Saya termenung sejenak setelah mendengar berita radio Elshinta senin 13 Mei 2019, bahwa Rencana pemerintah akan menghentikan import solar dalam waktu dekat ini, menjadi momentum yang tepat dalam mengoptimalkan pemanfaatan EBT (Energi Baru Terbarukan).
Menurut anggota Dewan Energi Nasional Sonny Keraf, langkah itu akan menghemat belanja anggaran pendapatan dan belanja negara atau APBN, untuk bahan bakar fosil hingga Triliunan rupiah.
Tujuan tersebut selaras dengan program pembangunan berkelanjutan PBB point ke tujuh, yaitu memastikan akses pada energi yang terjangkau bisa diandalkan berkelanjutan dan modern untuk semua.
Jika benar dalam waktu dekat ini segera terealisasi, bahwa pemerintah Indonesia akan segera mewujudkan EBT CPO menjadi Pengganti Bahan Bakar Solar dan bersamaan dengan EBT DME dari Gasifikasi coal sebagai pengganti Elpiji, tentu ini harus kita dukung.
Yang sangat Luar biasa dampaknya, bukan hanya banyak mafia migas kalang kabut karena stop import SOLAR dan stop impor LPG tentu kedua hal sangat LUAR BIASA PENGHEMATAN Negara di APBN.
Dan kita bisa membayangkan jika duit penghematan Triliunan di APBN ini di gunakan untuk mengoptimalkan infrastruktur, sarana prasarana jalan desa, jalan provinsi, jalan irigasi, jalan pelabuhan juga pembangunan tol laut bersamaan membangun sebanyak banyaknya Desa Mandiri Energi sesuai potensi masing masing daerahnya.
Kesemuanya itu akan mempercepat ketahanan kedaulatan pangan yang ini semua mewujudkan Indonesia dalam waktu dekat akan Daulat Pangan, Daulat Maritim dan Daulat Energi.
Di sisi lain Energi Fosil selain sumber dayanya terbatas, sekaligus sebagai penyumbang pencemaran lingkungan yg merusak ekosistem dan meningkatnya polutan. Tentu ini sangat mempercepat menambah pemanasan global yang berakibat siklus alam terganggu dan lebih extreme dari biasanya.
Sebagai suatu ilustrasi jika dari sisi perekonomian negara akan kebutuhan Energi Fosil yang saya peroleh dari beberapa narasumber lembaga pemerintah bahwa Energi Fosil memang dilematis walau tak dapat di sangkal kebijakan pemerintah Indonesia untuk mengkonversi penggunaan energi bakar yaitu minyak tanah ke Energi yg lebih bersih yaitu LPG (Liqued Petroleum Gas / Gas Berbasis Minyak) di tahun 2007 adalah di satu sisi sebagai hal yang membanggakan.
Namun bukan berarti pemerintah terbebas dari pengeluaran subsidi kendati jumlahnya tidak sebesar subsidi yang harus di keluarkan untuk minyak tanah, dan Untuk memenuhi kebutuhan LPG saat itu pemerintah harus mengimpor sekitar nyaris lebih dari 3,6 Juta Ton Per Tahun yang kesemuanya itu membutuhkan devisa belanja negara dalam jumlah besar. Yang jumlah ini terus meningkat bertambah dari tahun ke tahun karena terus bertumbuhnya permintaan. Sedangkan produksi di dalam negeri sekarang mungkin sekitar 25% dari kebutuhan belum lagi ladang sumur gas terkandung di dalamnya yang semakin waktu semakin berkurang kemampuannya.
Kondisi ini sungguh tidak ideal, Indonesia sesungguhnya kaya akan energi alternatif yaitu Energi Baru Terbarukan sehingga Import LPG yg nyaris 70% lebih itu seharusnya bisa di kurangi ketergantungan Import akan LPG ini, maka sudah saatnya pemerintah Indonesia lebih memberi perhatian kepada Energi EBT, yang sumber daya sangat luas tiada batas sangat berlimpah berkelanjutan dan dapat selalu diperbaharui pemanfaatannya, sudah jelas keseimbangan alam dan ekosistem terpelihara, menekan polutan juga pemanasan global sekaligus menumbuh kembangkan geliat perekonomian sebagai nilai tambah berdampak positif bagi produktivitas masyarakat.
Andai saja jika saja disetiap wilayah Kabupaten di Indonesia itu Pemerintah membangun minimal ada di 5 lokasi Mini Plant Listrik, yang Pembangkit Listrik berbasis ragam Energi Baru Terbarukan sesuai potensi daerah nya masing masing. Dan sebagai contoh misalnya
Pembangkit Listrik Tenaga Bayu.
Pembangkit Listrik Tenaga Hydro.
Pembangkit Listrik Tenaga Surya.
Yang secara paralel pemerintah membangun mendukung dan membantu sejumlah desa desa berpotensi membangun Mini Plant untuk memproduksi Energi baik itu Bensin, Gas atau Solar.
Salah satu contoh misalnya yang bersumber dari Hasil perkebunan seperti mengoptimalkan Kelapa Aren di diversifikasi menjadi BioEtanol sebagai alternatif bahan bakar di Kabupaten Boalemo Provinsi Gorontalo di desa Botumoito ini. Yang dari hasil lintas Lembaga pemerintah terkait di salah satu Litbang nya yakni Kompor BioEtanol dan nyaris di penggunaan nilai satu liter Bioetanol setara dengan nilai 3 Kg Gas elpiji Subsidi yang sangat di rasakan betul bermanfaat oleh masyarakat sekitar.
Atau yang bersumber melalui Pemanfaatan Pengolahan Limbah misalnya
Limbah Pertanian,
Limbah Peternakan atau
Limbah Rumah Tangga pada pengolahan sampah menjadi biogas ini belum banyak dilakukan masyarakat, yang hal ini mungkin disebabkan oleh masih kurangnya pemahaman tentang biogas ini. Padahal pembuatan biogas dari limbah atau sampah atau kotoran ternak merupakan sesuatu yang tidak sulit untuk diterapkan di masyarakat, utamanya di pedesaan.
Biogas adalah suatu gas yang mudah terbakar yang dapat dihasilkan melalui proses fermentasi ini terdiri dari beberapa unsur gas methane (CH4), Karbon Dioksida(CO2), Hidrogen Sulfida (H2S) dan Amoniak(NH3)
Dalam pembuatan biogas, diperlukan suatu rangkaian alat yang disebut digester atau reaktor.
Selama ini di Indonesia secara umum dikenal dua jenis model digester, yaitu model Floating Cover dan model Fixed Done yg masingmasing mempunyai kelebihan dan kekurangan seperti mudah dibuka membersihkan atau mengambil kotoran/kerak namun biaya lebih mahal karena tutup mudah karat sehingga harus sering diganti atau seperti seluruhnya dibuat dari batu bata dan ditanam di tanah biaya lebih murah, namun kelemahannya sulit untuk membersihkan atau mengambil kotoran/kerak untuk di proses menjadi bahan pupuk organik yg jauh lebih baik dari pupuk kimia.
Sampai di akhir kesimpulan saya bahwa antara Energi Fosil dan Energi Baru Terbarukan bukan mengenai sisi keunggulan semata akan tetapi bagaimana ini membuat suatu perubahan tatanan kehidupan berbangsa bernegara, yang berdampak lebih luas demi kemajuan taraf kehidupan perekonomian masyarakat secara keseluruhan dengan tetap menjaga kelestarian ekosistem di tanah air Indonesia tercinta ini.
Eko EBT-DME.2113.9471
0859-2113-9471
Penggiat EBT DME