Ahok Jadi Komut Pertamina, Kenapa Bukan Dirut? Ini Penjelasanya
Gonjang-ganjing soal Ahok akan ditempatkan di BUMN mana, sebagai apa, terpecahkan sudah. Hari ini Menteri BUMN, Erick Thohir menyebutkan bahwa Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok akan menjadi Komisaris Utama PT Pertamina (Persero), menggantikan Tanri Abeng.
“Pak Basuki akan jadi Komisaris Utama di Pertamina,” ujar Erick di Kompleks Istana, Jakarta Pusat, Jumat 22 November 2019.
Pengumuman ini pun banyak disambut positif oleh berbagai kalangan.
Namun demikian, tak urung muncul juga pertanyaan, kenapa harus Komisaris Utama dan bukan Direktur Utama? Apalagi di awal banyak yang berharap Ahok menjadi Dirut yang bersinggungan dengan kegiatan operasional perusahaan sehingga aksi dan kebijakannya lebih terlihat.
Perlu diketahui, komisaris utama itu tugasnya bukan hanya sekedar pengawasan, walaupun pengawasan merupakan ruang lingkup kerjanya juga.
Bila Dirut bertanggung jawab terhadap kegiatan operasional day by day (sehari-hari), maka Komut memiliki tanggung jawab dengan sasaran jangka menengah dan panjang.
Hal ini terungkap dari penjelasan Erick yang menyebutkan bila Ahok memiliki tugas yang tidak kalah beratnya di Pertamina, termasuk memastikan perusahaan tersebut bisa mencapai target-targetnya. Antara lain mengurangi impor migas dan pembangunan kilang.
“Bagaimana kurangi impor migas harus tercapai, bukan berarti anti impor tapi mengurangi. Proses-proses dari refinery juga sangat berat, karena itulah kemarin kita perlu orang yang pendobrak,” jelas Erick.
Staf Khusus Kementerian BUMN Arya Sinulingga menambahkan penempatan Ahok diharapkan bisa mengawasi kinerja direksi dengan ketat untuk percepatan kinerja Pertamina. “Kita tahu saat ini Pak Erick memang kencang urusan komisaris di depan tangan, perkuat komisaris jadi perannya besar. Ahok jadi ketua kelas Pertamina.”
Selain impor migas dan memastikan pembangunan kilang, Arya juga menekankan soal pengawasan dan efisiensi yang juga perlu ditekankan. Termasuk juga negosiasi dengan Saudi Aramco untuk kilang minyak Cilacap. “Semua tugas komisaris,” katanya.
You see?
Jadi, keliru bila ada yang berpandangan tugas Komut lebih ringan daripada tugas Dirut terutama di BUMN Pertamina ini.
Secara politis pun posisi Komut lebih sesuai untuk Ahok saat ini. Kondisi politis yang dimaksud adalah penolakan-penolakan oleh para karyawan Pertamina yang gencar terjadi selama beberapa hari terakhir ini.
Hal ini dapat kita lihat pada Pasal 27 Undang-undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara (BUMN), komisaris diangkat dan diberhentikan melalui Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS). Dalam hal menteri bertindak selaku RUPS, maka pengangkatan dan pemberhentian komisaris dilakukan oleh menteri.
Artinya Ahok bertanggung jawab langsung kepada Erick Thohir selaku menteri BUMN.
Sedangkan bila Ahok menjadi Dirut, maka posisinya sangat rentan untuk “dikerjai” baik oleh bawahannya maupun dewan komisaris yang menyimpan antipati terhadap dirinya.
Dengan kata lain, posisi Ahok sudah diperhitungkan dengan sedemikian rupa agar dapat mengeluarkan kemampuan maksimalnya serta meminimalisir gangguan para “mafia” yang bercokol di internal Pertamina saat ini.
Apalagi Erick juga memberikan “backup” kepada Ahok dengan menunjuk Wakil Menteri BUMN Budi Gunadi Sadikin selaku Wakil Komisaris Utama. Termasuk mengangkat direksi baru, yakni Emma Sri Martini selaku Direktur Keuangan Pertamina.
Siapa Budi Gunadi Sadikin? Pria berusia 55 tahun ini ternyata punya pengalaman segudang, ia sempat menjadi Staf Teknologi Informasi di IBM Asia Pasifik, Tokyo, Jepang (1988-1994), General Manager Electronic Banking – Chief GM Jakarta – Chief GM HR PT Bank Bali Tbk (1994-1999), dan Senior VP Consumer dan Commercial Banking ABN Amro Bank Indonesia & Malaysia (1999-2004).
Dia juga pernah menjabat Executive VP Consumer Banking PT Bank Danamon Tbk (2004-2006), Direktur of Micro and Retail Banking PT Bank Mandiri Tbk (2006-2013), Direktur Utama PT Bank Mandiri Tbk (2013-2016), Staf Khusus Menteri BUMN (2016-2017)
Jabatan terakhirnya sebelum diangkat sebagai wakil menteri adalah Direktur Utama PT Inalum (Persero).
Jadi bisa dikatakan Budi adalah orang yang sudah sangat menguasai seluk beluk BUMN, dan merupakan pilihan tepat untuk mendampingi Ahok yang masih “hijau” di dunia BUMN ini.
Sedangkan Emma Sri Martini juga punya pengalaman tidak kalah menterengnya dibanding Budi. Sebelum menjabat sebagai Dirkeu Pertamina, Emma menduduki jabatan sebagai Direktur Utama Telkomsel. Dia menduduki posisi tersebut sejak Mei 2019 lalu.
Emma yang merupakan sarjana Informatika ITB tahun 1993 ini pernah menempati posisi tinggi di sejumlah perusahaan besar. Dia menjabat sebagai Direktur PT Sarana Multi Infrastruktur (Persero) sejak 2009.
Wow.. sambil menulis artikel ini, saya berdecak kagum. Pasalnya ibarat senjata, Jokowi tidak main-main dalam mempersenjatai Ahok. Ia telah dipersenjatai dengan persenjataan tercanggih dan amunisi penuh. Yang perlu dilakukan hanyalah take action.
Sungguh tidak sabar menunggu pria yang akan menduduki kursi Komisaris Utama Pertamina, paling lambat minggu depan. Malah info terbaru menyebutkan hari Senin nanti, Ahok sudah berkantor di Pertamina.