang lain adalah orang yang membenci dirinya sendiri dengan melampiaskannya pada orang lain. Dan itu pengecut.
Jika Anda masih dihantui kebencian, silakan ke psikiater atau rohaniwan. Masak zaman now masih mempermasalahkan aseng dan asing. Kalau ada aseng asing (WNA) ilegal, silakan adukan ke pihak berwajib. Kalau Anda melihat aseng melanggar hukum, biarkan hukum yang bertindak. Seperti kata Gusdur, “Itu aja kog repot!” Tidak ada alasan membenci apa pun itu alasannya, apalagi berdasarkan etnis, suku, ras dan agama.
Salam dari rakyat jelata