Bagi umat Katolik dan Kristen, Paskah merupakan sebuah peristiwa yang dirayakan secara istimewa. Apakah sekedar menjalankan tradisi atau mengisi hari hari libur, sejak Jumat Agung, Sabtu dan Minggu, tentu menjadi urusan pribadi. Yang tampak di permukaan adanya berbagai perayaan perayaan, baik yang bersifat ritual keagamaan maupun perayaan yang bersifat ungkapan kegembiraan hati. Namun semakin lama makna dari Paskah menjadi kabur, karena di mana-mana Paskah ditandai dengan bagi-bagi telur dan kelinci Paskah, serta merayakannya dengan berbagai acara di mall maupun di aneka ragam restoran. Padahal makna dari Paskah sejatinya adalah mengajak orang untuk mengalahkan egoisme dalam diri dan menerapkan hidup berbagi.
Walaupun menurut data sekitar 75 persen warga Australia mengaku beragama Katholik dan Kristen, pada umumnya gereja hanya penuh sesak pada hari-hari raya tertentu, seperti Paskah dan Natal. Sedangkan pada hari-hari biasa sepi. Yang terlihat di gereja kebanyakan orang yang sudah lanjut usianya, sedangkan kaum muda sangat minim. Saya sudah tinggal di Queensland selama dua tahun, kemudian belakangan di Kota Wollongong- New South Wales dan di Perth, Western Australia. Untuk antusias beribadah, rumah ibadah di Indonesia bukan hanya gereja, tapi juga masjid dan wihara, senantiasa melimpah pengunjungnya. Namun ini hanya sekedar laporan padangan mata, tidak bermaksud mengritik siapa pun.
Persiapan Paskah Ditandai Semangat Berbagi
Sejak bulan lalu, sudah dibagikan amplop kepada setiap orang yang ke gereja untuk memberikan sumbangannya, demi untuk membantu orang-orang yang tidak mampu. Umumnya adalah para eks imigran atau eks pengungsi. Di samping itu ada pengumpulan barang bekas kemudian dipajang di depan gereja untuk dijual. Pembeli menentukan sendiri harganya kemudian memasukkan uang ke kotak sumbangan.
Seluruh masalah keuangan tidak dipegang oleh Pastor, tapi diserahkan sepenuhnya kepada umat untuk menyimpan dan mendistribusikannya. Kemudian rincian pengeluaran dibacakan di forum gereja oleh panitia. Umumnya yang menjadi panitia adalah orang yang paling banyak menyumbang.
Kendati sebagian warga menghabiskan masa libur Paskah dengan makan-minum di berbagai restoran dan saling bertukar kado atau parsel Paskah, namun intinya mengingatkan warga untuk meninggalkan egoisme sesuai dengan tema Paskah yang berarti ”kebangkitan”, bangkit dari cara berpikir yang salah, bangkit dari keterpurukan hidup, bangkit dari belenggu egoisme dengan jalan mengawali hari-hari baru dengan mengaplikasikan hidup berbagi. Bukan saja berbagi di antara teman dan kerabat, melainkan justru dirujuk untuk berbagi kepada orang-orang yang kurang beruntung, Baik karena cacat fisik maupun cacat mental, termasuk orang orang yang masih hidup dalam tempat tempat penampungan.Setiap orang diingatkan bahwa Paskah jangan melulu merupakan perayaan hura-hura, tetapi terlebih ditujukan untuk mengubah sikap mental yang keliru selama ini.
Aplikasikan Hidup Berbagi Secara Nyata
Sejak beberapa tahun belakangan ini, paradigma tentang perayaan Paskah yang diidentikan dengan perayaan besar besaran di berbagai restoran, telah mengalami perubahan yang cukup siginifikan. Orang diajak untuk menyisihkan sebagian uang yang akan dibelanjakan untuk pesta di berbagai restoran untuk disumbangkan bagi orang orang yang kurang beruntung. Ternyata jumlah dana yang berhasil dihimpun dalam satu hari, sungguh sangat fantastis. Salah satunya adalah seperti diberitakan oleh Australian Plus. telah terkumpul lebih dari 17 juta dolar atau setara dengan 170 miliar rupiah untuk dibagikan kepada orang orang tidak mampu, tanpa membedakan suku dan agamanya.
Siapa tahu, suatu waktu di negeri kita, cara ini dapat juga diterapkan agar orang orang yang hidupnya kurang beruntung, dapat juga merayakan Paskah berkat dukungan dana dari orang yang hidupnya sudah mapan.
Selamat Hari Raya Paskah Bagi yang Merayakan !
Tjiptadinata Effendi