Jakarta : Jelang perhelatan pilpres 2019 berbagai isu dilontarkan kepada pemerintah termasuk masalah bertambahnya hutang negara, terkait permasalahan tersebut Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati berharap aktivitas penarikan utang tidak dijadikan alat politik untuk menyerang pemerintah. Pemerintah memang menarik utang untuk menambal defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), namun ia menjamin bahwa pengelolaannya dilakukan secara profesional.
Kemenkeu juga sudah mengkalkulasi kemampuan membayar kembali utang-utang tersebut dan melakukan diversifikasi atas jatuh tempo masing-masing portfolio utang. Hal ini dimaksudkan agar APBN tak begitu terbebani dengan kewajiban membayar utang yang besar di waktu yang bersamaan.
“Di samping itu, kami juga lihat komposisi dari suku bunga, apakah ada yang tetap atau bergerak. Ini dilakukan agar pengelolaan hutang Indonesia tidak dijadikan komoditas politik tapi pengelolaan yang sifatnya profesional sesuai azas pengelolaan keuangan dunia,” jelas Sri Mulyani di Jakarta.
Lain dengan Menkeu, Menko Perekonomian Darmin Nasution menjelaskan lonjakan hutang pemerintah yang pada posisi akhir mencapai Rp4.034,8 triliun digunakan untuk kegiatan produktif. Nilai hutang yang besar tersebut tidak serta-merta digunakan untuk hal-hal sifatnya tifak jelas.
“Hutang tersebut digunakan pemerintah untuk membiayai proyek-proyek infrastruktur yang selema ini tak bisa didanai dari anggaran negara. Persoalan itu tentang pilihan bukan karena terpaksa, bisa saja hutang dikurangi dengan kosekwensi pembangunan infrastukturnya dikurangi.” Jelasnya.
Darmin memaparkan bahwa posisi hutang indonesia saat ini masih dibatas kewajaran jika dibandingkan dengan negara-negara lain.
“Rasio hutang saat ini masih berada pada level 29 persen dari produk domestik bruto (PDB), atau berada jauh di bawah batas yang diatur dalam UU Keuangan negara yakni 60 persen dari PDB”, tegas Darmin.
Terpisah, Ekonom PT Bank Permata Tbk Josua Pardede menilai kondisi hutang luar negeri Indonesia masih sangat aman. Hal ini terlihat dari posisi hutang pemerintah yang jauh di bawah ketentuan Undang-Undang Keuangan Negara dan dan rasio utang terhadap Produk Domestik Bruto (PDB). Saat ini, posisi hutang luar negeri lndonesia yang mencapai Rp4.034,8 triliun. Rasio hutang terhadap PDB sebesar 29,24 persen atau jauh dari batas yang ditetapkan dalam Undang-Undang Keuangan Negara Nomor 17 Tahun 2003 bahwa total utang pemerintah terhadap PDB sebesar 60 persen.
“Ada aturannya di Undang-Undang), jadi kalau di bawah 30 persen itu artinya sangat aman. Karena di Undang-Undang saja batasnya 60 persen dari GDP. Hutang luar negeri demi pembangunan infrastruktur memiliki tujuan yang baik. Pada akhirnya, infrastruktur juga akan mendorong pertumbuhan ekonomi yang lebih baik”, pungkasnya.***
Inilah Tanggapan Beragam Tagar #2019GANTIPRESIDEN
Jakarta : Berbagai macam reaksi terkait tagar #2019GantiPresiden termasuk dalam akun twitter para elit politik. akun twitter @msi_sohibuliman mencuitkan terkait tanggapan Presiden RI Ir. Joko Widodo terhadap munculnya kaos bertagar #2019 Ganti Presiden.
“Betul, kaos tdk bs ganti Presiden. Saya senang dg respon santai Presiden sprt ini, menunjukkan gerakan #2019GantiPresiden itu hal biasa, bukan kejahatan, tdk perlu disikapi berlebihan sprt bbrp pendukung pak@jokowi. Kontestasi Pilpres 2019 makin asyik” ciut Muhamad Sohibul Iman pada (7/4).
Di hari yang sama akun twitter Presiden PKS ini kembali menciutkan dengan tagar #2019GantiPresiden.
“Kalau dipikir dengan jernih #2019GantiPresiden itu masih jauh untuk terealisir. Pertama, harus ada paslon alternatif diluar petahana Presiden Jokowi. Kedua, paslon alternatif tersebut harus lebih tinggi elektabilitasnya daripada petahana. Hal ini juga belum ada, jadi sudah betul Presiden Jokowi menyikapi hal tersebut dengan santai.” tulisnya
Sementara itu, Wakil Ketua DPR RI sekaligus Wakil Ketua Umum Partai Amanat Nasional (PAN) Taufik Kurniawan menyebut, gerakan tagar #2019GantiPresiden merupakan hal yang biasa.
“Apalagi gerakan itu telah mendapat respon dari Presiden Jokowi. Santai sajalah, lucu-lucuan saja itu. Yang penting itu bagian dari demokrasi tidak usah ditanggapi spaneng. Santai saja ujung-ujungnya rakyat yang menentukan,” kata Taufik
Tak hanya itu, Taufik menambahkan gerakan itu juga sebagai bentuk optimisme masyarakat untuk menyambut demokrasi. Sepanjang tidak menjurus ke arah fitnah, adu domba dan hastag kebencian, hal itu wajar-wajar saja.
Sedangkan Direktur Populi Center, Usep S Ahyar menganggap, kehadiran tagar itu bagian dari upaya lawan politik Presiden Jokowi mencari dukungan.
“belum adanya sosok yang dijagokan oleh para penggerak tagar #2019GantiPresiden terjadi karena masih rendahnya elektabilitas tokoh-tokoh selain Presiden Jokowi. Dalam berbagai survei pemilu 2019 yang sudah diselenggarakan, dua nama capres potensial yang kerap muncul adalah Jokowi dan Prabowo Subianto.” Pungkasnya ***
Penulis: Ipung Surya Purna Nugraha