Gus Dur menutur di beberapa ceramah, juga di salah satu tulisan beliau tentang kekaguman pada sosok jaka tingkir alias Raden Mas Karebet alias Pek King An alias Sultan Hadiwijaya Raja Pajang yang konon masih bertaut kerabat dengan beliau.
Dikisahkan…
Perang besar antara Jaka Tingkir Raja Pajang dengan anak angkatnya sendiri, pendiri dinasti mataram Danang Sutawijaya yang lebih familiar dengan julukan panembahan senopati. Perang yang diiringi letusan Gunung Merapi, adu strategi dan permainan mitos psikologi. Jaka Tingkir kalah di palagan dekat Prambanan. Pasukan Jaka Tingkir kocar kacir. Jaka Tingkir berguru ke lembah dieng, lalu ke Astatenggi Madura. Berguru ke leluhur jalur ibunya, siapkan bekal ilmu kanuragan hadapi si anak angkat durhaka versinya, panembahan senapati.
Dalam perjalanan panjang dari sumenep naik rakit melaju bengawan solo tergambar di lirik tembang jawa “sigra milir sangghetek sinangga bajul. Kawandasa cacahipun”. Dari Pringgobayan Lamongan Jaka Tingkir transit untuk tangsel perut dan perbekalan lanjutan. Lelah. Tertidur. Bermimpi dalam wejang sang guru untuk tinggal di Pringgobayan, mendirikan masyarakat baru dengan previlage tersendiri. Tidak perlu kembali ke pajang lampiaskan dendam lanjutkan perang seduluran yang tidak berkesudahan. Bermacam ilmu kanuragan tingkat tinggi yang melekat pemberian Astatenggi bukanlah untuk berebut kuasa. Banyak hal yang bisa diperbuat untuk sesama di manapun berada. Tidak harus di pusat kekuasaan untuk mengabdi bangun negara. Begitulah isyaroh mimpi yang didapat jaka tingkir. Inilah cikal bakal kerajaan pesantren yang jelas memiliki previlage tersendiri di jawa timur. Kisah nyata di salah satu babad nusantara kita.
Jaka tingkir era kini sedang tepekur. Berhitung semua sisi untuk kembali bertarung di pilpres 2019. Ribuan makhluk mencermati update gejolak hatimu berharap tidak salah langkah dengan 3 opsi di depan mata. Godaan terbesar datang dari barisan 40 siluman bajul yang berlagak sebagai pengikut setia. Mereka sigap di suruh ke sana ke mari sesuai perintahmu dengan memperjualbelikan nama besarmu di tengah perjalanan riwa riwi itu.
Ki sanak Jaka Tingkir milenial, monggo luangkan waktu sejenak di hening puncak padepokan tempatmu seharusnya semedi terapkan ajian jagat suwung aneges karsa, kosongkan diri ikuti kehendak takdir! Pondasi empati yang tertanam dalam pergaulan ksatriamu galilah lebih dalam lagi sampai di titik kerendahan hati. Sumeleh. Gerbang lawas yang terlupakan puluhan tahun berselang, kini saatnya datangi kembali. Kerendahan hati!
Ego sebagai senior yang merasa ditelikung anak bawang memaksamu bertarung tuntaskan dendam. Belum lagi nyala bara kompor mayat yang tiada henti ngipasi tur manasi mowo hatimu. Barisan siluman bajul yang dipimpin kerabat dekatmu sendiri. Mereka mendorongmu bertempur andalkan gwakang, tenaga kasar adu otot saling ngotot sampai semua rontok. Para siluman berharap semua pihak sumpyuh. Mati lelah d peperangan panjang. Siluman yang di palagan lari sembunyi duluan. Berlomba cari lubang intipan. Memantau. Memonitor. Bersiap adu cepat dalam aksi ambil untung. Modal stempel pihakmu, pihak panembahan senapati maupun pihak mana saja yang jadi pemenang akhirnya. Bila perlu gadaikan nusantara kita ke tuan mereka, mamarika yang baru saja kehilangan gunung emasnya. Salah satu siluman sudah terbukti koneksi ke sana.
Sementara ramalan sunan giri masih terngiang di telinga kita semua, tanah mentaok akan jadi cikal bakal nuswantoro anyar. Kekuatan pajang bergeser ke mentaok alias mataram. Inilah fakta yang gurumu sendiri sampaikan. Garis takdir yang tidak mungkin mampu manusia manapun melawan. Bila dirimu bersikukuh maju palagan 2019, milikmu yang paling berharga, jerit nurani dan jiwa yang lelah jadi pertaruhan dengan probilitas logika kalah di depan mata. Tahun 2018 di mulai dengan isyaroh kurang bagus buatmu. Pengkhianatan orang dalam dan kehilangan orang kepercayaan. Pengkhianatan dan kehilangan!
Ki sanak Jaka Tingkir milenial, selagi tersisa waktu d ujung perjalanan, sumonggo nglampahi intruksi langit Pringgobayan. Perintah sejarah! Perintah leluhurmu juga! Rapalkan ajian jagat suwung aneges karsa, masuk ke dasar samudra nurani mencari mutiara keseimbangan diri. Menjalani qodrat irodhat sesuai kehendak ilahi. Bukankah ini yang ki sanak cari selama ini…
Ki sanak Jaka tingkir milenial, doa dan harapan teriring selalu agar dirimu melakukan kebenaran yang maha benar. Bukan lagi kebenaran versi politisi, dusta bersambung tiada henti hanya menunggu waktu pembuktian dari tipikorupsi. Di gubuk reyot lereng penanggungan ini teringat kembali raut wajah bapakku yang bangga kisahkan keberanianmu di seroja dulu. Serdadu tua tanpa nama yang meraih tanganmu hindarkan dari desing peluru. Aku ikut bangga dan selalu hormat padamu ki sanak. Jagalah rasa bangga dan hormat dari rakyat jelata ini dengan pilihan langkah yang maha benar. Langkah bijak Jaka tingkir milenial.