Indovoices.com – Komitmen dan langkah sistematis Indonesia pada sektor lingkungan hidup dan energi menjadi pesan penting yang disampaikan oleh Delegasi Indonesia pada pertemuan G20 Ministerial Meeting on Energy Transitions and Global Environment for Sustainable Development yang saat ini tengah berlangsung di Karuizawa Jepang, pada tanggal 15-16 Juni 2019.
Pertemuan Tingkat Menteri G20 yang mengintegrasikan pembahasan isu lingkungan hidup dan isu energi merupakan gagasan Pemerintah Jepang, selaku Presiden G20. Pertemuan G20 Ministerial Meeting ini mengusung tema “A Virtuous Cycle of Environment and Growth” dan mengangkat elemen inovasi energi, sampah plastik di laut serta adaptasi dan kerentanan infrastruktur terhadap perubahan iklim.
Dalam pernyataannya, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, (LHK) Siti Nurbaya dan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral, Ignasius Jonan, secara tegas menyatakan bahwa bagi Indonesia, hak untuk mendapatkan lingkungan hidup yang sehat dan baik adalah hak yang dijamin oleh Undang-Undang Dasar, melalui mandat untuk pengelolaan sumber daya yang berkelanjutan dimana pada saat yang sama menjamin pertumbuhan ekonomi. Pelaksanaan mandat tesebut diwujudkan melalui berbagai kebijakan dan program aksi.
Terkait perubahan iklim, Nationally Determined Contribution (NDC) Indonesia tidak hanya berkomitmen untuk menurunkan emisi Gas Rumah Kaca, namun secara paralel dan seimbang juga mengupayakan ketahanan nasional melalui adaptasi terhadap dampak perubahan iklim. Berbagai program aksi melalui pengelolaan yang kolaboratif dengan para pemangku kepentingan, transformasi menuju pendekatan lansekap dalam pengelolaan sumberdaya hutan, perhutanan sosial, promosi efisiensi energi, serta pengelolaan sampah dengan pendekatan ekonomi sirkular.
Lebih lanjut, Menteri LHK Siti Nurbaya menggarisbawahi bahwa harmoni antara pembangunan ekonomi dan lingkungan hidup adalah pondasi dasar konstitusi Indonesia. Untuk itu, Indonesia telah mengeluarkan Kebijakan Pembangunan Rendah Karbon dan Ekonomi pada bulan Maret tahun ini serta mengarusutamakan aspek perubahan iklim dan pembangunan berkelanjutan ke dalam rencana pembangunan dan anggaran nasional.
Terkait energi, China menargetkan di tahun 2050 akan meninggalkan batu bara secara total, sedangkan Jerman tahun 2038. Sama dengan Inggris, Jerman menargetkan Zero Emission pada 2050. Dalam konteks ini Indonesia sebagai negara kepulauan mendorong diversifikasi energi yg dapat diakses masyarakat di kawasan yang terisolir dan pulau-pulau kecil. Hal ini sedang dibahas dan didiskusikan oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) dan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) untuk mendapatkan pilihan energi dengan harga terjangkau masyarakat sesuai dengan Undang-Undang (UU).
Menteri ESDM menegaskan bahwa prinsip “no one left behind” sangat penting dalam transisi energi dan pembangunan berkelanjutan, mengingat transformasi energi perlu dilakukan secara cermat karena menyangkut kemampuan dan keterjangkauan masyarakat.
Ada faktor nilai dan harga yang harus dipertimbangkan terkait dengan beban anggaran negara dan harga produk, dalam hal ini energi listrik. Pada tingkat menteri dan tingkat eselon I, KLHK dan ESDM secara intensif melakukan diskusi tentang hal ini. Menteri Siti juga akan mendalami lagi Rencana Umum Energi Nasional (RUEN) serta strategi dan kebijakan dalam dokumen-dokumen kerja Dewan Energi Nasional.(lhk/jpp)