Papua Barat (Irin Jaya) sudah lama menjadi bagian dari NKRI, setidaknya sejak 1 Mei 1963. Walaupun pada tahun 1969 atas desakan UNTEA (United Nations Temporary Executive Administration) sebuah badan PBB, diadakan referendum, masyarakat Papua tetap memilih bergabung dengan Indonesia.
Zaman Orde Baru – Reformasi
Walaupun Provinsi Papua menjadi salah satu provinsi terkaya di Indonesia dengan luas wilayahnya lebih tiga kali luas pulau Jawa, ditambah jumlah penduduk yang masih sedikit dengan kekayaan alam begitu luar biasa dan belum digali seperti hasil hutan, perkebunan, pertanian, perikanan pertambangan. Namun sangat minim pembangunan, sehingga kondisinya tidak mengalami perubahan yang berarti sejak puluhan tahun.
Adalah Freeport, sebuah perusahaan asing asal Amerika yang bergerak di bidang penambangan, melalui Kontrak Karya Pertama Freeport (KK-I) tahun 1967, melakukan eksplorasi penambangan emas dan tembaga secara besar-besaran. Freeport adalah perusahaan asing pertama yang menandatangani kontrak dengan pemerintahan Orde Baru ketika itu.
Menurut catatan International Bussines Promotion, dari hasil eksplorasi itu dihasilkan 32 juta ton bijih (emas dan tembaga) sebelum rata dengan tanah. Dan coba tebak, berapa yang didapat oleh pemerintah Indonesia dari hasil penambangan tersebut?. Hanya 1 persen – 3,5 persen untuk pemerintah Indonesia dan hampir 0 persen untuk masyarakat Papua. Ketidakadilan inilah yang menjadi salah satu faktor pemicu munculnya gerakan separatisme di Papua.
Jaman Pemerintahan Jokowi
Baru di jaman pemerintahan Jokowi, pemerintah yang secara terus menerus mendesak Freeport untuk mendivestasikan sahamnya sebesar 51 persen. Dan perjuangan itu akhirnya berbuah manis, ditandai dengan ditandatanganinya perjanjian antara Pemerintah Indonesia dengan Freeport tanggal 27 Agustus 2017 yang lalu.
Untuk pemerintah daerah Papua sendiri mendapatkan saham 10 persen sesuai kesepakatan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah Papua yang diwakili oleh Gubernur Papua Lukas Enembe, pada tanggal 12 Januari 2018.
Namun bukan berarti pembangunan baru dilaksanakan setelah adanya kesepakatan tersebut. Sejak Jokowi mulai menjabat sebagai Presiden Indonesia, pembangunan untuk Papua telah dikerjakan. Bahkan Jokowi memberikan perhatian khusus untuk pembangunan di Papua, dan hal ini diakui oleh tokoh masyarakat Papua sendiri, Michael Manufandu.
Menurut Mantan Duta Besar Indonesia untuk negara Kolumbia itu menilai dari tujuh presiden yang pernah memimpin Indonesia, Presiden Jokowi-lah yang paling sering berkunjung ke Papua. Hal ini menunjukkan kepedulian yang sangat besar dari Presiden Jokowi terhadap pembangunan di Papua.
Tidak sedikit dana yang dialokasikan oleh pemerintah pusat untuk membangun Papua. Untuk pembangunan Jalan Trans Papua saja, sepanjang tahun lalu, anggaran yang dialokasikan mencapai Rp 2,15 triliun, yang terdiri dari Rp 739 miliar untuk perawatan atau preservasi jalan sepanjang 1.719,46 km, Rp 834,8 miliar untuk pembangunan jalan baru 151,34 km, dan pembangunan jembatan sebesar Rp 579,4 miliar.
Anggaran yang dialokasikan untuk pembangunan jalan Trans Papua bahkan mencapai Rp 3,4 triliun. Dari uang itu, Rp 1 triliun digunakan untuk pembangunan jalan di Papua Barat dan Rp 2,4 triliun lainnya untuk Papua.
Itu belum termasuk anggaran untuk merevitalisasi dan membangun bandara-bandara. Untuk Bandara Domine Eduard Osok (DEO) di Sorong, Papua Barat saja, total anggaran yang digunakan yaitu sekitar Rp 236 miliar yang bersumber dari APBN. Lalu ada Bandara Nop Goliat Dekai di Yahukimo dengan anggaran Rp 231 miliar, Bandara Wamena Rp 200 miliar, dan Bandara Utarom Rp 75,5 miliar.
