Ketua Umum Persaudaraan Alumni (PA) 212 Slamet Maarif mengklaim jumlah peserta reuni melebihi pada Aksi Bela Islam 212 pada 2016. Ketika itu diperkirakan jumlah peserta aksi 7 juta. Sedangkan sekarang, Slamet Maarif menyebutkan jumlah peserta Reuni 212 dihadiri hingga 8 juta peserta.
“Ini lebih banyak dari Aksi Bela Islam kita yang dulu,” kata Slamet.
Jelas pernyataan Slamet Maarif membuat saya bingung, karena kata “reuni” artinya berkumpul kembali. Jadi kalau ada penambahan 1 juta, namanya bukan reuni lagi.
Bahkan Ketua Panitia Reuni Akbar Mujahid 212, Ustadz Bernard Abdul Jabbar menyatakan pihaknya memperkirakan ada sekitar 8-10 juta orang yang berpartisipasi. Bila benar sampai 10 juta, itu artinya yang hadir jumlahnya hampir menyamai seluruh penduduk DKI Jakarta. Karena Berdasarkan data Badan Pusat Statisik, jumlah penduduk DKI Jakarta pada 2015 disebutkan mencapai 10,18 juta jiwa.
Namun klaim tersebut kemudian mendapat bantahan dari pihak Kepolisian.
Polri malah memperkirakan jumlah peserta jauh di bawah estimasi panitia. “Cuma 40 ribu orang (peserta reuni),” kata Karopenmas Divhumas Polri Brigjen Dedi Prasetyo, seperti dikutip dari Jpnn.com, Minggu, 2 Desember 2018.
Menurut Dedi, pihaknya mendapatkan angka 40 ribu itu dari fakta di lapangan. “Mereka targetnya segitu (delapan juta orang). Namun, kenyataannya di lapangan tidak sampai satu per sepuluhnya. Beda dengan 2016 memang jumlahnya bisa mencapai satu juta orang,” lanjut Dedi.
Mohamad Guntur Romli, Juru Bicara Partai Solidaritas Indonesia (PSI) dan Tim Kampanye Nasional Joko Widodo-KH Ma’ruf Amin juga ikut bersuara. Dirinya menilai peserta Aksi Reuni Alumni 212 tidak sebanyak peserta tari Poco-Poco yang dihadiri Presiden Jokowi 5 Agustus 2018 yang masuk rekor dunia.
“Tari Poco-Poco yang dihadiri Presiden Joko Widodo, Wakil Presiden Jusuf Kalla dan jajaran pemerintah pada tanggal 5 Agustus 2018 pesertanya mengalir dari Silang Monas, jalan Thamrin, Bunderan HI hingga jalan Sudirman, masuk rekor dunia, ini Reuni 212 cuma di Monas saja,” kata Guntur Romli yang juga aktivis muda NU.
Guntur Romli juga sudah memprediksi akan ada “mark up” jumlah peserta Reuni 212 seperti sebelumnya.
“Pasti akan ada ‘mark up’ jumlah peserta Reuni 212, seperti Aksi 212 tahun 2016 yang diklaim 7 jutaan, padahal kalau dibandingkan peserta Aksi 212 tahun 2016 hingga Reuni 212 tahun 2018 dengan Tari Poco-Poco yang memecahkan rekor dunia pesertanya ‘hanya’ 65 ribu orang, itu Monas, Thamrin, Bunderan HI hingga Sudirman sudah tertutupi para penari, loh ini yang cuma bikin acara 212 di Monas kok klaimnya jutaan. “Mark up”nya keterlaluan dan kebanyakan,” tegas Guntur Romli.
Nah sampai disini kita berhenti dulu. Saya ingin membuktikan kepada Guntur Romli, bahwa klaim 8 juta hingga 10 juta itu bukanlah Mark up, namun dapat dipertanggungjawabkan datanya. Sekarang kita beralih ke berita lain, masih berkenaan dengan reuni 212. Ternyata dalam reuni yang diselenggarakan hari minggu kemarin, ada kejadian lain yang tidak kalah menariknya.
