indovoices.com – π Tarif AS Tetap 32%, Deregulasi Impor Indonesia Gagal Jadi Alat Tawar?
ποΈ Ambisi Deregulasi: Membuka Pintu untuk Investasi
Pemerintahan Presiden Prabowo memulai langkah berani di tahun pertamanya melalui kebijakan deregulasi impor besar-besaran. Tujuannya jelas: menciptakan iklim investasi yang lebih terbuka, mempercepat arus barang, dan memperkuat posisi Indonesia di rantai pasok global. Langkah awal yang diambil adalah mencabut Permendag No. 8 Tahun 2024, yang selama ini dianggap menghambat efisiensi logistik dan industri.
Sebagai penggantinya, pemerintah mengeluarkan 9 Permendag baru berbasis klaster sektor, seperti tekstil, pertanian, bahan kimia, perikanan, elektronik, barang bekas, dan lainnya. Dengan pendekatan ini, pemerintah berharap dapat melakukan penyesuaian kebijakan secara lebih cepat dan sektoralβtanpa harus mengubah sistem secara keseluruhan.
βοΈ Efek Langsung Deregulasi Tahap I
Pemerintah melonggarkan aturan impor terhadap 10 komoditas utama seperti:
-
Benang dan kain
-
Kayu log
-
Pupuk dan bahan kimia
-
Plastik, pemanis sintetis
-
Sepeda, alas kaki
-
Food tray industri makanan
π― Target dampaknya:
-
Biaya produksi turun 10β15%
-
Utilisasi pabrik meningkat 15β20%
-
Menolong sektor padat karya: tekstil, elektronik, furnitur
β οΈ Risiko: Serbuan Produk Asing Tanpa Pengawasan
Namun, deregulasi ini berisiko tinggi jika tidak diimbangi dengan pengawasan ketat. Tanpa sistem:
-
Audit real-time
-
Sertifikasi dan pelabelan
-
Pengawasan pelabuhan dan distribusi
… maka pasar domestik berisiko dibanjiri produk jadi impor, terutama dari Tiongkok, yang:
-
Tidak memiliki SNI
-
Tanpa label Bahasa Indonesia
-
Tanpa jaminan keamanan produk
π Bahkan sebelum deregulasi ini, impor benang dan kain meningkat 123% antara 2015β2024. Kini, tanpa kuota dan pembatasan, ancaman membesar.
π Negosiasi yang Gagal: AS Tetap Berlakukan Tarif 32%
Yang paling mengecewakan, deregulasi ini gagal jadi alat diplomasi perdagangan. Pemerintah sempat berharap bahwa membuka pasar domestik bisa membujuk Amerika Serikat untuk melonggarkan tarif ekspor Indonesia. Namun:
π΄ Mulai 1 Agustus 2025, seluruh produk ekspor dari Indonesia tetap dikenakan tarif impor 32% oleh AS.
Produk terdampak:
-
Tekstil dan garmen
-
Elektronik
-
Mebel dan kerajinan
-
Produk perikanan dan makanan olahan
π§© Strategi “Indonesia buka pasar β AS lunak tarif” tidak berhasil. Pemerintah AS menuntut kepastian daya saing nyata, bukan hanya goodwill atau wacana deregulasi.
𧨠Dampaknya: Industri Lokal Terjepit Dua Arah
Industri nasional kini berada di tengah tekanan ganda:
-
Di dalam negeri: Dihantam produk impor murah
-
Di luar negeri: Gagal ekspor karena beban tarif tinggi
Produsen lokal, terutama skala kecil dan menengah:
-
Kehilangan daya saing
-
Tidak bisa menurunkan harga
-
Tidak mampu bersaing secara kualitas maupun volume
Beberapa bahkan mempertimbangkan berhenti produksi dan beralih jadi importir.
π Risiko Konsumen: Murah tapi Berbahaya
Bagi konsumen, deregulasi ini terlihat menguntungkanβharga murah, barang banyak. Tapi tanpa pengawasan, pasar akan dibanjiri:
-
Mainan anak tanpa sertifikasi
-
Makanan dengan bahan tidak jelas
-
Elektronik tanpa standar keamanan
π― Risiko kesehatan dan keselamatan menjadi harga mahal dari “harga murah”.
π Investor Asing Wait and See
Walau waktu perizinan dipangkas (dari 65 hari jadi beberapa hari), banyak investor asing masih menunggu. Alasannya:
-
Koordinasi antar kementerian lemah
-
Aturan pelaksanaan sering tumpang tindih
-
Tidak ada jaminan perlindungan terhadap industri lokal
π Kesimpulan: Deregulasi Butuh Arah dan Keseimbangan
π Deregulasi bukanlah kesalahan. Tapi tanpa pengawasan kuat dan strategi negosiasi yang terukur, kebijakan ini justru:
-
Membuka pasar domestik terlalu lebar
-
Tidak membuka akses ekspor secara timbal balik
-
Membuat Indonesia terjebak dalam model ekonomi sebagai negara reseller, bukan produsen
Jika dibiarkan, arah ekonomi nasional bisa bergeser dari industrialisasi ke deindustrialisasi sadar. Kita bukan tidak mampu memproduksi, tapi kita sengaja membiarkan industri dalam negeri kehilangan daya hidup.