Ada sumber yang menyebutkan bila kue ini telah ada sejak 5000 tahun yang lampau, terciptanya karena dahulu, wilayah Tiongkok pada saat tahun baru mulai musim semi. Salju yang menumpuk di Gunung Gobi selama berbulan-bulan meleleh dan meluber, menyebabkan banjir dan menggenangi hampir sebagian daratan China.
Efek buruk banjir tak hanya membuat tempat tinggal warga hancur, namun persediaan makan juga habis diterjang banjir. Untuk mengantisipasi terjadinya bahaya kelaparan akibat banjir, warga memutuskan untuk membuat bahan makanan yang bisa tahan lama, maka terciptalah kue keranjang yang kuat, ringkas, awet dan rasanya enak.
Ada juga sumber lain yang lebih otentik menyebutkan Kue keranjang telah ada sejak 1000 tahun yang lalu, tepatnya pada awal Dinasti Liao (907-1125). Pada masa itu, masyarakat Beijing terbiasa menikmati sajian khas tahun baru pada hari pertama di bulan pertama pada tahun lunar.
Selama Dinasti Ming (1368-1644) dan Dinasti Qing (1644-1911), kue keranjang telah menjadi camilan rakyat biasa, dan tetap bertahan sampai sekarang.
Menurut cerita rakyat Tiongkok, Kue keranjang ini awalnya dimaksudkan sebagai hidangan/sesajian untuk sembahyang Dewa Dapur (Hanzi: 竈君公; Hokkian: Cau Kun Kong).
Hal ini dipercaya sebagian orang Tionghoa dengan tujuan agar sang Dewa Dapur susah untuk berbicara saat melaporkan hasil catatannya karena mulutnya lengket kepada sang Kaisar Langit (Hanzi: 玉皇上帝; Hokkian : Giok Hong Siang Te).
Nama kue keranjang sendiri diambil dari bentuk wadah cetakannya yang berbentuk keranjang.
Bahan-bahan Adonan Dasar Kue Keranjang :
Gula merah atau gula palem 150 gram
Air jahe 1 sendok makan
Tepung beras ketan 300 gram
Tepung teng mien 75 gram
Air 470 mili liter
Santan 2 sendok makan
Cara Membuat Kue Keranjang Khas Imlek :
Langkah awal rebus gula palem dan air lalu angkat, saring dan dinginkan. kemudian tambahkan santan dan air jahe.
Selanjutnya campur tepung beras ketan dan tang mien dalam mangkuk, lalu buat lubang di tengahnya, tuang larutan gula ke dalamnya lalu aduk-aduk dengan menggunakan whist hingga lembut, tidak menggumpal atau tidak bergerindil. lalu saring/ayak.
Setelah itu tuang adonan ke dalam cetakan bulat yang dioles minyak sayur lalu tutup dengan menggunakan alumnium foil lalu kukus selama 45-60 menit atau hingga matang. angkat.
Diamkan beberapa saat atau beberapa hari agar rasanya ciamik dan sedikit mengeras baru disajikan.
Untuk pengolahannya sendiri, ada banyak cara. Berdasarkan penelusuran penulis, setidaknya lebih dari 100 cara, diantaranya mulai dari kukus biasa, goreng telur, rebus, ditabur keju parut atau kelapa parut dan sebagainya.
Terdapat makna serta filosofi mendalam di baliknya. Bentuknya yang bulat berarti tidak memiliki ujung. Sebuah bentuk yang bermakna kekeluargaan artinya keterikatan tanpa batas.
Kemudian, tekstur yang lembut dan kenyal menggambarkan keuletan, kegigihan, serta daya juang yang tinggi. Kue ini juga punya sifat yang tahan lama. Hal ini memiliki makna penting dalam menjalin relasi yang awet dan berkualitas.
Rasa manis dari kue keranjang juga bermakna suka cita. Rasa yang bisa membahagiakan orang lain serta membagikan nilai-nilai positif bagi sesama. Dan yang terakhir adalah proses pembuatan yang relatif lama.
Nian Gao sendiri terdiri dari dua kata, yakni kata ‘Nian‘ yang berarti tahun dan ‘Gao‘ berarti kue. Kata ‘Gao‘ sendiri juga bisa berarti ‘tinggi’ jika diucapkan dengan nada intonasi yang berbeda.
Oleh sebab itu kue keranjang sering disusun tinggi atau bertingkat; makin ke atas makin mengecil kue yang disusun itu, sehingga memberikan makna peningkatan dalam hal rezeki atau kemakmuran.
Kue keranjang juga biasanya disusun ke atas dengan kue mangkok berwarna merah di bagian atasnya. Hal ini dimaksudkan sebagai simbol kehidupan yang manis, kian menanjak dan mekar seperti kue mangkok. Kue keranjang sendiri mempunyai makna sebagai perekat ikatan kekeluargaan, persaudaraan, dan pertemanan.
Demikianlah artikel kue keranjang kali ini, semoga informasi di atas bermanfaat. Selamat tahun baru Imlek bagi para pembaca yang merayakannya.