Guna mendukung ketahanan air dan pangan, pemerintah Jokowi juga membangun Bendung Wariori di Kabupaten Manokwari yang dilengkapi saluran irigasi primer sepanjang 1 km. Pembangunannya menghabiskan alokasi anggaran Rp 237,5 miliar melalui kontrak pekerjaan tahun jamak sejak 2013 hingga 2016. Manfaatnya mengairi sawah seluas 1.400 hektar dari 3.450 hektar sawah potensial.
Bendungan lainnya di Kabupaten Manokwari yang sudah selesai tahun lalu yakni Bendungan Oransbari yang mampu mengairi areal persawahan seluas 3.016 hektar, di mana saat ini sudah berfungsi mengairi 700 hektar untuk 450 petani. Keberadaan Bendung tersebut mendukung program peningkatan produksi pangan dan juga untuk meningkatkan penyediaan air baku di wilayah tersebut.
Selain itu Kementerian PUPR melalui Balai Wilayah Sungai Papua Barat juga telah menyelesaikan revitalisasi sungai Klagison di Kota Sorong dengan total anggaran Rp 19,56 miliar dan pembangunan pengaman Pantai Tanjung Kasuari dan Supraw Rp 13,22 miliar.
Tercatat ada puluhan proyek infrastruktur yang sedang dikerjakan dan mencakup hampir semua aspek sarana dan prasarana. Setidaknya ada dua proyek prestisius Jokowi yang saat ini sedang dibangun dan akan segera selesai yaitu Jembatan Holtekamp dan Stadion megah penanding stadion utama Gelora Bung Karno (GBK) yang ada di Jakarta.
Jembatan Holtekamp
Jembatan Holtekamp atau adalah jembatan sepanjang 732 meter dengan lebar lebar 17 meter yang menghubungkan Hamadi, Distrik di Jayapura Selatan dengan Holtekamp, Distrik Muara Tami, Kota Jayapura, yang sebelumnya membutuhkan waktu 2,5 jam menjadi 60 menit.
Jembatan yang dibangun dengan total biaya 1,7 triliun ini diperkirakan akan siap Juni 2018. Jembatan ini sendiri meski belum selesai, namun telah meraih dua penghargaan MURI.
Rekor pertama diberikan untuk pengiriman bagian bentang tengah jembatan yang menempuh jarak 3.200 kilometer. Selanjutnya, rekor kedua diberikan atas pengangkatan bentang tengah jembatan seberat 2.000 ton tersebut sebagai pengangkatan terberat yang belum pernah dilakukan sebelumnya, bahkan di dunia.
Stadion Papua Bangkit
Stadion ini mulai dibangun pada 19 April 2017 dengan anggaran dana sebesar 1,3 triliun rupiah dan kapasitas stadion sebesar 40.000 hingga 45.000 penonton. Jika nanti resmi berdiri, stadion ini diklaim akan menjadi stadion termegah kedua setelah Stadion Utama Gelora Bung Karno.
Dibangun di atas tanah seluas 13,7 hektar, stadion ini nantinya akan memiliki lapangan latihan tambahan atau pendamping. Luas stadion utama 71.697 meter persegi. Kompleks stadion ini dilengkapi lapangan latihan seluas 13.000 meter persegi dan bangunan utility seluas 450 meter persegi
Stadion ini disiapkan untuk Pekan Olahraga Nasional XX yang akan digelar di Papua. Meskipun baru akan digunakan pada tahun 2020 untuk gelaran PON, namun stadion Papua Bangkit dijadwalkan akan rampung pada akhir tahun 2018.
Dan hari ini, Presiden Joko Widodo (Jokowi) berkunjung ke Papua untuk kedelapan kali pada Rabu 11 April 2018. Dalam kunjungan itu, rencananya Presiden Jokowi akan menyerahkan sertifikat tanah kepada masyarakat di lapangan Kantor Bupati Jayapura.
Selain itu, Presiden Jokowi juga akan mengunjungi jembatan Holtekamp, meninjau pasar Mama-Mama Papua, memantau infrastruktur di Kabupaten Asmat hingga ke Sorong, Provinsi Papua Barat.
Bisa dibilang, sejak menjadi bagian dari NKRI, Papua terlantar dan tersisihkan puluhan tahun. Papua justru mengalami pembangunan dan perkembangan terpesatnya di masa pemerintahan Jokowi.
Hanya orang-orang yang buta akal dan buta hatinya saja yang tidak bisa melihat prestasi sebesar ini. Karena bila mereka mau melihat secara jujur, mereka pasti akan mengakui berbagai pencapaian luar biasa semasa kepemimpinan Jokowi.