Mbak yang bercadar (niqab), kami salut atas aksimu yang minta dipeluk. Kami tau, kalian ingin memperbaiki reputasi buruk manusia bercadar, yang terlanjur dipandang “negative” oleh masyarakat, karena banyaknya teroris yang berpenampilan layaknya seperti kalian.
Mbak yang bercadar, sesungguhnya bukan kami orang awam yang menjaga jarak dengan kalian. Tetapi kalian sendirilah yang menyekat interaksi sosial dengan kami, dari niqab yang engkau kenakan.
Mbak yang bercadar, entahlah kami mau ngomong apalagi. Sudah berkali kali kami berteriak bahwa cadar itu adalah produk budaya, namun berkali kali juga omongan kami ibarat angin yang cuma berhembus saja.
Mbak yang bercadar, bukankah ibu Nyai istri dari para Kyai NU dulunya tidak pernah memakai cadar? Padahal ilmu agama beliau sangatlah mumpuni, lha sampean yang baru lulus Iqra satu saja kok bergaya sok paling Islami?.
Mbak yang bercadar, bukankah Tuhan tidak suka dengan tindakan yang berlebih lebihan? Bukankah senyum itu adalah ibadah? Tetapi kenapa kalian tutupi ibadah yang paling ringan itu, dengan tindakan yang berlebih lebihan?
Mbak yang bercadar, percuma berdebat dengan kalian. Kalian pasti mempertahankan prinsip hidup yang terlanjur kalian anggap sebagai tindakan nyunah? Padahal yang nyunah itu seharusnya hatinya dulu, bukan tampilan luarnya.
Mbak yang bercadar, bila perilaku kalian baik di masyarakat. Tentunya tidak usah pakai kampanye “hug me” atau peluk aku untuk meyakinkan masyarakat, bahwa kalian itu juga bisa bersosialisasi sama seperti kami.
Bertoleransilah, jangan bersifat ekslusif, dan jangan memandang remeh kepada orang yang tidak sama seperti kalian, sebenarnya hanya itu kuncinya. Karena boleh jadi derajat manusia yang kalian pandang remeh itu lebih tinggi di dihadapan Sang Maha Kuasa.
Sebenarnya ingin memeluk kalian wahai perempuan bercadar, tetapi kami takut disaat memeluk kalian akan terdengar suara. “Mas jangan keras keras meluknya” dengan suara genit dan manja disertai dengan nada “bass” yang keluar dari balik cadar.
Nada suara yang khas dari seorang WBL… “Waria Bencong Lapangan”.
Yukkk Cyyynnn.
Salam Jemblem..
Penulis: Boen Syafi’i