Sobat travellers pasti sudah tidak asing lagi kan dengan sebuah provinsi di Pulau Jawa yang kaya akan khasanah budayanya, apalagi kalau bukan Yogyakarta. Ya, bagi para pencinta kuliner, patut kiranya untuk mengunjungi kota pelajar ini. Rupa-rupa makanan khas seperti bakpia, gudeg, geplak, gatot, sate klatak, jadah tempe, bakmi, wajib sobat travellers cicipi. Belum lagi banyaknya objek wisata baik wisata alam, wisata edukasi, wisata bahari, wisata religi atau wisata sejarah seperti halnya Candi Sambisari di Kabupaten Sleman.
Sleman seribu candi. Tiga kata itulah yang sering kita dengar untuk menggambarkan KOTA SALAK PONDOH, yang berbatasan langsung dengan Provinsi Jawa Tengah di sebelah Timur dan Utara.
Candi Sambisari yang memiliki kemiripan pola bangunan dengan Candi Prambanan ini terletak di Dusun Sambisari, Purwomartani, Kalasan. Ditemukan pada tahun 1966 oleh seorang petani dari Dusun Sambisari. Pada saat itu kondisi candi masih terpendam endapan lahar gunung Merapi.
Kompleks candi terdiri dari tiga halaman. Pada halaman pertama lah terdapat sebuah candi induk dan tiga candi perwara atau yang biasa disebut sebagai candi pendamping. Berdasarkan bentuk arca dan reliefnya, Candi Sambisari diperkirakan dibangun pada abad ke-9 dan berlatar agama Hindu.
Ada yang unik dengan candi ini. Jika kebanyakan candi terletak di atas permukaan tanah, maka tidak dengan Cambi Sambisari yang terletak kira-kira 6,5 m di bawah permukaan tanah. Di tengah-tengah ruangan candi induk, terdapat sebuah lingga dan yoni.
Jika lelah, sobat travellers bisa beristirahat sejenak di gazebo-gazebo halaman candi yang berada di atas permukaan tanah. Sembari menikmati semilir angin yang menerpa wajah atau melihat pesawat yang sesekali melintas.
Sobat traveller juga tak perlu bingung jika perut mulai keroncongan. Menuju ke arah Utara dari situs candi, sobat travellers akan menemukan sebuah rumah makan semi outdoor dengan saung-saung bambu yang terletak di tepian sawah, Saoto Bathok Mbah Katro. Dari namanya saja kita dapat mengidentifikasi kalau tempat makan ini bernuansa ndeso (baca: desa) dengan tempurung-tempurung batok kelapa sebagai mangkok yang digunakan untuk menyajikan soto. Khas kuahnya yang bening, irisan daging sapi yang begitu empuk, plus taoge segar, eemmm yummy dan patut sobat travellers coba. Soal harga, dijamin tidak menguras kantong.
Di sebelah Selatan situs candi, sobat travellers akan menemukan penjaja aneka jajanan pasar di sebuah lapak yang hanya buka maksimal sampai jam 12 siang saja.