Ketua Tim Medis Reuni Akbar Mujahid 212 dari Gerakan Nasional Pengawal Fatwa (GNPF) Ulama dr Sholeh Aseegaf mengungkapkan bahwa tidak sedikit masyarakat yang kesurupan saat pelaksanaan Reuni Aksi 212 di Monas, Jakarta, Ahad 2 Desember 2018. Ia mengatakan kesurupan bisa disebabkan faktor fisik atau psikis.
“Di tenda yang perempuan tadi ada 10 yang kesurupan, di tempat lainnya ada 45 orang tadi,” ujar dr. Sholeh, sebagaimana dilansir Republika.co.id di Panggung Utama Reuni Akbar 212, Monas, Jakarta.
Bukan itu saja, dia juga menganggap, ada mahluk gaib yang mengganggu, karena saat itu handphone banyak yang tidak berfungsi.
“Ada yang hambat kerja kita. HP kita enggak main. Saya enggak tahu makhluk apa yang blokir. Pokoknya kita diganggu,” ungkapnya.
Meskipun dirinya mengaku tidak mengetahui makhluk apa yang blokir, namun saya punya dugaan kuat kalau yang memblokir adalah genderuwo. Apalagi bila mengingat raja genderuwo yang pidatonya suka menakut-nakuti serta suka menimbulkan kekhawatiran, diperkirakan ikut hadir dalam acara tersebut.
Genderuwo sendiri sebagai makhluk halus yang meskipun sering digambarkan bertubuh besar, dapat menyamar menjadi mirip manusia, serta dapat juga masuk ke tubuh manusia yang disebut dengan istilah kesurupan.
Jadi bila mengutip apa yang disebutkan dr. Sholeh bahwa ada 10 orang yang kesurupan di tenda perempuan dan ada 45 orang yang kesurupan ditempat lain. Bila masing-masing orang tersebut kesurupan 100 ribu genderuwo saja, totalnya sudah ada 5,5 juta. Itu belum termasuk genderuwo yang bertugas memblokir sinyal hp seperti yang dikeluhkan oleh dr. Sholeh.
Bisa jadi pasukan Genderuwo itulah, yang ikut meramaikan acara reuni tersebut. Sehingga sah-sah saja bila PA 212 berani mengklaim pesertanya mencapai 8 juta orang.
Nah perbedaan tafsir mengenai jumlah peserta reuni 212, antara PA 212 dengan pihak kepolisian dan Guntur Romli dapat dijelaskan sebagai berikut. Apa yang dilihat oleh pihak kepolisian dan Guntur Romli adalah manusia sesungguhnya. Sementara apa yang dilihat oleh PA 212 dan para pendukungnya adalah manusia sesungguhnya plus raja genderuwo dan pasukan genderuwo-nya. Maka dalam hal ini mau tidak mau harus kita akui kalau pihak kepolisian maupun Guntur Romli masih kalah sakti bila dibandingkan dengan PA 212 dan pendukungnya.
Nah, kalau Guntur Romli menyebut angka 8 juta hingga 10 juta itu adalah angka yang di-mark up, jelas salah besar. Saya tegaskan sekali lagi bahwa tidak ada mark-up. Angka 8 juta hingga 10 juta kalau mau dibilang, masih relatif kecil. Hal ini disebabkan karena raja setan Sontoloyo beserta pasukannya tidak ikut bergabung. Coba bayangkan bila si raja setan Sontoloyo dan pasukannya juga ikut dalam reuni tersebut, minimal akan ada 12 juta hingga 15 juta peserta. Luar biasa bukan?
Jadi untuk Guntur Romli, para cebong dan pihak kepolisian, janganlah pernah lagi menyebut jumlah peserta reuni 212 itu hanya dalam kisaran puluhan ribu. Apalagi bila sampai menyebutkan jumlahmya kalah dengan peserta tari Poco-poco, terutama bila ada raja Genderuwo maupun raja setan Sontoloyo yang ikut. Itu namanya pelecehan dan sudah pasti menyakiti perasaan PA 212 dan pendukungnya, itu sama dengan meremehkan kesaktian mereka. Terlaluu…