“Program ini untuk menjaga sustainability pembangunan ekonomi dengan baseline pertumbuhan 5,4 persen. Kami juga sudah berbicara kebijakannya. Dengan langkah strategis ini, capaian hari ini harus dilanjutkan dengan target selanjutnya,” ucap Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto di Jakarta, Minggu (17/2).
Implementasi inisiatif Making Indonesia 4.0 juga diyakini dapat mendongkrak tiga aspek, yaitu Produk Domestik Bruto (PDB) secara umum, kontribusi menufaktur dan kesempatan kerja. Target yang diproyeksikan adalah pertumbuhan PDB hingga 1-2 persen dari baseline, membuka lebih dari 10 juta lapangan kerja tambahan dan lebih dari 25 persen kontribusi PDB sektor manufaktur.
Salah satu prioritas pemerintah dalam Making Indonesia 4.0 adalah peningkatan kualitas sumber daya manusia (SDM). Upaya yang dilakukan melalui pengembangan pendidikan vokasi bidang industri, agar kompetensi SDM meningkat dan berdaya saing tinggi.
Berkaitan dengan ini, pemerintah memberikan insentif pajak sampai 200 persen melalui super deductible tax kepada industri yang terlibat dalam program pendidikan vokasi, serta insentif sampai 300 persen pada industri yang melakukan kegiatan research and development (RnD) untuk menghasilkan inovasi.
“Bentuk fasilitas berupa pengurangan penghasilan kena pajak sebesar 200 persen dari biaya yang dikeluarkan untuk kegiatan vokasi atau link and match dengan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) atau politeknik,” ungkapnya.
Dengan program link and match, pemerintah mendorong agar industri berperan aktif melibatkan SMK. Sebagai contoh, industri dapat memberikan bantuan mesin produksi pabrik kepada SMK yang sudah bekerjasama, untuk mendukung berjalannya kurikulum dual system yang mencakup 30 persen teori dan 70 persen praktik.
Airlangga menuturkan, fasilitas super deductible tax bisa diperoleh perusahaan dengan melakukan kerjasama dengan SMK dalam program link and match yang digagas Kemenperin.
Ada 36 kompetensi keahlian SMK sesuai dengan kebutuhan industri yang mendapatkan insentif super deductible tax. Sektor yang diusulkan antara lain, elektronika industri, instalasi pemanfaatan tenaga listrik, permesinan, pengelasan, pengecoran, pemeliharaan mekanik industri, instrumentasi logam, kontrol proses, kontrol mekanik, otomatisasi industri, mekatronika, kimia industri, kimia analisis, perbaikan dan perawatan audio video, perawatan dan perbaikan alat berat.
Kemudian untuk sektor otomotif dibagi dalam lima bidang yang lebih spesifik antara lain, perawatan dan perbaikan otomotif kendaraan ringan, perawatan dan perbaikan otomotif sepeda motor, perancangan dan perbaikan ototronik (otomotif elektronika), perbaikan bodi otomotif, serta pembuatan komponen industri otomotif.
Sektor furnitur dibagi dalam dua bidang lebih spesifik yakni pembuatan produk furnitur dan desain produk furniture. Sektor perkapalan, dibagi dalam lima bidang lebih spesifik yakni rancang bangun kapal, konstruksi kapal, pengelasan kapal, kelistrikan kapal, dan instalasi permesinan kapal.
Sektor tekstil dan garmen dibagi dalam lima bidang lebih spesifik yakni, desain dan produksi kriya tekstil, pembuatan benang tekstil, pembuatan kain (tenun dan rajut), produksi garmen dan kimia tekstil. Terakhir, terkait logistik industri, meliputi logistik pergudangan, logistik transportasi serta manajemen pergudangan dan distribusi.
Airlangga menyampaikan, guna mendukung peningkatan kompetensi SDM di bidang industri pemerintah menambah dana pendidikan untuk vokasi sebesar Rp1,78 triliun, kerena SDM merupakan kunci untuk perindustrian. “Kami terus mendorong agar semakin banyak SMK yang bergabung dalam program link and match. Total SMK di Indonesia ada 14 ribu sekolah,” jelasnya.
Pemerintah juga menetapkan enam arah kebijakan strategis untuk mendorong petumbuhan ekonomi nasional 2020-2024. Pertama, memperkuat keterbukaan iklim investasi perdagangan dan keterlibatan dalam produksi global. Kedua, memperkuat kemampuan dorongan Inovasi dan percepatan adopsi teknologi.
Selanjutnya, meningkatkan diplomasi ekonomi dan pemanfaatan perjanjian perdagangan bebas. Keempat, mengoptimalkan potensi sumber pertumbuhan ekonomi. Kemudian, memperkuat pilar pendukung pertumbuhan sektor manufaktur. Terakhir, menciptakan kebijakan ekonomi makro yang kondusif untuk mendukung pengembangan manufaktur.